17

871 138 6
                                    

Percepat kerjaan Louis?

Enak banget ngebacot.

Aku nggak bisa nggak misuh-misuh dengan permintaan Ganta. Anunya yang berdiri, aku yang disuruh tanggung jawab. Sudah begitu, permintaannya nggak masuk akal. Bagaimana bisa aku membuat pengerjaan furnitur rumahnya selesai dalam sebulan? Memangnya Louis dan bapak-bapak serdadu, sebutan untuk Pak Tarjo cs yang memproses kayu menjadi perabotan, bisa bekerja cepat. Dipikirnya kami itu jin di iklan rokok yang bisa wujudkan apa saja. Kalau bisa, aku pasti sudah mewujudkan mimpiku menjadi anak tunggal.

Punya adik nggak berguna.

Kekesalanku merambat pada Tita yang lagi-lagi kena tegur Pak Gerry. Anak itu payah banget beradaptasi. Sudah hampir sebulan bekerja masih saja belum dapat ritme kerja di sini. Bikin malu saja. Orang-orang kalau membicarakan Tita pasti mencatut namaku sebagai kakaknya. Padahal kinerjanya nggak berelasi dengan performaku di kantor. Tau ah. Gini banget bekerja satu kantor dengan saudara.

Pak Gerry menghampiriku usai mendamprat Tita di depan ruang kerjanya. Tita sendiri sudah pergi ke ruang fotokopi yang satu area dengan bagian GA.

"Shel, malam ini ikut saya ya," kata Pak Gerry.

Badanku spontan menegak. "Perlu bantuan saya buat apa, Pak?" Aku memang kesal dengan Pak Gerry yang mempekerjakan Tita tanpa ngomong-ngomong, tapi aku belum bisa menampik getar-getar demen padanya.

"Bukan urusan pekerjaan sih. Makan malam bareng aja. Biasanya kamu tahu tempat makan enak."

Suasana hatiku seketika berubah. Kayaknya hujan di luar sana tampak bagai hujan permen relaksa. "Boleh, Pak. Saya mau nyoba resto ayam taliwang. Katanya sih enak," usulku bersemangat.

Pak Gerry mengangguk sambil senyum tampan. Itu loh jenis senyuman yang bisa hadir kalau fisik pemiliknya memang sudah tampan sejak lahir. "Nanti ketemuan di lobi jam tujuh. Nggak apa-apa? Saya masih ada meeting sama Louis setelah pulang kerja."

"Bisa, Pak." Demi cintaku padamu, pulang telat pun kurela. Namanya latihan sebelum nikah dan terpaksa nungguin suami yang hobi lembur. OHOK!

&&&

Rambutku sengaja digerai untuk memberi kesan pipi tirus. Aku sengaja berganti pakaian dengan dress simpanan di laci meja kerja yang sudah aku persiapkan kalau-kalau datang ke kantor dalam kondisi basah kuyup. Jakarta sering langganan hujan dan banjir, guys. Aku sudah pernah naik ojek menerobos jalanan banjir setinggi setengah betis. Berasa sedang naik wahana air, bedanya yang ini air butek. Makeup hari ini temanya girly. Mbak Intan yang membantuku dandan dengan perona pipi, lipstik serta eyeshadow pink. Pak Tarjo sampai pangling melihat tampilanku. Katanya, "Koyo ngene toh, Nduk. Ayu tenan."

Lubang hidungku otomatis megar mendengar pujian Pak Tarjo. Belum lagi Mbak Intan yang mendoakan aku sukses menggaet bos. Dia tahu aku naksir Pak Gerry sejak hari pertama aku gabung di kantor. Jeli banget matanya.

Aku menunggu penilaian Pak Gerry. Sesekali aku meliriknya penasaran. Apa dia nggak memperhatikan perubahan penampilanku dengan yang tadi sore? Aku berganti pakaian, berias, dan wangi loh.

Apa matanya picek?

Atau aku yang kurang menarik?

Selama ini aku belum pernah tahu macam mana selera cewek Pak Gerry. Please bilang dia suka cewek. Kalau dia suka cowok, aku mundur, Wir. Siapa yang sanggup lawan batangan? Aku punyanya apem legit.

Ngomongin apem, aku teringat apemku bukan apem fresh.

"Kamu diam aja, Shel. Kenapa?" Pak Gerry bertanya.

"Ah, nggak. Cuma kaget aja karena tempatnya rame." Aku memandang sekeliling. Foodcourt di dekat taman ini ramai sekali. Aku pun baru pertama kali datang ke sini.

Whimsical LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang