Perjalanan pulang ke rumah dilewati dalam keheningan, karena riuh bergemuruh di dalam kepala baik Laras maupun Dirga. Di kursi kemudi, Dirga sesekali melirik wanita dengan cardigan biru yang betah melempar pandangan ke sisi kiri. Canggung memang meraja tepat saat mereka bertemu mata di ruang tamu rumah Tante Utari tadi.
Entah mencintainya atau tidak, katanya.
Terlepas dari provokasi Tsabitha, pernyataan Laras itu memang tak cukup ramah di telinganya. Tapi, mengingat lebih banyak sikap buruk yang ia berikan untuk istrinya itu, Dirga menjadi maklum. Baru juga dua bulan terlewat sejak ia dan Laras memutuskan terus bersama. Bukan salah Laras jika tidak bisa melihat cinta yang ia miliki untuknya.
Ingatan Dirga mundur ke beberapa waktu belakangan. Saat ia pertama kali menemui sang ibu saat masih dirawat di rumah sakit.
"Ceraikan, Ayas jika kamu tidak berniat membahagiakannya. Jangan coba-coba menyakitinya terlalu jauh. Ibu nggak akan membiarkan kamu melakukan itu."
"Kalau memang kamu sangat mencintai Tsabitha, ibu akan merestui kalian. Ibu akan menerima dan menyayangi Tsabitha seperti kepada Ayas. Fokuslah dengan Tsabitha saja dan lepaskan Ayas. Jangan mengorbankan orang lain yang tak berdosa dalam permasalahan keluarga kita, Dirga."
"Seandainya saja kamu jujur sejak awal, ibu tidak akan meminta kamu menikahi Ayas. Sekarang, ibu mohon biarkan Ayas pergi."
Tidak ada hal yang sangat ibunya khawatirkan selain perasaan Laras. Tidak ada sesuatu yang sang ibu takutkan selain tersakitinya hati Laras jika terus memilih bersama dirinya. Namun, ketakutan itu harus terus ditanggung sang ibu karena Dirga bersikeras mempertahankan Laras.
Dan kini, Dirga sendiri yang dihinggapi perasaan itu. Setelah mengetahui Laras tak meyakini ada cinta di antara mereka, menyadarkan Dirga kalau Laras mungkin memendam kesedihan saat mereka memutuskan terus bersama.
Setibanya di rumah, setelah membersihkan diri Laras meminta izin untuk memenuhi undangan Ibu Rw yang mengadakan syukuran sebelum melakukan perjalanan umroh. Wanita itu kemudian pergi setelah menemani suaminya makan malam dalam kecanggungan yang masih setia menyelimuti mereka.
Dirga baru akan menyandarkan tubuhnya di sofa ruang tengah saat terdengar ucapan salam dari luar pagar. Rupanya dua orang tetangga yang menyambangi rumahnya. Salah seorang bapak-bapak yang mengenalkan diri sebagai anak Ibu Rw, mengundangnya untuk datang ke acara syukuran yang diadakan orang tuanya.
Dirga menyanggupi tanpa ragu. Ia kemudian bersiap-siap, dan mendatangi rumah Rw yang hanya berbeda satu gang dari rumahnya. Acara selesai pukul setengah sepuluh malam. Baru beberapa langkah Dirga keluar dari rumah Rw, terdengar derap tergesa dari belakangnya. Ia menoleh dan matanya bersirobok dengan sang istri yang malam ini tampak semakin cantik dengan gamis berwarna merah muda dengan hijab berwarna senada.
"Mas Dirga?"
Sepasang mata indah itu tampak berbinar sempurna. Raut wajahnya tampak terkejut dan terpana bersamaan melihat sosok sang suami berada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu Yang Dinanti
RomanceLarasita Maira pernah hampir kehilangan nyawa karena memulai pernikahan pertamanya dengan cara yang salah. Kejadian itu cukup menggoncang batinnya, yang kemudian membuatnya sadar dan berusaha memperbaiki diri. Waktu berlalu, dan Laras kembali dihada...