Sore hari Rena baru saja selesai membantu Lea mandi. Gadis kecilnya itu kini terlihat cantik juga wangi. Selagi Lea memilih jepit dan ikat rambut yang akan dipakainya sore ini, dengan perut besarnya Rena melangkah penuh hati-hati masuk ke dalam kamar mandi untuk membereskan bekas mandi Lea. Namun naasnya meski sudah sangat berhati-hati, lantai kamar mandi yang licin membuat Rena tak bisa nenjaga keseimbangannya. Diiringi jeritan tertahannya Rena jatuh terpeleset dengan bokong menghantam kuat dinginnya lantai kamar mandi. Seketika itu juga Rena merasakan nyeri dan kram hebat menjalar di perutnya.
"Shh..." Ringis Rena, ia mencoba bangkit tapi rasanya sangat sulit. Perutnya juga semakin terasa menyakitkan. Sampai tak lama bisa Rena rasakan ada sesuatu yang basah mengalir dari sela pahanya.
"Darah" gumam Rena. Pandangannya tiba-tiba memburam, tubuh Rena bergetar lemas melihat darah mulai merembes keluar dari sela pahanya dan kini mengotori lantai kamar mandi yang ia duduki.
"Kakak Lea" Dengan suara tercekat Rena mencoba memanggil Lea yang tadi ia tinggalkan di kamar.
Mendengar panggilan sang Bunda, Lea yang tadi sedang mencari peralatan make up milik sang Bunda yang entah disembunyikan dimana, dengan segera berjalan menghampiri Bundanya itu.
"Bunda!" Gadis kecil itu dibuat memekik kaget melihat keadaan sang Bunda saat ini.
"Bunda..." cicit Lea, dengan suara bergetar. Meski terlihat ketakutan melihat banyaknya darah yang mulai menggenang di sekitar sang Bunda, Lea mencoba berjalan mendekati Bundanya itu.
"Kakak jangan nangis, tolong ambilin handphone di dalam kamar Bunda" ucap Rena, dengan nafas tersenggal menahan nyeri. Satu tangan Rena gunakan untuk mengelus perut sedangkan yang satunya lagi ia gunakan untuk menyangga tubuhnya.
Lea balas dengan anggukan kepala perintah Bundanya itu, tanpa banyak kata Lea berlari menuju kamar kedua orangtuanya, sampai tak lama bocah itu kembali dengan membawa ponsel milik sang Bunda.
"Tolong Bunda, coba telpon Papa, ya, Kak" perintah Rena. Beruntungnya Lea sudah mengerti caranya menelpon.
"Enggak nyala, Bunda" ucap Lea sambil menunjukan layar ponsel ditangannya yang masih gelap meski sudah Lea tekan-tekan tombol powernya. Rena mendesah frustasi, semalam ia lupa mencharger ponselnya, pasti ponselnya itu kini kehabisan daya.
Rena tak tau harus bagaimana lagi, pikiramnya sudah buntu, tubuhnya sudah terasa semakin lemas.
ART-nya sudah pulang, penjaga rumahnya juga sedang izin pulang dan kini ia hanya berdua dengan Lea di rumah. Berteriak meminta tolong juga rasanya percuma karena Rena tahu para tetangganya yang rata-rata pekerja pasti tidak ada di rumah, teriakannya juga mustahil terdengar. Rena hanya bisa berharap Revan, Rayi ataupun Baby bisa segera pulang.
"Sini, Kak. Peluk, Bunda" Rena melambaikan tangannya meminta Lea yang wajahnya terlihat sangat tegang dan ketakutan untuk mendekat. Saat masuk ke dalam dekapan Bundanya barulah tangisan yang sejak tadi gadis kecil itu tahan keluar juga, Lea menangis kencang sambil memeluk tubuh lemas sang Bunda, tak memperdulikan kini tubuh kecilnya juga terkena darah yang menggenang disekitar tubuh Bundanya.
Rena juga ikut menangis sambil memeluk erat tubuh putri kecilnya. Rena belum siap dan tak akan pernah siap jika ini adalah kesempatan terakhir ia bisa memeluk tubuh putrinya. Suami dan anak-anaknya masih sangat membutuhkannya. Rena masih ingin melihat anak-anaknya sampai mereka dewasa dan nanti memiliki kehidupan sendiri. Rena tak bisa meninggalkan semuanya sekarang.
Rena juga tak mau membuat Revan harus merasa kehilangan kembali untuk yang kedua kali, dan yang paling penting Rena belum mengatakan kepada Revan jika ia juga sangat mencintai suaminya itu. Rena masih ingin hidup agar Revan bisa mendengar langsung dari mulutnya jika ia juga mencintainya.
Pandangan Rena sudah memburam dengan nafas tersenggal hebat. Belitan tangannya di tubuh Lea juga tak seerat sebelumnya karena ia tak memiliki tenaga lagi untuk itu.
Disela tangisnya Lea juga sedang ikut berpikir, otak kecilnya sedang mencari cara bagaimana untuk menolong Bundanya. Sampai tiba-tiba Lea terpikirkan sesuatu, dengan cepat Lea bangkit berdiri hingga tubuhnya terlepas dari dekapan tangan sang Bunda.
"Kak..."
"Bunda tunggu disini, aku mau cari bantuan" ucap Lea disela isakannya. Kaki kecilnya melangkah cepat keluar dari kamar mandi.
"Kak mau kemana?" Dengan sisa tenaganya Rena berteriak mencoba memanggil sang putri tapi gadis kecil itu sudah berlalu keluar. Entah apa yang akan Lea lakukan.
Rena benar-benar sudah tidak bisa menahan rasa sakit yang ia rasakan. Ia mengerang sambil memegangi perut besarnya. Perlahan namun pasti merasakan kesadarannya menghilang. Tapi, sebelum semuanya berubah gelap di dalam otaknya tergambar jelas bagaimana senyuman bahagia di wajah suami dan ketiga anaknya. Apapun hal terburuk yang bisa saja terjadi nanti, ia hanya meminta semoga bayi yang ada dalam kandungannya masih bisa selamat.
Sedangkan di luar sana masih sambil menangis sesenggukan Lea tampak kesulitan membuka gerbang rumahnya yang sangat berat. Lea mencoba memanjat tapi pagar rumahnya itu sangat tinggi. Gadis kecil itu berinisiatif melambaikan tangannya keluar sambil berteriak saat melihat mobil milik tetangganya melintas.
"Om, Om Ali" Lea berteriak memanggil sorang pria dewasa yang tadi melintas dengan mobilnya kini sudah berhenti tepat diseberang sana.
"Om tolong!"
"Kenapa, Le?" Tanya lelaki yang tadi Lea panggil sebagai Om Ali. Tetangga yang sering Lea sambangi rumahnya karena pria itu memiliki banyak kucing di rumahnya.
"Bunda Lea, Bunda Lea di dalam berdarah" Sambil terisak-isak Lea mencoba menjelaskan, tangan kecilnya menunjuk ke dalam rumah tempat Bundanya berada.
"Kenapa bisa?" Tanya Ali, ikut panik menyadari tubuh Lea juga dipenuhi darah. Ali mulai berpikir macam-macam, mungkin saja di dalam sudah terjadi pembunuhan.
"Papa Lea ada rumah?" Tanya Ali, dengan mudah ia membuka pintu gerbang lalu menggendong Lea masuk ke dalam rumah.
"Enggak ada, Om" balas Lea, yang tangisnya masih sangat hebat.
"Bunda jatuh, Om. Tolongin Bunda Lea"
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time [21+]
ChickLit"Daripada sama dia, aku lebih baik jadi janda seumur hidup!" Sepenggal kalimat penolakan mutlak yang Rena katakan. Tapi, bagaimana bisa satu bulan kemudian ia malah sudah sah diperistri oleh Revano, seorang pria dari masa lalu yang sudah menorehkan...