Matahari mulai terbenam di ufuk Barat, sesi latihan bagi Muthe telah usai. Kini Muthe, Shani dan Gracia kembali ke rumah orang tua Shani yang bertetangga langsung dengan rumah Tito.
"Ahh... Kamu mandi dulu, habis itu siap-siap!" Perintah Shani.
Muthe pun mengangguk dan segera masuk kedalam rumah. Shani dan Gracia pun bersandar di mobil Muthe sambil berpikir berat kerana tak ada perubahan dari gaya balapan Muthe selama latihan.
"Ini bakal sulit buat dia!" Jelas Shani.
"Aku ga punya pandangan sama sekali hari ini, lawannya Porsche 944, mungkin imbang tapi aku ga yakin sama sekali." Ucap Gracia.
"Gre." Panggil Shani.
"Mau tanya sesuatu?" Tanya Gracia.
"Maaf." Ucap Shani.
"Maaf? Buat apa?" Tanya Gracia.
"Jujur di setiap kejuaraan aku selalu minta Tito buat mentuning ulang mobilku diatas kamu tanpa sepengetahuan kamu, intinya waktu itu aku egois harus bisa menang, dan itu ngorbanin persahabatan kita sejak kuliah." Jelas Shani sedikit menunduk menyesal.
"Gitu ya, oke!" Ucap Gracia santai.
"Gitu doang?" Tanya Shani.
"Yaelah Shan Shan, kayak ga tau Tito aja. Aku udah tau semuanya, Tito selalu bilang ke aku setiap mau kejuaraan. Gua udah tau Shan, gua bukan tipikal orang yang seambisius itu Shan, bagiku selama bisa ngimbangi orang yang di depanku itu udah cukup membuktikan bahwa aku bisa menjadi salah satu yang terhebat di Tim." Jelas Gracia.
"Tito emang bangsat...." Ucap Shani.
Gracia pun cengengesan mendengar Shani mengumpat, kerana memang jarang sekali Shani mengumpat selama ia bertemu. Tito pun terlihat menghampiri mereka sambil menghidupkan rokok.
"Tu... Si Hitler datang tuh!" Ledek Shani pelan.
"Diktator DRT udah dateng!" Ledek Gracia.
"Pantes kupingku pecah di rumah, kalian pada gosipin aku rupanya!" Jelas Tito.
"Ya... Kamu kan udah biasa di gosipin, apa lagi sama emak-emak pasar!" Kekeh Shani.
"Udahlah, jadi gimana? Ada perkembangan?" Tanya Tito.
"Negatif, Muthe ga ada perubahan sama sekali!" Jelas Gracia.
"Gitu ya, melebar saat exit.... Gre punya saran? Kamu biasanya yang ahli dalam memperbaiki manuver." Ujar Tito.
"Ada tapi ini sedikit nekat." Ucap Gracia.
"Apaan?" Tanya Tito.
"Jadi permasalahannya cuman exit kan, gimana kalo misal kita jadiin kelemahan itu sebagai senjata? Maksudnya, untuk menekan lawan agar Muthe punya peluang buat overtake, setuju?" Tanya Gracia.
"Maksud kamu, saat melebar diusahakan Muthe bisa memepet lawan sampai pinggir jalur?" Tanya Shani tak mengerti.
"Ya kayak gitulah, cuman sebaiknya itu cuman terjadi sekali, di tikungan 90 atau jepit rambut, jangan di tikungan panjang itu ga akan berefek. Dan waktu yang tepat buat melakukannya di tikungan rambu ke-17!" Ucap Gracia.
Malam pun sudah menyelimuti bumi, Muthe pun sudah bersiap di garis start. Hari ini malamnya terang tanpa awan, artinya balapan bisa dilakukan tanpa bantuan apa-apa.
"Oke... Kamu pepet lawan di tikungan rambu ke-17!" Shani pun membriefing Muthe, kerana Muthe sendiri juga tak yakin bisa menang melawan Porsche 944 yang akan dikendarai oleh Vivi, yang sempat berganti mobil setelah melawan Christy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Generation Racer
FanfictionFreya, Amanda dan Shasa 3 bersaudari yang hidup di lingkungan bengkel, sejak kecil mereka yatim piatu dan diurus oleh pemilik bengkel yang seperti sudah seperti kakak bagi mereka. Namun kerana sebuah 3 Mobil yang memakai nama bengkel kakaknya, merek...