33

982 179 21
                                    

Bab 33

APAAAAAA?!

Aku belum punya anak?

Aku?!

Bangsul emang cowok satu ini. Sudah aku beri pengalaman pertamaku, dia malah sembarangan ceplas-ceplos menyebut aku belum punya anak. Masih sok-sokan dia memberikan nasihat supaya aku 'buat' setiap malam biar cepat hamil.

Aku melirik si bangsul jengkel. Baru beberapa hari yang lalu aku meniadakan panggilan bangsul karena aku pikir dia lumayan baik. Tahu-tahunya kesan pertama itu memang nggak bohong. Istilah kata, sekalinya belang ya bakal tetap belang. Sekalinya bersaudara sama setan, mana mungkin mendadak jadi malaikat. Perumpamaan demikian cocok banget sama dia.

Kepuasanku melihat dia kesakitan karena satu pukulanku ke lengannya sedikit meredakan kekesalanku. Barangkali cowok ini kurang kena bogem jadi konsleting otaknya belum membaik. Yah, kali-kali aja pukulanku bisa memberinya sebuah pencerahan bahwa mulut itu harus dijaga.

"Gila. Sakit banget nih. Lo ngapain mukul gue sih?" Ganta si bangsul lagi mendelik.

Aku mengalihkan perhatianku pada udara di sekelilingnya. "Tadi ada nyamuk. Lo nggak lihat?" Aku menepuk belakang kepalanya hingga dia nyaris tersungkur ke depan. Kesigapan badannya patut diacungi.

Sebelum dia marah, aku buru-buru berseru kecewa, "Yah, nyamuknya terbang. Mana tu nyamuk?" Aku memicingkan mata dengan gaya serius ala Dora pas mencari Sweeper. Gimana ya, aku itu nggak cocok kalau menyamakan diri dengan Emma Watson pas jadi Belle yang lagi nyari bokapnya.

"Apaan sih?" gerutunya.

Aku melihat kesempatan. Aku melompat sekaligus menabrakan bahu ke badan si bangsul. Dia kembali terdorong. Kali ini ke belakang. Aku menepuk udara. Tentu saja, nggak ada nyamuk di sini.

"Heh, kend-" Dia menipiskan bibirnya. Mukanya jangan ditanya. Mirip seperti orang yang mau meledak.

Sekali akting, harus tetap akting. Aku berbalik sembari menunjukkan kedua telapak tanganku yang kosong dengan muka sedih. "Nyamuknya nggak ketangkap. Bapak nggak digigit nyamuk, kan?" Walau kesal nggak tertahan sampai rasanya ingin minta return keperawananku, aku nggak bisa mencak-mencak di depan mukanya. Pengen banget sih teriak di depan congor si bangsul, "WOY, LO YANG UDAH ANU-ANU GUE, SEMBARANGAN BANGET NGEBACOT GUE BELUM HAMIL! GINI-GINI GUE MASIH LAJANG WALAU BUKAN PERAWAN! GUE ITU BELUM NIKAH!"

Aku masih sadar sama posisiku yang lagi membayar transferan seratus jutanya. Kalau dia tersinggung terus minta uangnya balik, mau aku balikin pakai apa? Uangnya sudah aku kirim ke Bu Adem Sari untuk bayar hutang. Sisanya aku pakai melunasi hutang kulkas tiga pintu, sekalian nyetok tiga karung beras dan sisanya buat tabungan biar rekeningku nggak keseringan puasa. Kalian ngerasa nggak harga beras menanjak malah bikin nafsu makan nasi bertambah? Apa aku aja yang begitu?

Ganta mendengkuskan tawa sinis. "Makasih buat perhatian lo. Gue nggak digigit nyamuk, tapi gue kena seruduk panda."

"Panda? Mana pandanya?" Aku tahu maksudnya itu aku. Sesekali lah bertingkah tolol. Aku celingak-celinguk mencari si panda.

"Di sini pandanya."

"Maaaaaana?"

Ganta menarik lenganku. Aku yang nggak bersiap diri oleng, lalu menubruknya. Ganta menangkap kedua lenganku. Fyuh, aku nggak jatuh. Lega banget. Aku menjauhkan wajahku dari badannya saat itu ... aku ulang ... SAAT ITU aku sadar kalau lipstikku tercetak di kaos polo putihnya. Saking paniknya, aku menarik pinggangnya dan menempelkan wajahku ke bekas cetakan itu. Gimana nih? Baju Ganta nggak mungkin yang harganya seratus ribuan dapat tiga. Dari tingkat kelembutannya sudah ketahuan bahannya premium. Skenario terburuknya kalau dia tahu riasanku mengotori bajunya adalah dia minta ganti rugi sambil ngamuk. Sebagai senior cungpret, aku berpengalaman soal diamuk orang. Lain cerita soal ganti rugi. Jiwa cungpretku bergetar. Berapa kira-kira harga baju polo Ganta? Gope apa jutaan nih?

Whimsical LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang