19

1K 148 18
                                    

"Nduk, pacarnya udah di bawah tuh." Pak Tarjo cengir-cengir sambil mengedipkan matanya centil.

Aku meliriknya tanpa gairah. Sudah jam delapan malam dan aku masih berkutat dengan pekerjaan. Terima kasih aku haturkan pada si bangsul Ganta yang telah membuat seluruh kantor pulang di atas jam tujuh selama beberapa hari. Realita bekerja di kantor kecil adalah semua stafnya harus multitasking. Bukan cuma bisa merangkap admin dan tukang angkut barang, aku pun bisa disuruh mengendalikan api dan air. Contohnya saat ini. Aku sibuk berkutat di pantry untuk membuatkan sepuluh bungkus indomie demi menyelamatkan nyawa-nyawa tak bersalah yang dipaksa kerja rodi sama Pak Gerry. Aku harus memastikan api cukup panas untuk menggodok air. Kemampuan ini harus aku masukan dalam resume masa depanku. Mana lagi bisa ditemukan admin sebaik aku yang rela menyisihkan waktu untuk membuatkan makan malam serdadu Louis yang sibuk memotong kayu di bengkel. Baru semalam aku melihat video mas OB yang sabar mengisikan botol minum staf-staf yang mana itu bukan job desc-nya. Buat para dedek gemes yang belum terjun ke dunia kerja, emang kayak gitu kenyataan di lapangan. Orang baik itu bakal dimanfaatkan. Bisa bertahan di kantor asal sanggup menelan harga diri.

"Terus ini?" tanyaku sambil menunjuk bungkus-bungkus indomie yang sudah terbuka dan siap diterjunkan ke panci.

"Ya lanjut dong. Jangan ditinggal. Pacarnya Bapak suruh tunggu di pos aja. Ntar Bapak bawain teh Ucup sebotol biar sabar nungguin kamu kelar masak." Pak Tarjo membuka kulkas dan mengambil sebotol teh.

"Itu punya Mbak Intan."

"Udah izin. Katanya boleh. Lagi mens ya? Mukanya butek banget."

"Stres karena pulang lembur mulu."

"Bikinin mie aja. Mungkin lapar makanya kesal."

"Mana mau Mbak Intan makan mie instan. Dia udah pesan sushi bareng Pak Gerry."

"Kamu makan sushi juga?"

"Nggak. Aku makan bareng Bayan aja."

"Bayan siapa?"

"Cowok yang Pak Tarjo bilang pacarku itu. Dia bukan pacarku. Dia anaknya bu jambul yang tempo hari ngelabrak Bu Adem Sari."

"Lah mau apa dia ke sini?"

"Mau jemput. Kasihan dia dilema di rumah. Anaknya baik kok."

"Hati-hati, Nduk. Yang baik bisa jadi bungkusannya doang. Aslinya amit-amit."

"Curhat nih?"

"Bapak ngasih tahu supaya kamu hati-hati sama cowok."

"Iya iya." Aku menanggapi sekenanya. Air sudah mendidih. Aku segera memasukan keping-keping mie.

Pak Tarjo pergi dari situ. Mungkin dia sadar aku terlalu letih untuk dinasihati. Situasiku itu sedang butuh yang namanya holiday ke bulan. Sekalian yang jauh biar nggak bisa ditelepon Pak Gerry di pukul enam pagi buat membahas pekerjaan dan Louis nggak mengusik waktu makan siangku dengan seabrek tugas serta teror Pak Tarjo yang mendadak request barang yang berdampak aku kena omel vendor. Semua gara-gara Ganta dan permintaannya menciptakan candi Roro Jonggrang. Dia pikir kami ini Bandung Bondowoso dan geng jinnya?

Bayan yang tahu aku digempur lemburan menawarkan diri menjemputku pulang. Aku sudah tolak dengan macam-macam alasan. Sebenarnya aku nggak enak dijemput begitu. Bayan itu mahasiswa, pasti sedang sibuk-sibuknya. Walau aku belum pernah mengenyam pendidikan di universitas, aku menduga-duga saja sih.

Setengah jam kemudian aku sudah berada di lantai bawah sambil menenteng tas. Aku memandang puas pada para serdadu Louis yang makan masakanku dengan lahap. Aku menyajikan indomie kuah beserta nasi. Benar-benar menu makan malam yang buruk untuk aku yang bertubuh gemuk, tapi berbeda dengan mereka yang bekerja pakai otot.

Whimsical LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang