18

1K 122 1
                                    

Kok mirip kuda?

Pertanyaan itu yang muncul pertama dalam kepala gue. Lihat si kendi atau Shella, yang sebenarnya males banget gue panggil dengan nama itu karena mereka berdua enggak ada miripnya, ketawa lepas dengan sangat bahagia waktu ngobrol sama Gerry, big boss mereka. Waktu gue cermati mukanya dia, emang kerasa banget familiar buat gue. Tapi yang gue bingungin, moment gue sama dia cuma sekelebat-sekelebat doang. Seperti yang Louis jelasin sebelumnya, waktu dia datang ke kafe, tuh orang ngajak nih kendi buat bareng sama dia. Tapi kok anehnya gue enggak inget moment itu, ya? Apa gue yang terlalu cuek sama keadaan sekitar?

"Boleh. Saya setuju," kata gue tiba-tiba banget. Bukan tanpa maksud gue ngomong begini, sebenarnya pengen sambungin aja dari kalimat Gerry sebelumnya yang bilang kalau nih kendi bisa kasih rekomendasi makanan enak, dan sekaligus gue pengen banget ngomong empat mata sama dia. Karena jujur aja nih, enggak enak juga simpen rasa penasaran dalam pikiran.

"Setuju? Untuk rekomendasikan makanan kan, Pak?" sahut Gerry yang cukup tidak yakin atas ucapannya.

"Benar. Saya setuju kalau emang dia, siapa namanya? Mbak Shella, ya? Bisa rekomendasikan banyak makanan untuk restoran saya. Siapa tahu saya bisa mendapatkan menu baru yang saat ini sedang viral."

"Kan, benar kata saya? Ini cocok buat kamu Shel."

Gue lihat si kendi mendelik enggak suka gitu, buru-buru gue lanjutin aja kalimat gue. Biar dia makin pengen ngamuk dengarnya.

"Kalau bisa balik dari sini saja, sekalian mbak Shella saya yang antarkan pulang ke rumah. Kan lumayan tuh, ada waktu untuk kami saling berdiskusi."

Pamer senyum indah ke nih kendi, gue bisa lihat kilatan kaget dari tatapannya. Mungkin dia kalang kabut, enggak siap dengan permintaan gue ini. Tapi masa iya dia enggak bisa kasih gue info soal makanan enak, dan cocok untuk dijadikan menu pada restoran gue?

Badannya sama bentuk kue aja udah sebelas dua belas, yakali dia enggak bisa rekomendasiin makanan apapun? Rugi dong semua makanan enak yang masuk ke badan dia, cuma berakhir jadi taik doang. Enggak ada manfaatnya buat orang lain sedikitpun.

"Gimana, Shel? Kamu pulang sama pak Ganta, ya? Ceritain aja semua makanan enak yang biasa kita kunjungi. Atau mungkin ada rekomendasi makanan lain yang kamu suka, bilang aja sama dia. Saya yakin dia juga setuju kalau makanan yang selalu kamu pilihkan adalah yang terbaik."

Dijunjung setinggi-tingginya sama si Gerry, tuh kendi mulai salah tingkah lagi. Wah, ini mah fix banget, dia suka sama si Gerry. Hahaha, dasar cewek. Enggak bisa lihat cowok yang kulitnya bening sedikit. Bawannya pengen dikarungin terus dibawa pulang? Itu yang kegambar jelas dari tatapannya si kendi.

Tapi pada saat kendi beralih tatap gue, mukanya berubah asem banget. Sumpah, berasa gue kayak punya kesalahan besar sama dia. Padahal kenal dekat aja, enggak.

Aneh banget dah cewek-cewek zaman sekarang!

"Shel, gimana? Aman kan pulang sama pak Ganta?"

"Ah, aman sih, Pak." Semakin kelihatan dia tertekan, semakin buat gue penasaran.

"Ajak ngobrol banyak hal pak Ganta ini. Dia pebisnis. Siapa tahu ilmunya bisa kamu pakai juga untuk nextnya."

"Ah ... hehehe, baik pak!"

Mulai menikmati makanan yang sebenarnya enak, tapi cuma Gerry yang berhasil nikmati rasa enaknya. Karena baik gue ataupun si kendi sialan ini sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing.

***

"Ternyata lo bisa nurut juga ya sama atasan lo? Takut dipecat atau gimana?" tanya Gue penuh sindiran waktu kami, maksudnya gue sama si kendi, udah di dalam mobil gue dan bersiap jalan menuju ke rumah nih cewek yang sebenarnya enggak tahu di mana.

Whimsical LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang