[5]

2.5K 250 25
                                    

Pagi ini Alan datang mepet dari biasanya, tempat parkir motor entah kenapa hanya sisa satu space saja. Ia sebenarnya sudah bangun seperti biasa, siap siap juga kaya waktu dia berangkat. Ternyata ban motornya kempes waktu ayahnya keluar mau panasin motor selagi Alan pakai sepatu. Saat itu juga langsunglah dibawa kebengkel buat dicari apa yang salah. Ya namanya pagi, bengkel juga pun buka juga masih nunggu siap siap. Dan setelah dicek cuma kempes bocor halus yang belum sampai sobek. Jadi harus ganti pagi itu.

Sampai kelas teman temannya sudah datang semuanya.

"Tumben Lan baru dateng?" tanya Jayden, Alan hanya meletakkan tasnya di meja. Kursinya sedang dibuat duduk oleh Emier.

"Bocor." satu kata sudah cukup memuaskan pertanyaan Jayden.

"Motor butut lo Lan?" saut Emier sembari berdiri dari duduknya.

"Bukan." motornya tidak butut makanya ia nggak jawab sejujurnya.

"Mending naik angkot sana daripada naik motor, nambah polusi." ucap Emier sebelum meninggalkan mejanya.

"Ya thanks sarannya."

Ah model Emier tak pernah ia pedulikan, selagi dia tak mengusik maka Alan akan tetap tenang. Kalau cuma diolok masih seperti itu kalau memang faktanya kenapa dia harus marah. Faktanya adalah ia naik motor.

"Lan, istirahat yang habis ini lo ada waktu?" tanya Serena to the point.

"Buat? modulnya nggak gue bawa." ucap Alan.

"Bukan, gue mau nanya beberapa hal aja. Bisa nggak?" Serena benar benar akan membuktikan kepada Hadden. Serena Nola cegil era.

"Oke."


Selama pembelajaran tak ada percakapan baik Alan maupun Serena. Bedanya, kalau Alan itu fokus pelajaran, kalau Serena fokus nyusun kalimat apa yang bakal dia keluarin pas nanti ngobrol sama Alan. Walaupun dia berpikir masa bodoh tapi dari lubuk hatinya dia khawatir akan jawaban Alan.

Ruang kelas hampir sepi, tinggal 3 orang kecuali Serena dan Alan yang masih ditempat. Alan sudah menolak ajakan Jayden Jake dan Serena sudah menyuruh 3 temannya untuk duluan.

"Ada apa?" tanya Alan lebih dulu. Alan juga penasaran karena Serena terlihat sangat serius.

"Lo ada pacar?" padahalll Serena sudah menyiapkan percakapan yang proper daripada ini. Tapi kenapa yang keluar harus pertanyaan model kaya gini? ah elah.

"Hah?"

"Tinggal jawab aja apa susahnya!" seru Serena, ini adalah cara untuk menyamarkan detak jantungnya yang disko pang pang.

"Lo seriusan? gunain waktu istirahat cuma buat nanya ini doang? hal kaya gini nggak wajib buat gue jawab." ucap Alan tenang tapi serius.

"Bahkan gue cuma nanya pertanyaan basic aja lo sulit jawabnya." balas Serena.

"Basic darimana? out of nowhere lo nanya kaya gitu untuk ukuran kita teman baru. Aneh." jawab Alan. Masuk akal juga sih.

"Jawab ajaa." pinta Serena kekeh. Dia harus bisa hari ini dan wajib hari ini.

"Nggak. Alasan lo nanya kaya gini buat apa?"

"Jawab dulu ntar gue kasih tau alasannya."

"Nggak penting juga sih tau alasannya jadi mending gue nggak jawab kalau gitu." ucap Alan santai tapi tetap duduk tenang dikursinya. Ia akan berdiri kalau pembicaraan selesai. Kalau masih mengambang seperti ini ia juga sabar menunggu.

Sreett..

"Gue nggak bercanda nanya hal itu Alan." tarik Serena ke tangan berbalut jam tangan hitam itu.

Sense Of RythmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang