Setelah mendapat perawatan kini kondisi Gulf sudah jauh lebih baik, dan beruntung lagi kondisinya baik-baik saja tidak ada yang perlu di hawatir kan tentang kondisinya, namun Gulf tidak boleh stress dan terlalu lelah ia harus banyak istirahat.
"Apa kau tidak ingin melihat kondisi putramu? Dia membutuhkanmu Dav dia membutuhkan pelukanmu," Mark sedikit menghapus air matanya saat bicara dengan istrinya.
"Tolong jangan keras terhadapnya, kau tau bahwa kita akan menjadi seorang kakek dan nenek di usia kita yang masih muda, bukankah itu sangat lucu," Mark tertawa kecil saat membayangkan cucunya berlari kearahnya dan memanggilnya kakek.
"Saat cucu kita lahir nanti dan mereka sudah besar memanggil kita dengan sebutan kakek dan nenek, bukankah itu sangat mengemaskan?"
Rasanya hati Davikah semakin sedih saat mendengar apa yang di katakan oleh suaminya, bagaimana semua ini bisa terjadi secepat ini, pikirnya.
"Kau benar aku harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada putraku, dan akupun sudah menjalankan tugasku sebagai seorang Ayah untuk anak ku, maafkan aku Dav jika selama ini aku tidak mau mendengar apa yang kau ucapkan, tapi mau apa di kata semuanya sudah terjadi nasi pun sudah menjadi bubur dan tidak bisa aku kembalikan menjadi butiran nasi lagi,"
Terdengar lirih suara tangisan yang Davikah dengar, selama mereka menikah Davikah baru mendengar suara tangisan suaminya yang begitu pilu dan menyedihkan, dengan perlahan Davikah pun menghampiri suaminya dan memeluknya erat.
"Jangan menyalahkan diri Papi sendiri, ini salah kita berdua yang tidak bisa menjaga putra kita dengan baik,"
"Tidak, ini salahku karna tidak pernah mendengar apa yang kau katakan,"
"Seperti yang Papi katakan, semuanya sudah terjadi nasi sudah menjadi bubur dan tidak dapat menjadi butiran nasi kembali, semua harapanku pupus saat ingin melihat putraku menjadi seorang pemimpin perusahaan milik kita,"
Ya, keinginan Davikah hanya satu melihat putranya memimpin perusahaan milik suaminya yang mereka bangun bersama sejak dua puluh tahun yang lalu, tapi sekarang itu tidak akan pernah terjadi harapan tinggal harapan dan kini mau tidak mau ia harus menerima kenyataan yang ada, dan ia pun harus segera menikahkan Gulf dengan Mew karna memang itu sudah jalanya, lalu apa yang harus ia katakan pada Zee tentang semua ini.
"Pergilah melihat putramu, ia hanya ingin memelukmu, dengarkan apapun yang ia katakan, dan jangan memarahinya,"
"Tolong antar Mami menemuinya Pap, aku ingin melihat keadannya,"
Dengan perlahan Davikah turun dari atas brankar, walaupun keadaannya belum terlalu baik tetap saja ia akan melihat keadaan putranya, Davikah berjalan dengan perlahan menyusuri lorong dan melewati dua kamar agar ia sampai di kamar yang Gulf tempati, saat membuka pintu kamar itu Davikah melihat jika Gulf tengah berbicara dengan Mew.
"Pasti sakit?" Ucap Gulf dengan mengusap jawah Mew yang terlihat sedikit babak belur.
"Tidak sayang,"
"Jangan bohong dad, maafkan aku karna ku Papi menyakitimu,"
"Tidak apa-apa, ini hanya hadiah kecil dari Papi mu,"
"Tapi tetap saja harusnya Papi tidak menyakimu, nanti aku akan bicara pada Papi supaya minta maaf pada daddy,"
"Semua ini bukan salah Papi mu, dan sudah sangat wajar jika Papi mu marah padaku, karna ini bentuk kasih sayang nya terhadapmu, sudah jangan menangis terus kasihan baby nanti dia akan ikut sedih,"
Gulf pun memeluk Mew, dan saat itu juga ia melihat Papi dan Mami nya sedang berdiri di depan pintu.
"Mami!"
