45

1.9K 289 73
                                    

"Padahal Yas, kamu nggak usah sampai menutup Ayas Kitchen, lho

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Padahal Yas, kamu nggak usah sampai menutup Ayas Kitchen, lho. Kamu bisa-bisa kehilangan pelanggan kamu nanti." Tante Utari menutup pintu kamarnya, berjalan menuju sofa ruang tengah rumahnya. "Ada Luna juga di sini yang temenin Tante."

"Nggak apa-apa kok, Tan! Laras juga kan mau nemenin Tante," jawab Laras. Ia memang menutup Ayas Kitchen hampir satu minggu lamanya. Bahkan untuk pesanan Pondok Arum ia mengajukan libur pada Bu Arum. Ia mengerahkan seluruh waktunya di rumah Tante Utari selama ini.

Laras sendiri tengah duduk di karpet yang di kelilingi sofa berwarna putih dimana salah satunya kini ditempati Tante Utari. Ia kemudian melempar senyum pada Luna, anak tertua Tante Utari yang selama ini tinggal di pulau seberang mengikuti suaminya. Luna secara khusus datang di hari pertama Hapsari meninggal tujuh hari lalu.

"Terima kasih, Lun," ucap Laras saat wanita itu meletakkan tiga gelas minuman berwarna oranye yang tampak dingin dan menyegarkan di meja. Mereka baru saja menyelesaikan pekerjaan di dapur, membuat isian snack box untuk pengajian hari ke-7 berpulangnya Hapsari, malam nanti.

"Jangan anggap tante sebagai orang lain ya, Yas. Dirga sudah tante anggap seperti anak sendiri, begitu juga kamu. Jadi tante senang sekali kalau kamu menganggap tante seperti ibu kamu sendiri," ucap Tante Utari lagi.

Laras mengangguk cepat. "Iya Tan," jawabnya sambil merakit karton untuk kemasan snack box.

Ucapan salam yang terdengar dari luar membuat ketiga orang di sana saling pandang. Bertanya-tanya siapa yang bertamu saat diluar cuaca sangat panas dan terik. Selain itu untuk urusan konsumsi, Laras sudah menyerahkannya pada Kamelia Katering yang akan tiba menjelang pengajian di mulai. Adapun yang belum siap adalah bingkisan berupa souvenir yang katanya akan diantarkan sore nanti.

Laras bangkit lebih dulu, berjalan keluar dan menyambut tamu yang ternyata dua orang tetangganya di rumah. Mereka datang mewakili para tetangga yang lain dengan membawakan cukup banyak bingkisan untuk acara pengajian malam nanti. Tante Utari turut menyambut mereka dengan ramah. Laras sendiri tak menyangka, meski tidak lama tinggal di rumahnya, ibu mertuanya banyak meninggalkan kesan baik kepada para tetangga.

Selepas tamu-tamu itu pulang, Laras dan Luna meneruskan pekerjaannya. Sementara Tante Utari merebahkan tubuhnya pada salah satu sofa panjang.

"Tante bakal kesepian banget nih besok, Luna pulang, kamu juga," ucap Tante Utari di antara usahanya memejamkan mata. "Pokoknya kamu harus sering-sering main kesini, Yas. Anggap saja ini rumah orang tua kamu yang mewajibkan kamu pulang setiap minggu." Rupanya wanita itu masih ingin melanjutkan topik pembicaraan mereka beberapa saat lalu.

"Ya, nggak tiap minggu kali, bu. Ayas pasti banyak kerjaan." Luna menjeda kalimatnya lalu menyuap potongan kue putri mandi ke mulutnya. "Pantas Ayas Kitchen selalu banjir pesanan kalau kuenya enak-enak begini."

Laras hanya tersenyum menanggapi Luna. Hingga wanita itu kembali menatap ke arahnya. "Waktu aku tahu Tante Hapsari tinggal bareng ibu, aku senang sekali lho, Yas. Ibu, apalagi. Karena jadi ada teman. Nanti, kalau sempat kamu mau kan tengokin ibuku sekali-kali," pintanya sambil menyentuh punggung tangan Laras.

Waktu Yang DinantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang