Selamat membaca...
Sorry kalo ada typo...----------------------------------------
Hari ini adalah hari yang begitu menegangkan bagi Regina dan juga Nickholas. Pasalnya, hari ini adalah hari di mana mereka akan mengetahui jenis kelamin anak mereka. Iya, tidak terasa kandungan Regina sudah memasuki bulan yang ke lima, dimana di usia kehamilan tersebut, sistem reproduksi bayi sudah berkembang dengan baik dan organ genital bayi, seperti testis, skrotum, dan lainnya sudah mulai terlihat jelas. Oleh karena itu, di usia kehamilan inilah yang tepat bagi para calon orang tua untuk mengetahui jenis kelamin anak mereka.
"Kamu gugup gak sih, sayang?" tanya Regina menoleh pada sang suami yang tengah fokus mengemudi di samping kanannya.
"Jujur iya" jawab Nickholas.
"Iya kan? Aku juga gugup loh sekarang. Apa rata-rata calon orang tua yang pengen tau jenis kelamin anak mereka pada gugup kaya kita gini ya?" ucap Regina keheranan.
"Bisa jadi. Apalagi ini pengalaman pertama bagi mereka kan? Sama seperti kita" sahut Nickholas sambil sesekali menoleh ke samping kemudinya.
"Sumpah ya, selain gugup aku juga penasaran parah. Kira-kira apa ya jenis kelamin anak kita ini?" ucap Regina dengan mengelus permukaan perut buncitnya.
"Apapun jenis kelaminnya, aku berharap supaya anak kita dalam keadaan yang sehat dan gak kekurangan satu apapun" balas Nickholas dengan senyum di wajahnya.
Regina mengaminkan ucapan tersebut, dia juga berharap hal yang sama seperti suaminya.
Tak lama, mobil yang di kemudikan oleh Nickholas sampai di rumah sakit Ibu dan Anak, di mana rumah sakit ini adalah rumah sakit yang di datangi oleh Regina pertama kali untuk memeriksakan kehamilannya bersama Steffi dulu, dan akhirnya rumah sakit ini menjadi pilihan Nickholas untuk seterusnya melakukan pemeriksaan terhadap sang istri sampai dengan melahirkan. Tentu saja hal tersebut sudah terlebih dahulu di rundingkan oleh pasangan suami istri itu, dan karena berbagai pertimbangan, akhirnya mereka sepakat untuk melanjutkan pemeriksaan di sana.
Dengan sigap, Nickholas melingkarkan tangannya di pinggang sang istri dengan posesif. Nickholas memasang wajah tanpa ekspresinya ketika memasuki lobi rumah sakit. Regina? Jangan di tanya, wanita hamil itu kini memasang senyum manisnya ketika sesekali ada orang yang mengenali dan juga menyapanya ramah.
Saat sudah di dalam lobi rumah sakit, beberapa staff rumah sakit yang sudah sering bertemu dengan pasangan itu pun mengantar keduanya langsung untuk menuju ke ruangan dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi. Untungnya, karena mereka sebelumnya sudah membuat janji temu untuk memeriksakan kandungan, tanpa mengantri mereka langsung di persilahkan masuk ke dalam ruangan tersebut.
Di dalam ruangan, Regina langsung di persilahkan berbaring di atas ranjang dan dokter wanita yang ada di sampingnya mengoleskan sebuah gel di atas permukaan perut buncit tersebut. Regina bisa merasakan sensasi dingin menyentuh kulitnya ketika gel tersebut di oleskan di atas perutnya yang buncit. Setelahnya, sebuah alat di taruh di atas permukaan perutnya dan mulai bergerak ke sana kemari.
"Nah, ibu, bapak, bisa di lihat ya di layar monitor perkembangan janinnya sudah terbentuk."
Interupsi dari dokter wanita tersebut berhasil membuat Regina dan juga Nickholas memfokuskan mata mereka ke arah tunjukkan wanita paruh baya itu. Baik Regina dan Nickholas, keduanya sama-sama terdiam sambil memandangi takjub ke arah layar monitor yang memperlihatkan anak mereka yang sudah berbentuk dengan begitu jelas. Jadi, wujud yang selama ini ada di dalam perut besar itu seperti ini pikir keduanya.
"Jenis kelamin anak kami sudah bisa di ketahui kan, dok?" tanya Regina dengan perasaan yang membuncah.
Sang dokter tersenyum dan mengangguk. "Jenis kelamin anak ibu sudah bisa untuk di ketahui. Sebentar" sang dokter pun kembali menggerakkan alat yang berada di permukaan perut buncit Regina. "Wah, sepertinya ayahnya akan ada saingan nih."
Regina dan Nickholas serempak menatap ke arah dokter dengan wajah terkejut.
"Maksud dokter jenis kelamin anak kami laki-laki?" tanya Regina dengan jantung yang begitu berdebar.
Sang dokter tersenyum dan mengangguk. "Iya, jenis kelamin anak ibu dan bapak adalah laki-laki. Selamat ya, bu, pak. Bayinya sehat ini, perkembangannya juga bagus."
Perasaan senang dan terharu menjadi satu di dalam hati pasangan suami istri tersebut. Bahkan, senyum di wajah keduanya terpatri dengan begitu sempurna ketika mendengar perkataan dari sang dokter. Setitik air mata jatuh membasahi pipi Regina. Jujur, dia benar-benar begitu bahagia saat ini. Anaknya yang ada di dalam kandungannya berjenis kelamin laki-laki dan anaknya sehat. Oh god, rasanya dia tak sabar untuk menantikan anak mereka lahir ke dunia ini.
Persetan dengan gengsi, Nickholas menatap layar monitor yang ada di hadapannya dengan mata yang berkaca-kaca. Anaknya dan juga Regina tumbuh dengan sehat dan dengan baik di dalam sana. Ah, ini kah rasanya perasaan ayah-ayah di luaran sana ketika pertama kali melihat sosok anak mereka yang ada di dalam kandungan istri mereka? Hal ini bahkan lebih membahagiakan berjuta-juta kali lipat di bandingkan dengan dia yang meraup hasil besar dari agency miliknya.
"Dok, saya nanti bisa melahirkan secara normal atau enggak?"
Suara dari Regina berhasil membuat Nickholas mengalihkan perhatiannya kepada sang istri.
"Kalau untuk sekarang, saya belum bisa memastikan apakah ibu bisa melahirkan dengan normal atau tidak. Untuk memastikan hal itu, kita harus melakukan pemeriksaan kehamilan lebih lanjut dan memantau kondisi ibu serta janin sampai cukup bulan untuk melahirkan. Tapi, kita berdoa saja semoga ibu bisa melahirkan dengan normal" jelas sang dokter tersenyum.
Regina mengangguk mengerti. Sebenarnya Regina tidak masalah jika nanti dia melahirkan normal ataupun caesar. Baginya, baik normal ataupun caesar adalah hal yang sama, keduanya sama-sama berjuang untuk melahirkan anak. Perjuangan seorang ibu dalam melahirkan seorang anak tidak di pandang dari cara dia melahirkan, namun bagaimana cara dia berjuang dan bekerja keras untuk melahirkan anak mereka agar bisa menghirup udara di dunia ini.
Berbeda dengan Regina yang saat ini terlihat begitu santai juga rilex, Nickholas justru merasakan perasaan takut. Nickholas pernah membaca sebuah buku di mana di buku itu tertulis kalimat yang mengatakan bahwa, perjuangan seorang ibu untuk melahirkan anak yang mereka kandung ke dunia ini bukanlah sebuah perkara yang mudah. Para ibu tersebut harus berjuang di antara hidup dan mati mereka. Hanya ada dua pilihan di saat itu terjadi, pertama, sang ibu selamat dan dapat melihat bagaimana rupa sang anak yang telah di perjuangkan untuk lahir ke dunia serta hidup bersama dan berkumpul bersama suami serta keluarganya. Kedua, entah ibu atau bayi mereka yang pergi dari dunia ini dan meninggalkan luka yang begitu besar untuk orang-orang yang dia tinggalkan. Mengingat kalimat tersebut, Nickholas benar-benar di landa dengan perasaan takut, cemas, serta khawatir. Dan, jika di suruh memilih di antara kedua pilihan itu, tentu dia akan memilih pilihan pertama. Pilihan yang wajar dan pasti pilihan yang akan di pilih oleh banyak orang di dunia ini. Nickholas hanya berharap, Tuhan benar-benar dapat mengabulkan pilihannya tersebut.
-bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
CRAZY LOVE || END
ChickLitAkibat dare yang Regina lakukan dua tahun lalu di salah satu club terkenal di Jakarta, perempuan dua puluh lima tahun itu harus mempertanggung jawabkan tindakannya dulu pada seorang laki-laki yang merupakan pimpinan dan pemilik dari agensi model yan...