50. Hari Ketiga

1 0 0
                                    

Stave terkekeh pelan setiap kali dia mendengar suara Theodore yang tetap dingin itu tidak pernah berubah sejak pertama kali mengenalnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Stave terkekeh pelan setiap kali dia mendengar suara Theodore yang tetap dingin itu tidak pernah berubah sejak pertama kali mengenalnya. Dia terdiam sejenak, dengan wajah menengadah pada langit yang mulai gelap.

"Apa rencanamu Theodore Woolf?" tanya Stave tiba-tiba, membuat Theodore langsung menoleh padanya.

"Mungkin mengambil kembali apa yang menjadi milikku," ucapnya dengan nada yang terdengar tengah berpikir, tapi sayangnya wajahnya tidak terlihat demikian.

"Hahaha! Apa kau akan menjatuhkan adikmu untuk kesekian kalinya?" tebak Stave yang tentu dua dapat melihat pancaran kebencian pada mata Theodore.

"Aku rasa, kali ini aku akan membunuhnya. Tapi kali ini, aku ingin melihat klan Woolf sebelum kembali padaku," balas Theodore dengan tenang.

Stave kembali terkekeh, lantas diam tanpa mengatakan apa pun lagi. Begitu juga dengan Theodore yang sejak tadi hanya melihat ke depan dengan tatapan yang seolah tengah melihat ke tempat yang begitu jauh. Sayangnya tidak ada yang tahu dengan apa yang dilihat Theodore saat ini.

Suasana malam itu menjadi hening, hanya suara jangkrik dan gemericik air danau terdengar merdu. Hingga Stave bosan duduk terus menerus, dia berdiri memperlihatkan punggung dan tubuhnya yang menawan dan tinggi itu. Rambut panjangnya berkibar begitu indah. "Theodore, aku akan pergi istirahat. Sampai nanti," ucapnya yang langsung menghilang dari hadapan Theodore.

Theodore hanya diam, entah pergi kemana Stave saat ini. Tetapi yang pasti dia masih berada di pulau, karena besok sore barulah mereka bisa keluar dari pulau ini. Matanya melirik ke arah lain, lantas dia bangkit dari tempat duduknya. Dengan perlahan membawa kedua kalinya melangkah dengan perlahan.

Setelah berdiam diri cukup lama, dia merasakan aura dingin yang samar-samar. Hingga setelah beberapa jam berjalan, akhirnya dia menemukan sebuah tanah es dengan cuaca bersalju dengan udara yang begitu dingin. Ini adalah cuaca dingin ekstrim yang bisa meningkatkan kekuatan es nya dengan menyerap energi dingin di sini.

"Aku tidak tahu tempat ini telah begitu berubah. Tapi, aku tidak bisa bergabung dengan mereka saat ini," gumam Theodore saat melihat beberapa anak muda yang mulai memasuki tempat tersebut. Sedang yang merasa tidak sesuai meninggalkan tempat tersebut, dan mencari tempat lain untuk berlatih dan mengambil keuntungan dari pulau ini.

Begitu juga dengan Theodore yang memilih untuk meninggalkan tempat ini, dengan niat kembali setelah mengelilingi pulau. Tubuhnya langsung melesat di udara. Penglihatannya tajam dalam beberapa kilo meter. Kemudian dia melangkahkan kakinya dengan satu langkah saja dia bisa sejauh 5 meter.

Setelah melangkah cukup jauh, kali ini Theodore menyipitkan matanya saat mendapati tanah yang begitu panas. Di sana ada gunung dengan lahar yang terus mengalir keluar darinya. Bahkan dalam jarak beberapa meter dapat merasakan panasnya tempat itu. Pandangannya pun beralih pada beberapa anak muda di sana yang tidak berani menginjakkan kakinya, bahkan dia yang berani langsung terbakar habis saat memasuki wilayah tersebut.

Immortal and The Beast Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang