39

883 178 11
                                    

Ganta gila!

Emang dasar bangsul!

Ngapain muncul di kafe sih?

Aku menutup pintu rumah. Kemudian menguncinya dari dalam. Aku nggak mau dia sampai mengejarku ke sini, apalagi sampai nekat membuka pintu rumahku.

Saking khawatir dengan kenekatan Ganta, aku mengintip jendela untuk memastikan dia sudah pergi. Yang aku temukan Ganta masih di luar gerbang. Dia bersama dua orang. Salah satunya aku kenali, Bayan. Dia sempat menghilang pas keluar kafe. Ternyata dia menyusul juga ke sini.

Siapa yang bersama Bayan?

Apa Pak RT?

Apa Bayan melaporkan tindakan Ganta ke Pak RT?

Dari ciri-ciri fisiknya, mirip banget sama Pak RT. Badan kurus, kulit sawo matang, rambut klimis belah samping. Pas dia agak menoleh, aku membelalak. Itu bukan Pak RT, melainkan Mas Asep yang harusnya dipanggil Kang Asep.

Waaah, Bayan pasti ngadu ke papanya, tebakku.

Bentar! Gimana bisa papanya Bayan datang secepat ini?

Ih, pasti Mas Asep mau ketemu Bu Adem Sari.

Mas Asep dan Ganta bicara serius banget. Aku memicingkan mata saking penasaran dengan apa yang mereka bicarakan?

"Kamu lagi ngapain di situ?"

Bu Adem Sari menepuk bahuku dari belakang. Aku melonjak kaget. "Mama," keluhku.

"Habisnya kamu serius banget di jendela. Ada siapa? Roy ke sini lagi nyariin Tita?"

"Bukan." Aku mana kenal Roy. Ada banyak cowok di sekitar Tita dan aku nggak kenal satu pun dari mereka. Tita sendiri nggak ada inisiatif mengenalkan cowoknya.

"Terus ngeliat apa itu?" Bu Adem Sari memanjangkan lehernya melihat melintasi bahuku.

"Itu ..." Aku menimbang antara jujur atau berbohong.

"Kayak Mas Asep deh."

"Masak Pak Asep ke sini malam-malam." Oke, aku memilih nggak jujur.

Aku nggak mau Bu Adem Sari keluar dan bertemu mereka. Terutama Ganta.

"Mama yakin itu Mas Asep."

"Mama janjian sama Pak Asep?"

"Nggak sih. Dia cuma ngasih tahu kalo sempat mau mampir. Apa dia lagi ada waktu ke sini. Mama mau..."

Bu Adem Sari mendorongku ke samping. Dia maju mendekati jendela. Aku heran kenapa dia mendadak serius gini.

"Pembunuh itu. Pembunuh itu," gumamnya.

Bu Adem Sari bergegas ke pintu. Dia terburu-buru membuka kunci, lalu berlari. Aku membuntuti sebab khawatir dengan perubahannya.

Dia membuka gerbang, lalu menerjang Ganta. "Pembunuh! Mau apa kamu ke sini? Pembunuh!" teriaknya histeris.

Aku menahan pinggang Bu Adem Sari. Namun tenaganya lebih kuat dariku. Dia terus memukul Ganta. Saat aku berhasil menariknya, dia menggunakan kakinya untuk menendang. "Pembunuh, kembalikan suami gue! Balikin suami gue! Harusnya lu yang mati! Mati sana!" racau Bu Adem Sari.

"Ma, stop. Ma, jangan gitu. Ada apa sih?" Aku terus usaha menahan Bu Adem Sari menyerang membabi-buta.

"Lepas, Shel. Mama harus hajar pembunuh ini. Lepas!"

"Mama!"

Aku beruntung Mas Asep membantuku menahan Bu Adem Sari dari depan, walau dia jadi terlihat seperti tengah memeluk ibuku. Mas Asep juga sesekali memohon untuk berhenti. Yang ibuku lakukan adalah makin menggila.

Whimsical LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang