Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...------------------------------
Jika Regina bisa memilih antara bekerja dan menyiapkan perintilan pernikahan, maka Regina akan sangat lantang memilih untuk bekerja di banding harus mempersiapkan segala tetek bengek pernikahannya. Jujur, Regina lelah. Bahkan, rasa lelahnya dua kali lipat di banding dia harus berpose di hadapan kamera dan berganti-ganti baju ketika pemotretan.
"Lo cuman kebagian di suruh pilih gaun, cincin, seragam keluarga, bridesmaid, dan groomsmen doang, Re?" tanya Steffi yang ikut membantu dan menemani sang sahabat.
Regina mengangguk. "Yang lainnya Nickholas yang handle, termasuk WO. Palingan nanti gue cuman ikut meeting nya doang sama pihak mereka."
"Jujur, gue masih kaget banget kalau lo mau nikah. Kek, anjir sahabat gue gak angin gak ada hujan tiba-tiba mau nikah" heboh Steffi.
"Jangankan lo, Steff, gue yang punya diri aja masih gak nyangka kalau mau nikah. Mana nikahnya sama Nicholas lagi, target dare yang gak gue sangka-sangka bakal jadi suami gue" sahut Regina dengan helaan nafas panjangnya.
"Gue sih yakin yang kebelet nikah si Nickholas. Bener gak tebakan gue?" ucap Steffi dengan mata yang menyipit.
Regina mengangguk. "Lo tau sendiri target nikah gue paling enggak umur dua puluh delapan, ya paling mentok umur tiga puluh lah. Tapi, siapa sangka di umur gue yang ke dua puluh lima gue bakal jadi istri orang."
"Gak papa, Re. Umur dua puluh lima juga umur yang pas buat nikah. Lagian, kalau jodohnya udah dateng, mau nolak gimana pun, kalau itu udah waktunya lo, lo bisa apa? Terima aja udah" sahut Steffi. "Lagian, Re, nikah sama Nickholas gak bakal bikin lo hidup susah. Ingat, si doi pewaris, hartanya gak bakal habis sampai tujuh turunan sekali pun. Pokoknya hidup lo terjamin. Kita cewek-cewek bukannya matre, kita itu cuman realistis aja. Kalau di tanya mau hidup susah setelah menikah, ya jawabannya enggak lah. Gila aja, kita yang independen woman ini yang terbiasa hidup serba ada, serba mewah pas nikah hidup susah. Ogah."
Regina membenarkan seratus persen ucapan Steffi di dalam hatinya. Mana ada perempuan yang ingin hidup susah setelah menikah. Salah satu faktor perceraian di dalam rumah tangga yang sering terjadi ya karena faktor ekonomi tersebut. Banyak perempuan-perempuan di luaran sana yang sebelum menikah bisa hidup enak dan bisa membeli apapun yang mereka inginkan. Namun, setelah menikah kehidupan mereka berubah menjadi tiga ratus enam puluh derajat. Mereka yang sebelumnya terbiasa hidup enak dan bisa membeli apapun yang mereka mau, berubah menjadi serba irit dan bahkan hidup pas-pasan. Bahkan, mereka yang selalu menyempatkan waktu untuk melakukan perawatan, setelah menikah menjadi jarang atau bahkan tidak sempat melakukan hal itu sama sekali. Itulah mengapa kebanyakan perempuan di luaran sana rata-rata sedikit menyesali keputusan mereka untuk menikah dan lebih memilih untuk hidup sendiri. Dan, faktor lain yang mendukung terjadinya hal-hal seperti itu di dalam rumah tangga biasanya karena faktor salah dalam memilih pasangan. Perlu di garis bawahi, cinta tidak pernah salah, yang salah adalah sifat dan kelakuan dari manusia itu sendiri. Salah dalam memilih pasangan ada dua kemungkinan yang akan terjadi, tubuh yang babak belur atau hidup yang babak belur.
Dari itu semua, mari kita jabarkan seorang Nickholas Wardhana. Pendidikan? Sekelas keluarga Wardhana pasti pendidikan merupakan hal yang penting, terlebih Nickholas merupakan anak tunggal kaya raya. Karir? Jelas oke. Keuangan? Apalagi, sudah pasti tak berseri. Sifat dan kelakuan? Semuanya baik, minusnya hanya posesif dan tukang mengatur. Dari segi wajah? Bahkan, nenek-nenek sekalipun pasti akan mengakui bahwa seorang Nickholas Wardhana itu tampan. Bentuk tubuh? Tinggi 1,8 m, tubuh tegap, dada bidang, otot lengan kanan kiri oke. Roti sobek a.k.a perut kekar berotot nya? Jelas ada. Cinta? Katanya sih lelaki itu mencintai dirinya. Oke, masalah cinta biarlah urusan belakangan. Yang terpenting, dari semua kriteria yang Regina jabarkan tadi, sudah bisa di pastikan menikah bersama Nickholas tentu merupakan pilihan yang tepat. Sebab, Nickholas adalah lelaki potensial yang cocok di jadikan sebagai suami. Terlebih, usia lelaki itu sudah sangat pantas untuk menikah. Jadi, bersama Nickholas dia tidak perlu banyak menerima tawaran job model. Dia hanya perlu hidup santai sambil menikmati kemewahan dari lelaki itu. Bonusnya, dia bisa terbebas dari kedua orang tuanya yang otoriter. Ide yang sangat brilian sekali. Regina menjentikkan jarinya seraya tersenyum.

KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY LOVE || END
ChickLitAkibat dare yang Regina lakukan dua tahun lalu di salah satu club terkenal di Jakarta, perempuan dua puluh lima tahun itu harus mempertanggung jawabkan tindakannya dulu pada seorang laki-laki yang merupakan pimpinan dan pemilik dari agensi model yan...