[33]

2.4K 316 54
                                    

Alan ditinggalkan Nola sendiri diantara keluarga Tacenda. Kalau bahasa lebaynya, dia dikungkung singa singa ini mah. Dan memang dia sudah feeling, kakek buyut Serena mau ketemu itu pasti butuh sesuatu.

"Saya nggak mau permasalahan, kamu mantan anak itu sampai terpublish." pinta Adiwilaga.

"Maksudnya gini loh Alan. Kan kamu mantannya dia, sedangkan dia adalah anak dari keluarga Tacenda yang lain. Nggak etis kalau sampai orang tau kalau kamu ternyata setelah dari dia ke Nola. Iya kan?" saut Elea mengambil pembicaraan.

"Maaf tan, mungkin saya bisa diem aja. Tapi saya nggak tau gimana sama teman teman SMP dulu yang tau saya dengan Velea." jawab Alan. Dia dan Velea ya normalnya orang pacaran. Foto selfie bareng di up di medsos, ganti photo profil couple dan sejenisnya. Alan merasa tidak tau kalau jejak digital itu akan muncul lagi.

"Pak, menurut saya. Masalah ini kita selesaikan dulu, masalah papa yang publish Emily dan putrinya. Lagipula, kalaupun Alan diketahui sebagai mantan pacar anak itu, juga bukan masalah besar. Jejak digital sulit untuk dikendalikan." Andrew benar.

"Iya kakek. Kita liat dulu seberapa liar pembicaraan diluar sana baru kita urus Nola. Orang bahkan tau kalau mereka bertemu Nola di Naiad. Besok pasti waktu masuk sekolah Nola juga bakal jadi sasaran, Nova juga." Ethan juga tidak kalah benar.

"Kalian bertiga, sana ngobrol dibelakang. Pada main basket atau apa gitu, nanti mama panggil waktu makan. Okaaay?" suruh Elea. Alan langsung berdiri mengikuti Serena dan Hadden.

Mereka berjalan beriringan menuju belakang rumah yang benar saja ada lapangan basket yang mungkin bisa jadi lapangan apa aja. Buat bola juga bisa, basket bahkan tenis ini juga bisa.

"Kata Nova, kamu yang ditembak Nola?" ucap seseorang dari belakang Alan yang sedang mengawasi bentuk dan ukuran lapangan yang sangat luas ini. Dia terkejut, karena seseorang itu adalah orang yang dipanggil Serena sebagai Uncle.

"Itu dulu om." jawab Alan singkat.

"Lebih baik berhenti, Nola sepertinya tidak butuh cinta yang bahkan tidak bisa dibalas dengan layak." ucap orang itu tegas. Alan sebenernya merasa terbebani karena orang orang disekitarnya selalu mengatakan hal yang memiliki inti sama.

Sama sama mempertanyakan cinta atau sayang yang diberikannya kepada Serena. Mereka seakan tau apa isi hatinya dan mengungkapkan tanpa tau yang sebenarnya. Berkali kali Alan mengatakan kalau dia sudah suka, sudah sayang ke Serena. Tapi? siapa yang percaya? bahkan Serena selalu juga meragu akan dirinya.

"Bagi saya, yang tahu perasaan saya, cinta saya ke Serena ya saya sendiri om. Maaf kalau menyinggung." jawab Alan langsung.

"Jangan anggap serius hal itu, Nola kaya gitu karena dia baru pertama kali. Pertama kalinya merasakan seneng sama lawan jenis. Kalau dia udah bosen, semuanya selesai." ucap Ethan.

"Bagi saya, entah nanti Serena serius atau tidak, sekarang saya percaya kalau dia serius om."

"Kalau sampai Nola nangis karena kamu, lihat saja." sebuah kalimat penuh penekanan dari Ethan sebelum pergi meninggalkan Alan. Tak berselang lama Serena datang bersama Hadden.

"Uncle Ethan ajak kamu ngobrol apa?" tanya Serena to the point. Dia nggak buta dan dia nggak bodo amat, Serena sangat paham dengan sifat semua keluarga Tacenda. Apalagi om omnya.

"Biasa, kaya papa kamu diawal awal." jawab Alan jujur. Baginya dengan dia mengatakan ke Serena, hubungan mereka jadi sangat transparant. Kalaupun dia jawab enggak, yang ada makan hati.

"Udah ah jangan didengerin, mereka kan nggak tau aslinya gimana." usul Serena.

"Tapi semuanya demi kebaikan kamu."

Sense Of RythmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang