32

1K 137 20
                                    

Bab 32

Niat hati mau nginep dan indehoy dengan Shella malam ini di hotel, malah berakhir tragis. Shella yang gue pikir akan setia, karena semua hal yang dia mau udah gue penuhi sebagai bukti keseriusan serta tanggung jawab gue, malah bikin gue kecewa besar waktu lihat keputusan yang dia pilih.

Dari pada capek diri berlarut-larut, mengemis sama cewek yang bahkan enggak bersyukur mendapatkan perlakuan seperti ratu, akhirnya gue putusin buat pulang aja. Bahkan kepergian gue pun enggak dipeduliin sama Shella, karena sekarang dia masih aja setia ngerangkul lengan tuh cowok. Akh, kampret lah! Baru kali ini gue ngerasain ditampar kenyataan yang menyakitkan. Gue pikir kenyataan bisa kalah sama uang juga, tahu-tahunya enggak.

Sambil mencoba hubungi lagi supir gue, embusan angin malam yang menerpa kulit muka seakan-akan lagi menguatkan diri ini biar enggak rapuh cuma karena cewek yang enggak tahu diri itu. Apalagi kalau dipikir-pikir gue masih muda, kaya raya, tampan dan rupawan, pastinya bakalan mudah dapat pengganti si Shella. Secara cewek mana yang nolak pesona gue? Termasuk uang gue yang bisa mereka dapatkan kapan aja. Gue yakin habis ini banyak yang antri buat daftar jadi cewek gue.

Hm, harus siap buat seleksi yang paling baik.

Alah, udah ngayal duluan. Padahal gue sadar betul perbandingan jumlah cewek di dunia ini jauh lebih sedikit dari pada cowok. Kalau endingnya gue harus berebut lagi sama cowok lain, gimana?

Sial! Kenapa jauh banget gue mikir sampai ke sana-sana? Berasa menjadi cowok yang paling disakiti aja?

Sebenarnya kalau gue mau flashback sedikit mengenai hubungan gue sama Shella, semua jelas diawali dengan rasa tanggung jawab. Gue yang pada saat itu enggak sengaja nabrak bokapnya sampai mati, akhir berusaha memberikan tanggung jawab untuk semuanya. Termasuk menikahi putri orang itu.

Coba bayangin aja, hampir 5 tahun gue coba cari Shella ke sana ke sini. Tapi setelah ketemu, dan pengen gue seriusin, malah dikasih kekecewaan begini. Ampun. Ampun.

Stop ngegalau enggak jelas. Karena enggak seharusnya gue sedih macem ini. Hidup gue masih tetap lanjut, sekalipun Shella bukan sama gue. Jadi stop ngegalau macam bocah kampung yang baru putus cinta.

Masih menunggu respon tuh supir yang tadi gue sempat suruh pulang, mata gue terpenjam sejenak. Dinginnya udara malam ternyata cukup segar untuk kondisi tubuh gue yang panas kebakar. Dan kalau gue rasain sekarang, ternyata menikmati udara dingin malam sendirian enggak seburuk itu.

Sekalipun ego gue masih enggak bisa kekontrol, karena tuh cowok bangsat berhasil rebut Shella dari gue, tapi dua pukulan tadi yang sempat gue kasih lumayan cukup untuk teguran buat dia. Mungkin kedepannya dia akan tahu sesakit apa ego seorang pria saat wanitanya diambil sama orang lain, padahal dia udah berusaha kasih segalanya. Walah, terlalu sadis caramu, BRO!

"Halo, Pak."

"Jemput saya sekarang."

"Ba ... baik, Pak."

Menunggu kedatangan supir gue, tanpa pikir panjang gue milih buat keluar dari hotel ini. Terlalu lama berada di sekitar Shella sama tuh cowok, takutnya emosi gue malah kepancing lagi. Sedangkan gue enggak siap kotorin tangan gue buat bikin tuh cowok babak belur.

***

Saat supir gue berhentiin mobil persis di depan pintu masuk rumah, entah kenapa dada gue kerasa sesak banget. Gue jadi serba salah mau pulang ke rumah akhir-akhir ini. Gue ngerasa enggak siap kalau harus ketemu sama nyokap gue. Padahal dulu enggak begini, tapi semenjak dia jadi gila, ngajakin gue threesome enggak jelas sama gigolonya, perasaan gue jadi enggak tenang. Gue takut sewaktu tidur, takut nyokap gue khilaf, terus grepe-grepe PB gue. Wah ... itu kacau sih kalau sampai kejadian.

Whimsical LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang