Rena sedang membantu menyiapkan keperluan Revan, besok selama 3 hari suaminya itu akan pergi ke Ibu Kota untuk mengurus usahanya sekaligus mengisi sebuah acara seminar.
Sejak tadi Rena sudah melayangkan protesannya sebab Revan terus saja mengekor kemanapun ia melangkah. Bahkan kini, saat Rena duduk di kasur sedang memasukan pakaian Revan ke dalam koper, pria itu duduk di belakangnya dengan tangan melingkar di pinggangnya. Rena sudah kembali protes karena merasa risih namun Revan malah semakin berani dengan menjalarkan tangannya naik hingga telapak tangan suaminya itu kini menangkup kedua dadanya.
"Mas!" Jerit Rena, kesal. Pekerjaanya tak kunjung selesai karena terus diganggu oleh sang suami.
"Apa?" Gumam Revan, suaranya tertahan karena kini Revan dengan nyaman menenggelamkan wajahnya di leher Rena.
"Lepas, dulu!" Rena mencoba melepaskan belitan tangan Revan pada tubuhnya tapi bukannya terlepas dekapan tangan itu malah terasa semakin erat.
"Mumpung adek lagi sama kakak-kakaknya, Bun, Papa mau puas-puasin peluk Bunda sebelum kita berpisah" ucap Revan, mulai mendaratkan kecupan-kecupan singkat disepanjang bahu terbuka Rena.
"Lebay" gumam Rena.
"Tangannya jangan kurang ajar, ya" Rena kembali menjerit protes karena kini kedua tangan pria itu semakin berani menyentuh titik-titik sensitifnya.
"Pegang sedikit, udah lama Papa enggak pegang"
"Udah sana keluar, temuin anak-anak kamu!" Perintah Rena yang tentu saja tak Revan dengarkan.
"Kangen emut dada kamu" ucap Revan yang kini sedang asik meremas dada Rena yang terasa mengeras.
"Ngalah dulu dong sama anak!"
"Padahal setelah susuin adek, Bunda bisa langsung susuin Papanya" ujar Revan, tak mau kalah.
"Masss!" Geram Rena.
"Udah sana keluar!""
"Mau nyusu dulu" pinta Revan, dengan sedikit paksaan membalik tubuh Rena hingga kini mereka sudah duduk saling berhadapan.
"Dada kamu kenceng banget, Bun" ucap Revan, dengan mata berbinar kesenangan ia menatap dua bongkah dada besar Rena yang masih tertutup oleh baju yang istrinya itu pakai. Semenjak menyusui Lea dada Rena semakin besar saja namun sayang Revan tak memiliki akses bebas menyentuh dada itu seperti sebelumnya.
"Papa mau nenen dada Bunda sebentar, ya, sebagai obat kangen dua hari kan kita enggak ketemu" pinta Revan memelas, kini ia bahkan sudah menenggelamkan wajahnya di antara kedua dada besar istrinya itu.
"Hm, ya udah" balas Rena, mengalah. Tak tega juga melihat tampang menelas yang suaminya berikan.
Mendengarnya binar kesenangan kembali tampak dari wajah Revan. Pria itu melumat sekilas bibir istrinya sampai sesaat kemudian tangannya mulai terulur untuk melepaskan kaitan kancing dari dress yang Rena pakai. Baru satu kancing berhasil Revan loloskan, kedua orang itu dibuat kaget mendengar deheman suara seseorang. Keduanya dengan kompak menoleh ke sumber suara, dan di ambang pintu terlihat Rayi tengah berdiri sambil menggendong Lea yang sudah tertidur.
"Ehem"
"Adek tidur" ujar Rayi disertai cengiran khasnya.
Rena yang semula terdiam kaget dengan cepat kembali mengancingkan dua kancing bajunya yang sebelumnya sudah berhasil Revan lepaskan. Setelahnya Ren bergerak berjalan menghampiri Rayi.
"Adek tidur, ya" gumam Rena, untuk menghilangkan sedikit kegugupannya.
"Tadi Baby kasih minum ASI yang ada di dalam kulkas, Bun" jelas Rayi yang hanya Rena balas anggukan mengerti. Dengan hati-hati Rena meraih tubuh gempal Lea dalam gendongannya kemudian menidurkan Lea di box bayinya.
"Sorry, Pa. Enggak tau" ucap Rayi sambil lalu, saat melihat wajah masam yang Revan tunjukan padanya.
"Salah sendiri pintunya enggak kamu tutup" Rena menggerutu sebal, ia tak sadar jika pintu kamar mereka terbuka lebar. Untung saja Revan belum bertindak terlalu jauh.
"Ya udah aku tutup pintunya, kita lanjutin lagi ya, Bun" ucap Revan yang langsung Rena balas dengan gelengan kepala.
"Aku mau masak!" Ucap Rena sambil lalu meninggalkan Revan yang terdiam lesu ditempatnya.
****
Rena sedang menyusui Lea ketika terdengar suara Baby dari balik pintu kamarnya. Pintu langsung terbuka sesaat setelah Rena mempersilakan Baby untuk langsung masuk.
"Papa" ucap Baby sambil mengulurkan ponselnya yang langsung bisa Rena pahami. Pasti itu telpon dari Revan. Padahal Rena sengaja tak mengangkat telpon dari Revan karena baru sekitar 10 menit yang lalu pria itu menelponnya. Selama berada di Ibu Kota hampir setiap setengah jam sekali pria itu memang menelponnya.
"Ada apa?" Tanya Rena, langsung setelah menempelkan ponsel Baby ditelinganya.
"Telpon aku kok enggak kamu angkat?" Tanya Revan dari seberang sana. Mendengarnya membuat Rena hanya bisa memutar bola matanya jengah.
"Mau ngapain lagi tadikan baru telpon"
"Kangen, denger suara kamu malah makin kangen" ucap Revan dengan suara manjanya, mati-matian Rena menahan untuk tidak berdecis sinis saat mendengar semua itu keluar dari mulut Revan.
"Aku telpon ke handphone kamu, harus di angkat temenin aku tidur" ujar Revan, setelahnya sambungan telpon diputus secara sepihak oleh pria itu.
"Papa kamu lebay banget" ucap Rena sambil menyerahkan kembali ponsel yang ia pegang kepada Baby.
Baby sendiri hanya tertawa pelak karena tadi ia mendengar percakapan Papanya dari seberang sana. Baby masih tak menyangka Papanya yang dulu ia kenal sebagai pria cuek kini bisa berubah menjadi sangat clingy.
Sampai tak lama ponsel yang Rena letakan di atas nakas berdering. Masih sambil menyusui Lea tangan Rena terulur untuk meraihnya, sudah bisa ditebak itu adalah panggilan dari Revan, namun kali ini yang masuk adalah sambungan video.
"Adek belum tidur, Bun?" Tanya Revan, yang langsung Rena arahkan kamera ponselnya pada Lea, mata bayinya itu sudah terpejam tapi mulutnya masih bergerak menyedot puting dadanya.
"Enak banget adek bisa bebas nenen kapanpun sama kamu" ucap Revan, diiringi desahan lesunya.
"Dua dada aku sekarang punya adek, kamu jangan macem-macem makanya" ujar Rena.
"Capek banget ya?" Tanya Rena, menyadari wajah sayu Revan. Seharian tadi memang Revan sudah melaporkan padanya apa saja kegiatan yang pria itu lakukan.
"Aku lagi ngocok, Bun" ucap Revan yang membuat Rena mengangkat sebelah alisnya tak mengerti.
"Ha?"
Sampai tak lama layar ponsel dihadapannya tak lagi menampilkan wajah Revan tapi menyorot pada penis Revan yang sedang pria itu puaskan dengan tangannya sendiri.
"Bantuin Papa, Bun" pinta Revan, dengan nafas terengah hebat.
"Gi-gimana?" Tanya Rena, mendadak gugup.
"Aku mau liat kamu puasin diri kamu pake alat itu"
"Tapi..."
"Please, Bun, enggak kuat"
"Ayo, Bun!"
"Oke" balas Rena, meskipun sedikit tidak yakin.
Rena melepaskan putingnya dari mulut Lea membuat putri kecilnya itu menggeliat pelan namun tak lama Lea kembali tertidur.
Setelah memastikan Lea benar-benar nyenyak dengan tidurnya, Rena mulai bergerak mengunci pintu kamar, kemudian ia meraih sebuah kotak berisi alat-alat yang dulu pernah ia gunakan untuk memuaskan dirinya sendiri di dalam lemari.
"Ayo, Bun, Papa udah enggak kuat!" Pinta Revan tak sabaran.
Rena menyimpan ponselnya di atas meja, dalam pengawasan Revan ia mulai melucuti satu persatu pakaian yang melekat ditubuhnya.
"Dipake alatnya, Bun, bayangin kontol Papa yang masuk ke dalam memeknya Bunda!"
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Once Upon A Time [21+]
Chick-Lit"Daripada sama dia, aku lebih baik jadi janda seumur hidup!" Sepenggal kalimat penolakan mutlak yang Rena katakan. Tapi, bagaimana bisa satu bulan kemudian ia malah sudah sah diperistri oleh Revano, seorang pria dari masa lalu yang sudah menorehkan...