Tsabitha menghempaskan tubuh lelahnya ke atas ranjang. Direntangkan kedua tangannya lebar-lebar seraya mulai memejamkan mata. Desah napas berat berulang kali lolos dari bibirnya. Perasaan takut saat melihat Hapsari tiba-tiba tidak bisa berjalan masih belum hilang sepenuhnya.
Belum lagi perasaan-perasaan negatif lain hari ini beramai-ramai menyambangi dirinya. Tsabitha benar-benar dibuat kacau oleh apa yang terjadi hari ini. Ia tidak menyangka Dirga bertindak tanpa memikirkan dirinya yang jelas menolak hal itu mentah-mentah.
Tsabitha berguling ke kanan, mengambil sebuah bantal untuk ia gunakan sebagai tumpuan lalu terisak keras di sana. Segalanya terjadi begitu cepat. Dirga yang dulu ia yakini sangat mencintainya kini benar-benar menghadirkan wanita lain ke dalam rumah tangga mereka.
Tsabitha kembali terjaga saat merasakan sentuhan lembut pada punggungnya. Wajah Dirga menyambutnya saat membuka mata. Refleks, ia mendorong lelaki itu untuk menjauh. Namun, tak berhasil karena lemah tubuhnya tak sebanding dengan tubuh besar Dirga yang tetap kokoh berbaring menyamping menghadapnya.
Tsabitha mengalah dan mengubah posisinya menjadi duduk bersandar pada sandaran ranjang. "Kenapa pulang? Istri mudamu itu yang menyuruh?"
Tidak Tsabitha sangka, Dirga mengangguk. "Laras mengkhawatirkan kamu. Menurutnya kamu lebih membutuhkan aku saat ini dibandingkan dirinya."
Tsabitha tersenyum miring. "Kenapa nggak sekalian saja dia suruh kamu kembali selama-lamanya padaku, dan dia pergi seperti rencananya di awal?"
Dirga tak menjawab. Ia mengubah tidurnya menjadi terlentang menatap langit-langit kamar dengan kedua tangan sebagai bantalan.
"Di!" Tsabitha mendesak meminta jawaban.
"Bukan waktunya lagi membahas itu, Bi. Aku rasa cukup atas semua penjelasanku atas keputusan kami."
Tsabitha mendengus. "Lalu kamu berharap aku menerima keputusan kamu itu dengan tangan terbuka dan mendukung kalian?"
"Bi, kamu hanya perlu menenangkan diri. Aku mengerti yang kamu rasakan."
Tsabitha menggelengkan kepala seraya menyunggingkan senyum meremehkan. Mengerti perasaannya adalah hal paling omong kosong yang Dirga ucapkan.
"Besok malam kita jenguk ibu ya, Bi," ajak Dirga.
"Kamu nggak salah, Di? Menemui ibu kamu? Padahal kamu baru aja memintaku menenangkan diri."
"Aku kira saat ibu menerima kamu, itu akan membuat kamu jauh lebih tenang."
"Ya, aku nggak lupa kalau aku kalah dengan Laras soal restu ibu. Tapi, aku nggak mau membuang waktu untuk bersaing dengan perempuan itu. Kalian percaya diri untuk mempertahankan pernikahan karena merasa menang daripada aku untuk urusan restu ibu, kan?"
"Ini bukan perkara bersaing, kalah atau menang, Bi." Dirga mencoba sabar. Sesuai nasehat Laras, yang meminta Dirga mengerti kalau Tsabitha merasakan sakit yang amat sangat atas keputusan mereka. "Tapi untuk kamu sendiri. Atau jika kamu merasa tidak perlu berdamai dengan ibu, tolong lakukan untukku. Bantu aku memperbaiki hubunganku dengan ibu, karena tetap memilih kamu daripada menurutinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu Yang Dinanti
RomanceLarasita Maira pernah hampir kehilangan nyawa karena memulai pernikahan pertamanya dengan cara yang salah. Kejadian itu cukup menggoncang batinnya, yang kemudian membuatnya sadar dan berusaha memperbaiki diri. Waktu berlalu, dan Laras kembali dihada...