Shabrina sudah lebih dulu berangkat ke Surabaya untuk menghadiri pernikahan Zela. Sedangkan nanti Ridho menyusul setelah pertandingan melawan Persib. Shabrina sudah berada di dalam pesawat. Tadi dia sudah mengirim pesan pada Mama bahwa ia akan pulang ke Surabaya. Tapi sepertinya malam ini Mama tidak akan pulang ke apartemen karena ada operasi darurat yang harus beliau selesaikan. Karena ada beberapa hal yang harus Shabrina sampaikan secepatnya, Shabrina meminta taksi mengantarnya ke rumah sakit lebih dulu alih-alih menuju ke hotel tempat ia menginap.
Shabrina masuk ke lingkungan rumah sakit tempat ia mengabdi sebagai dokter muda hampir 3 tahun yang lalu. Banyak yang berubah, namun sebagian besar masih sama. Situasi rumah sakit sudah sepi, hanya ada beberapa yang masih berlalu lalang. Mungkin pasien atau keluarga pasien rawat inap. Shabrina menuju ke bagian Anestesi yang berada di belakang Pusat Jantung Terpadu, di samping IGD. Shabrina menuju ke lift untuk naik ke lantai 3. Pintu lift terbuka, ada 2 suster yang sedang berjaga
"Selamat malam, sus" kata Shabrina
"Jam besuk sudah tutup, mbak" kata salah satu dari mereka
"Oh, saya bukan mau jenguk pasien, mau ketemu dr. Hidayanti Utami"
"Dr. Tami? Ada keperluan apa? Sudah janjian sebelumnya?"
"Belum janjian sih, saya anaknya"
"Oh maaf mbak kami gaktau kalo mbak anaknya dr. Tami"
"Iya sus gapapa"
"Kebetulan dr. Tami masih ada operasi, mungkin sekitar 2 jam lagi selesai karena sudah daritadi. Mau menunggu di ruangan saja?"
"Boleh?"
"Boleh mbak. Mari saya antar" katanya lagiShabrina mengikuti perawat itu dan berhenti di sebuah ruangan yang cukup gelap. Perawat itu menyalakan lampu kemudian mempersilahkan Shabrina masuk ke ruangan. Shabrina mengucapkan terima kasih kemudian perawat itu meninggalkannya.
Shabrina masuk ke ruangan Mama. Di ujung sana ada tas Mama yang ditaruh diatas meja, ada papan nama juga bertuliskan "dr. Hidayanti Utami, Sp.An-KNA" dibawahnya tertulis "Wakil Kepala KSM Anestesiologi dan Reanimasi". Shabrina menaruh kopernya di dekat pintu kemudian menuju ke papan nama Mama. Mengusap-usap papan nama itu. Entah kenapa hatinya terketuk membaca apa yang tertulis disana. Ada banyak hal yang berada di kepalanya sekarang
Pertama tentang rencana untuk bisa mempercepat proses pernikahan Shabrina dan Ridho. Kedua, belum selesainya masalah antara dia dan Papa. Ketiga, Mama yang belum berkeinginan untuk pulang ke rumah. Keempat rencana pengunduran diri dari timnas ketika ia sudah menikah dengan Ridho nanti. Kelima kegiatan apa yang akan Shabrina lakukan ketika sudah tidak berada di timnas lagi. Keenam apakah dia akan melanjutkan profesi kedokteran atau memilih jalan yang lain.
Hanya memikirkan hal-hal seperti itu saja membuat Shabrina sakit kepala. Akhirnya dia memutuskan untuk duduk di sofa saja sampai ia tidak sengaja tertidur di sana. Shabrina terbangun begitu mendengar suara pintu terbuka
"Lho? Kirain kamu ke hotel, Nik" kata Mama sambil menghampiri Shabrina
Mama merentangkan tangan berusaha untuk memeluk Shabrina namun Shabrina bergerak mundur
"Udah desinfeksi sama sterilisasi belum?" tanya Shabrina
"Ngajarin dokter senior" kata Mama kemudian memeluk Shabrina
"Mama gak pulang?"
"Enggak. Besok ada operasi pagi"Shabrina melihat smartwatch yang ada di tangannya. Jam menunjukkan pukul 01.50
"Operasi Mama selesai lebih lama dari biasanya?"
"Ya gimana lagi. Mama kan bakalan dateng ke ruang operasi lebih dulu dan balik lebih lama. Tadi tanda vital pasien menurun jadi Mama lumayan lama disana"Shabrina mengangguk-angguk saja
"Ma" panggil Shabrina
"Kenapa, Nik?"
"Papa udah nemuin Mama?"
"Udah"
"Serius? Papa bilang apa?" tanya Shabrina penuh harap
"Minta Mama pulang"
"Mama mau?"
"Enggak"
"Kenapa?"
"Karena kamu gak pulang"
"Sebenernya awal bulan kemarin Papa nemuin aku, Ma"
"Serius?"
"Awalnya pas aku diajakin Ridho balik ke Surabaya dan pas Mama ada acara ke Bandung itu aku nolongin orang kecelakaan, dibawa kesini, ternyata pasiennya hamil, ditolongin Papa. Aku gak sempat ketemu Papa, Ridho yang ketemu, trus setelahnya tuh gak sengaja Papa denger aku ngobrol sama Ridho dan akhirnya Papa tahu kalo pacarku itu Ridho. Makanya Papa ke Jakarta nemuin aku. Papa bilang aku boleh menikah sama Ridho dan minta aku pulang ke rumah ajakin Mama"
"Kamu mau?"
"Ya aku sih mau pulang ke rumah, asalkan aku boleh nikah sama Ridho"
"Berarti sekarang kamu mau pulang ke rumah?"
"Iya, tapi Mama juga pulang ya. Aku gak mau, Ma di rumah itu sendirian gak ada Mama. Aku juga butuh Mama pulang buat ketemu sama keluarganya Ridho besok-besok kalo pas ngelamar kan? Please, Ma. Kita pulang ke rumah Papa ya? Kan gak mungkin keluarganya Ridho nemuin Papa sendirian gak ada Mama"
KAMU SEDANG MEMBACA
Monofonir (Rizky Ridho Ramadhani)
Fiksi PenggemarMonofonir adalah transmisi yang pada titik tertentu akan menghasilkan bunyi tunggal. Shabrina Faradilla Atmodjo yang sudah melupakan masa lalunya limbung karena mendadak ingatan itu kembali, tanpa sengaja. Shabrina tidak pernah bisa melupakan monofo...