"Kenapa harus menunggu Tsabitha melahirkan? Setelah melahirkan, kamu mau tunggu anaknya bisa lari? atau tunggu anaknya masuk TK baru kamu mau quality time sama bapaknya?"
"Kalau setelah Tsabitha melahirkan, justru kamu nanti akan lebih nggak tega Dirga pergi berduaan dengan kamu meninggalkan bayi dan istrinya yang jelas lebih membutuhkan dia!"
Kemarin saat Laras dilanda gelisah menjelang keberangkatannya untuk ikut Dirga dalam perjalanan dinasnya, Andini datang berkunjung. Memang, Andini pernah bilang kalau ia akan lebih sering mengunjungi sang putri. Katanya, tidak apa-apa jika Laras tidak mau menghubunginya untuk sekedar bercerita, karena ia akan datang dan mencari tahu sendiri.
Dan, benar saja setelah ia datang, Andini tahu putrinya itu sedang dilanda kebimbangan. Lalu berkat sarannya itu, akhirnya Laras berada di tempat ini. Di salah satu ruangan di kantor SPBE di kota Bandung. Setelah sebelumnya ia juga diajak Dirga mampir ke salah satu kantor cabang yang membawahi tiga titik SPBE di kota itu dan di sekitarnya.
Saat ini Laras berada di sebuah ruangan kecil yang ia tebak biasa digunakan untuk menerima tamu. Ada satu meja bundar di tengah ruangan dengan tiga kursi yang mengelilinginya. Semenatara di salah satu sudut ruangan, terdapat kabinet dengan tiga buah laci, yang diatasnya diletakkan pesawat telepon berwarna putih. Dinding di sekeliling ruangan itu berupa tembok yang tingginya hanya mencapai pinggang orang dewasa. Sementara sisanya adalah kaca bening yang memperlihatkan suasana setiap ruang kerja. Salah satunya ruang meeting yang sedang dihadiri beberapa orang dengan Dirga yang memimpin pertemuan itu.
Cukup puas Laras mengamati bagaimana lelaki itu tampak serius berbicara pada seluruh bawahannya. Atau saat Dirga duduk di kursi dan menyimak seseorang yang menyajikan sebuah presentasi. Hingga pertemuan itu usai dan Dirga berjalan menuju ruangan tempat Laras berada. Dari ekor matanya, Laras menyadari beberapa pegawai yang tak sengaja lewat mencuri pandang ke arahnya. Apalagi saat Dirga dengan cuek memasuki ruangan, dan mendaratkan ciuman di puncak kepalanya.
"Ay, maaf ya kamu masih harus nunggu. Karena aku masih belum selesai." Dirga mengedikkan bahu ke arah depan kantor. Dari dinding kaca di sisi kirinya itu Laras dapat melihat beberapa kilang bermuatan ratusan ton Liquid Petroleum Gas (LPG) mengelilingi sebuah bangunan terbuka dengan ratusan tabung berukuran besar berbaris rapi di sana.
"Nggak masalah," jawab Laras.
Dirga yang sejak tadi berdiri di sisi kursi Laras, dengan tubuh sedikit menunduk itu kini mendaratkan ciuman di pelipis kanan sang istri. Punggung tangannya mengusap lembut pipi Laras, sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruangan.
Laras kemudian bangkit dari kursinya, berdiri merapat pada dinding kaca yang langsung memberinya pemandangan bagaimana sang suami bekerja. Dengan safety helm berwarna kuning di kepalanya, sesekali lelaki itu tampak serius dengan kertas di tangannya. Keningnya terlihat mengernyit dalam, sebelum akhirnya memberi instruksi kepada para bawahannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waktu Yang Dinanti
عاطفيةLarasita Maira pernah hampir kehilangan nyawa karena memulai pernikahan pertamanya dengan cara yang salah. Kejadian itu cukup menggoncang batinnya, yang kemudian membuatnya sadar dan berusaha memperbaiki diri. Waktu berlalu, dan Laras kembali dihada...