20

2.5K 207 37
                                    

Wanita itu terpaksa membuka mata, saat tak menemukan lengan kokoh yang sejak awal ia terlelap setia menjadi bantalnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wanita itu terpaksa membuka mata, saat tak menemukan lengan kokoh yang sejak awal ia terlelap setia menjadi bantalnya. Ia pun bangkit, meninggalkan tempat tidur, memeriksa kamar mandi, bahkan hingga ke setiap ruangan. Ia tetap tidak menemukan sang suami.

"Kamu ninggalin aku lagi, Di?" Tsabitha bertanya lirih.

Ia terduduk lemas di sofa ruang televisi. Perlahan menyandarkan tubuh dengan melipat kedua tangan di lengan sofa. Pandangan kosongnya mengarah pada jendela yang memamerkan indahnya semburat jingga.

Tadi sebelum meninggalkan kamar, ia sempat memeriksa ponsel. Dan tidak ia temukan satu pun pesan dari suaminya yang tiba-tiba menghilang tanpa pamit di hari minggu begini. Mungkin Dirga sedang ke kantor, pikirnya kemudian. Tetapi, untuk apa? Bukankah semalam Dirga sudah menghabiskan waktu dengan laptopnya hingga larut?

Atau Dirga sedang mengunjungi salah satu gudang area tempatnya bekerja, untuk mengurus sesuatu yang penting. Atau mungkin juga lelaki itu diminta untuk meninjau pengiriman barang yang bermasalah di lokasi salah satu customer di perusahaannya?

Tsabitha menarik napas dalam-dalam saat sadar ia tak berhasil berpikir positif. Satu nama perempuan berwajah ayu lewat dalam pikirannya. Yang tentu saja diiringi bersama rasa cemburu yang seakan menyebar di seluruh aliran darah. Ia memaksakan tawa demi menghibur hati yang kini terselimuti lara. Lara yang menjadi ujung dari nestapa yang sebenarnya ia sendiri yang mencipta.

Lagipula kekacauan yang sekarang ia alami bersumber dari dirinya sendiri. Laras hadir di antara mereka atas campur tangannya juga. Ia juga yang memberi restu pada Dirga menikahi wanita itu. Namun, mau tak mau ia mengabaikan luka menganga yang timbul akibat kedua tangannya sendiri itu. Karena, kini ia harus berjuang mengerahkan seluruh tenaga mempertahankan Dirga agar tetap di sisinya.

Dan, sebenarnya dibandingkan memikirkan luka akibat kehadiran Laras dalam rumah tangga mereka, rasa percaya yang ia miliki pada Dirga jauh lebih besar dari apapun. Ia percaya, sahabat setia yang tidak pernah berbuat buruk padanya itu akan selalu memberikan yang terbaik untuknya. Ia yakin kelak Dirga akan memberinya kebahagiaan yang utuh seperti di awal mereka memutuskan bersama. Terlebih ketika Dirga kembali percaya padanya setelah badai menghantam rumah tangga mereka.

Ya, walau situasinya tak pernah sama lagi, karena karma begitu cepat mendatangi dirinya.

Tsabitha bergerak meluruskan kakinya pada sisi bed sofa. Masih berbaring miring menghadap jendela, Tsabitha berandai jika saja ia lebih pandai mengambil hati sang ibu mertua. Atau, misal saja ia lebih berbesar hati atas sikap mertua yang mencurigai ia tidak tulus mencintai Dirga. Tentu, tidak akan muncul rasa jemu pada Dirga yang ia anggap tidak memiliki sikap dalam menghadapi sang ibu. Pastinya, tidak ada kehampaan hati yang menyebabkan seseorang masuk dan memporak-porandakan tahta milik Dirga yang kokohnya tak seberapa.

Tsabitha menggeleng. Semuanya telah terjadi, tak ada gunanya berandai-andai. Lagipula Dirga dan Laras hanya sementara. Mereka mempertahankan rumah tangga hanya demi menyenangkan hati orang tua. Lalu kini, ayah Laras telah berpulang. Seharusnya rencana perceraian yang dulu mereka tunda, akan segera menjadi nyata.

Waktu Yang DinantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang