[45]

1.9K 328 47
                                    

Lain dengan hal yang ditemui Alan di kursi tunggu didepan ruangan Serena. Dia menemukan orang yang hanya pernah dia temui sekali, yaitu ibu dari mantannya sewaktu SMP. Sedang duduk diluar ruangan dengan tangan saling menggenggam. Hampir Alan pergi tapi dirinya lebih memilih duduk dikursi ujung dan bermain game.

"Alan ya?" ucap perempuan itu memecah hening, Alan yang hampir masuk didalam gamenya langsung mengalihkan pandangan dan mengangguk mengiyakan.

"Iya tan."

"Sudah lama disini?"

"Habis pulang sekolah tan."

"Lea pernah cerita tentang kamu loh ke tante. Tante bahkan lihat foto foto kalian waktu SMP. Nggak terduga juga kalian akan ketemu lagi." ucapan itu sedikit mengusik Alan. Apakah memang begini cara memulai pembicaraan yang baik dan benar setelah semua yang terjadi disini?

"Haha. Iya tan."

"Kamu adalah teman laki laki pertama yang dikenalkan Velea ke saya. Dia selalu ceritain kamu dengan nada bahagia dan cerianya. Dia tak pernah seceria itu sebelum menyebut nama kamu. Saya sempet kepikiran waktu dia bilang kalian putus." sambung perempuan itu entah dengan nada apa Alan tak paham.

"Ooh iya, tan."

"Kamu dulu sayang dan cinta ke Velea?"

"Dulu. Iya."

"Bahkan Velea masih sayang dan cinta sama kamu hingga saat ini. Dia menyesal sempat mengajak kalian berpisah, sempat berharap suatu waktu kamu akan mengajaknya bersama lagi. Ternyata semuanya semu, semuanya berantakan dengan hadirnya yang baru. Apa memang rumusnya yang baru akan selalu menggantikan yang lama atau bahkan menghapusnya."

Emily benar benar tak tau malu.

"Bagi saya bukan perihal baru atau lama, disini hanya melibatkan perasaan menghargai dan tentunya saling peduli. Tante pikir Velea peduli sama saya? dengan dia mengajak berpisah dengan alasan klise dia sudah tidak peduli dengan hubungan kami berdua. Jangan membawa bawa orang baru yang sekarang saya miliki. Itu adalah konsekuensi dari semua keputusan yang diambil anak tante sendiri." ucap Alan cukup panjang. Dirinya paling malas diajak bicara bab ini dan satu hal yang menyudutkannya.

"Velea mengambil keputusan itu karena demi masa depan dia dan kamu. Dia mau fokus untuk masuk perguruan tinggi, kamu juga baru siswa baru. Semuanya punya tujuan yang bagus, bukan hanya alasan keegoisan semata." saut Emily.

"Saya tidak peduli mau untuk masa depan saya atau bukan, yang saya tau kami sudah selesai. Mau saya disuruh membayangkan masa masa bahagia dengannya hasilnya tetap sama. Tidak ada rasa apapun,  tante tidak perlu repot repot membuat saya merasa dejavu. Saya sudah merasa sangat cukup memiliki Serena sekarang." ucap Alan tegas.

Ia tak pernah menyangka ada ibu ibu sejulid dan seabstrak ini. Bagi Alan seharusnya tidak begini, seharusnya tante Serena ini nggak seperti ini bahkan menceritakan hal hal yang sifatnya lampau. Selain Alan malas, ini juga tidak etis. Dirinya tidak terlalu suka ikut campur lebih dalam dengan permasalahan Tacenda-Emily/Velea-Keluarga Serena. Itu bukan ranahnya untuk ikut campur.

"Kamu seperti mereka ya? percaya semua hal tanpa mendengarkan dari pihak yang lain. Kamu terdoktrin hingga kamu merasa Velea tidak layak begitu? Velea adalah anak perempuan terbaik. Dia terdidik dengan baik Alan." ucap Emily. Alan hanya melihat emosi yang sangat tidak stabil dalam perempuan didepannya ini. Bagaimana bisa dia sesaat ramah, sesaat kemudian melihatnya sembari melebarkan mata.

"Saya tidak tahu permasalahan tante dengan keluarga Serena. Seharusnya kalau memang Velea terdidik dengan baik, tidak seharusnya dia masih cari cari saya dan mengusik hubungan baru saya. Tante seharusnya lebih dari paham bagaimana cara mempertahankan apa yang kita miliki." balas Alan.

Sense Of RythmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang