Justin membuat sebuah rencana, dia akan keluar dulu dari kafe lalu setelah sepuluh menit, baru aku menyusul. Saat ini aku dipenuhi dengan gairah semangat yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Sisa-sisa waktu yang berjalan jadi lebih mendebarkan.
Hanya saja, dua menit setelah Justin pergi, penguntitku pindah tempat duduk tepat di samping mejaku. Entah bagaimana orang itu bisa membaca situasi kalau ternyata dia sudah ketahuan. Bukannya merasa inferior dia malah semakin memperlihatkan dirinya.
Aku memesan satu kue stroberi agar terlihat akan lebih lama lagi menghabiskan waktu di kafe Dara, seperti biasanya. Aku telah melirik si penguntit beberapa kali karena merasa cemas. Apakah rencana yang tidak matang ini akan berhasil?
Aku membuka gawai untuk melihat menit yang tersisa. Justin dan aku sudah bertukar kontak sebelumnya. Dia meneleponku saat tiga menit lagi seharusnya aku keluar dari cafe Dara.
"Jennie, keluar aja sekarang," sarannya, "motor gue di sisi jalan, nih."
"Oke, mah, aku pulang sekarang," jawabku menjaga intonasi tetap normal tapi masih bisa terdengar oleh orang di dekatku.
Kue stroberiku datang tapi aku langsung membayar bill-nya. Kemudian berjalan sesantai mungkin meninggalkan tempat favorit tersebut. Aku sama sekali tidak menoleh ke belakang saat mempercepat langkah hingga akhirnya berlari tunggang langgang.
Samar-samar aku mendengar suara sepatu yang mengejarku dengan lincah. Jantungku berdebaran dengan penuh gairah. Aku bahkan tersenyum bersemangat.
Kini aku sudah melihat Justin dan dia segera turun dari motor lalu menggapai tanganku yang terentang ke arahnya. Kemudian dia memegang kedua ketiakku seperti aku adalah anak berusia lima tahun lalu mengangkat dan mendudukkanku di atas motor besarnya begitu saja, dia sendiri langsung menggas motornya setelah naik.
Hal ini membuatku agak terpana.
Aku mengacungkan jari tengah ke orang yang gagal menghentikan aksiku. Rasanya puas sekali membayangkan aku bisa membuat Jerico kesal, karena aku bisa lari dari orangnya. Aku menatap ke depan, ke kepala Justin yang ditutupi helm, sambil tersenyum senang.
***
"Lo ngapain bawa gue ke sini?"
Aku turun dari motor dan melihat sebuah penginapan di depanku. Aku sudah tidak bisa berpikir positif tentang Justin. Apakah aku terjebak ketipuan seorang pria lagi?
"Lha, elo ngapain naik motor gue?" Justin terlihat culas, masih duduk di motor. "Jelas-jelas kita mau ngilangin masalah lo, kan?"
Aku menggertakkan gigi, menatapnya sengit, "Berengsek. Jadi, elo udah rencanain semua ini?"
Justin turun dari motor lalu berdiri di hadapanku dengan wajah tengil.
"Mulanya, gue cuma kagum sama kecantikan elo ini, Jenn," puji Justin sambil membelai sebelah pipiku. "Tapi ternyata elo itu cuma jablay."
Aku menepis tangan Justin dengan jijik. Mengapa aku salah mengartikan semua orang yang kuanggap baik?!
"Apa maksud lo ngatain gue jablay, hah?!" teriakku marah.
"Lo begituan ama tiga cowok sekaligus di UKS! Apalagi kalau bukan jablay?!" bentak Justin.
Aku tercengang. Siapa orang yang sudah memfitnahku begitu kejam?
"Ternyata, elo suka di gangbang, ya. Tenang aja, Jenn. Gue gak sendiri, kok. Masih ada cowok-cowok lain yang bisa elo pake, termasuk orang di kafe tadi."
Haha. Aku tertawa kering dari dalam. Jadi, orang itu adalah pesuruh Justin. Pantas saja dia menunjukan diri agar aku merasa takut dan tidak segan mengikuti majikannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/371362042-288-k670390.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kakak Tiriku Villain
Novela JuvenilTAMAT Season 1: Cinta yang penuh manipulasi dan konflik keluarga. Ada banyak alasan kenapa Jerico melakukan hal hina itu pada Jennie, akan tetapi Jennie tidak pernah sampai pada kesimpulan kalau ternyata Jerico sangat mencintai dirinya. Bahkan peras...