Bab 24

17.4K 1K 46
                                    

Setelah menjernihkan pikirannya dengan berkeliling kota tak tentu arah Revan memilih kembali pulang ke rumah. Revan menyadari jika sikapnya tadi sangat berlebihan. Entah kenapa Revan sendiri tak mengerti, bagaimana bisa kata-kata jahat seperti itu keluar dari mulutnya.

"Bunda kamu mana?" Tanya Revan, pada Baby yang ia lihat tengah duduk sendirian di ruang tamu. Saat Baby mendongkak bisa Revan lihat jika wajah putrinya itu sudah banjir oleh air mata.

"Pergi, Bunda aku pergi pasti gara-gara Papa" balas Baby, berteriak marah di depan sang Papa.

"Sekarang bukan cuma Papa yang nyesel punya aku, aku juga nyesel punya orangtua yang jahat dan egois kaya Papa!" Baby yakin kepergian Ibu sambungnya itu pasti ada sangkut pautnya dengan sang Papa.

Setelah mengungkapkan kekecewaanya Baby berlari pergi menuju kamarnya. Baby menangis sendirian di dalam sana. Padahal ia baru meradakan kebahagiaan hidup dalam keluarga lengkap yang saling menyayangi, tapi Papanya itu merenggutnya. Entah apa yang terjadi tapi Baby yakin kesalahan Papanya kali ini pasti tak termaafkan bisa sampai membuat Ibu dan Kakak sambungnya memilih pergi dari rumah.

Baby masih mencoba terus menghubungi Rayi, ia ingin pergi menyusul tapi telpon dan pesan darinya tak kunjung pria itu balas.

Setelah berjam-jam kemudian barulah balasan tiba, Rayi hanya memberitahu jika kini mereka ada di rumah Kakek dan Neneknya. Awalnya Baby ingin langsung pergi menyusul tapi Rayi menahannya. Rayi berkata besok saja laki-laki itu yang akan menjemputnya. Meski sebenarnya sudah tak tahan berada di rumah, Baby memilih menurutinya.

*****

"Jangan tinggalin aku, Tante" Sambil menangis Baby memeluk erat tubuh Rena yang Rena balas dekapan gadis itu tak kalah eratnya. Tadi sepulang dari kampus Baby meminta kepada  Rayi untuk diantarakan ke tempat Rena. Baby tak mau pulang. Baby malas bertemu sang Papa, kali ini berbalik Baby yang memusuhi Papanya sendiri.

"Kalo kesalahan Papa kali ini memang enggak bisa Tante maafkan, kalian boleh bercerai. Asal aku ikut Tante dan Mas Rayi, aku enggak bisa pisah dari kalian!" Ucap Baby, disela tangisnya.

"Aku enggak bisa kehilangan Tante, aku sayang Tante!" Meskipun hanya Ibu angkat untuknya, Baby berani mengatakan jika rasa sayangkan kepada Rena lebih besar daripada rasa sayangnya kepada Papanya sendiri.

Mendengar ucapan Baby membuat dada Rena terasa sesak. Ia juga tak ingin semua berakhir seperti ini hanya saja kata-kata Revan sudah sangat menyakitinya. Ternyata setelah sejauh ini Revan masih belum seutuhnya menerimanya, semua ungkapan rasa sayang dan cinta dari mulut pria itu hanya kebohongan semata. Nyatanya ia masih belum bisa menggeser kedudukan Karin di hidup pria itu. Revan sendiri yang mengatakan jika ia bahkan tak sebanding dengan foto Karin, foto itu lebih berharga dibanding dirinya.

"Maaf ya, Nak. Tapi jujur Tante sudah enggak kuat" Rena berucap lirih, sudah Rena putuskan ia memilih berpisah, hal yang sudah seharusnya sejak awal ia lakukan.

****

Sore ini Revan datang ke rumah orangtua Rena. Meskipun Rena sudah menolak untuk bertemu tapi sang Papa memintanya untuk menemui Revan. Papanya itu memintanya untuk segera menyelesaikan masalah yang ada. Entah nanti Rena akan kembali ataupun memilih berpisah dari Revan, yang terpenting semuanya harus segera diselesaikan.

"Saya minta maaf" ucap Revan, mulai membuka suara.

"Re, aku minta maaf" Dengan wajah penuh sesal Revan menatap Rama dan Rena yang duduk dihadapannya. Bukannya iba, melihat wajah pria itu malah semakin membuat Rena merasa kesal.

"Untuk kesalahan yang mana?"

Pertanyaan Rama membuat Revan terdiam. Kalimat tanya itu seakan menamparnya, saking banyaknya kesalahan yang ia buat Revan sendiri tak tahu ia sekarang meminta maaf untuk kesalahan yang mana. Setelah Revan pikir sebelumnya ia juga belum meminta maaf secara langsung kepada orangtua Rena atas kesalahan yang selama ini pernah ia perbuat.

"Kesalahan saya terlalu banyak" balas Revan, lirih.

"Untuk apa saya maafkan jika kamu tidak bisa sadar dan selalu melakukan kesalahan yang sama, menyakiti putri saya?"

"Lagi-lagi kamu sia-siakan putri saya" ujar Rama, kekecewaan terdengar jelas sekali dari nada bicaranya.

"Saya minta maaf, Pa. Saya mengaku salah dan saya menyesalinya. Tolong kasih saya satu kesempatan untuk perbaiki semuanya" pinta Revan, memohon.

"Kesempatan apa lagi? Apa belum cukup kesempatan yang sudah saya beri?" Tanya Rama.

"Re, maafkan aku, ya. Aku ngaku salah, aku menyesal, sayang. Kembali ke rumah, ya. Aku dan Baby butuh kamu" kali ini Revan beralih menatap Rena yang hanya diam, rasa bersalah semakin besar ia rasakan ketika melihat wajah Rena yang tergambar jelas kesedihan disana.

"Enggak bisa, Mas. Secepatnya aku akan urus perceraian kita" ucap Rena, penuh ketegasan yang sebenarnya kini ia tengah menahan sesak di dadanya. Rena pikir perpisahan adalah jalan yang terbaik untuk mereka.

Revan menggelengkan kepala menolak itu. Dengan cepat pria itu bangkit mencoba menghampiri Rena, tapi Rena menghindar. Tanpa kata ia memilih pergi ke lantai atas menuju kamarnya.

Rena semakin mempercepat langkahnya saat mendengar suara tangisan bayinya dari dalam kamar. Ketika kamar dibuka bisa Rena lihat jika Rayi dan Arini sedang mencoba menenangkan Lea yang tampak menangis kencang.

Rena segera mengambil alih Lea dari gendongan Mamanya, ia coba susui bayinya itu tapi Lea menolaknya. Tangis bayi kecil itu malah terdengar semakin kencang hingga wajahnya kini sudah sepenuhnya memerah.

Dengan keadaan dirinya yang kini kurang baik ditambah melihat bayinya kini tak mau berhenti menangis membuat Rena tanpa sadar mulai meneteskan air matanya. Rena lelah, tapi seharusnya ia sadar jika ini konsekuensi yang harus ia dapat karena sudah berani-beraninya kembali bersama Revan.

"Adek nangis mungkin kangen sama Papanya, Re" ucap Revan yang tiba-tiba sudah berada di ambang pintu. Tadi Revan sudah meminta izin kepada Rama untuk menyusul Rena, dengan sedikit paksaan akhirnya mertuanya itu mengizinkan.

"Biar aku gendong, ya, sebentar aja" Revan berjalan semakin masuk untuk menghampiri istri dan anaknya.
Rena sendiri hanya diam saat Revan mengambil alih Lea dari gendongannya.

Revan menimang pelan bayi kecil dalam gendongannya itu. Tangan besar Revan memberikan elusan di dada Lea sambil membisikan kata-kata penenang untuk putri kecilnya itu. Secara ajaib perlahan tangis Lea mulai mereda. Revan masih tak berhenti memberikan elusan penuh kelembutan di dada Lea hingga pelan tapi pasti mata bayinya itu mulai tertutup. Dengan penuh sayang Revan mengelus bekas jejak air mata di wajah putri kecilnya.

"Sini!" Rena mencoba kembali mengambil alih Lea tapi Revan menolaknya.

"Sebentar, Re, aku masih kangen sama anakku" gumam Revan, meraih tangan kecil Lea kemudian ia beri kecupan-kecupan penuh sayang disana.

Rena sendiri memilih kembali duduk di atas kasurnya. Ia hanya diam sambil memandangi Revan yang seolah sedang melepas rindu dengan putri mereka. Rena sendiri memilih memalingkan wajahnya, ia tak kuat melihat itu.

Revan yang menyadari jika Rayi dan Arini sudah keluar dari kamar, memilih berjalan mendekati Rena. Masih sambil menggendong bayi kecil yang kini terlihat sangat nyaman tertidur di gendongannya, Revan mengambil duduk tak jauh dari Rena.

"Re..."

"Aku minta maaf"

"Aku sadar aku salah" ucap Revan, tapi Rena hanya diam tak menanggapinya.

"Kembali ke rumah ya, aku enggak bisa jauh dari kamu. Adanya kamu di rumah sangat penting untuk aku" pinta Revan, memelas.

"Halah!" Cibir Rena pelan, padahal belum lama pria itu mengatakan jika dirinya tak berharga untuk pria itu.

"Kamu enggak pikirin nasib anak-anak kalo sampe kita pisah? Lea juga masih kecil loh, Re"

"Anak-anakku jauh lebih bisa ngertiin aku, mereka pasti lebih baik lihat Bundanya bahagai dari pada sengsara hidup sama kamu!" Ucap Rena dengan tatapan sengitnya.

Rena segera meminta kepada Revan untuk meletakan Lea di box bayinya kemudian setelahnya ia memgusir pria itu keluar dari kamarnya.

Rena tetap teguh dengan keputusan awal, secepatnya ia akan ajukan gugatan cerai. Untuk apa ia hidup dengan pria yang menganggap kehadirannya tak jauh lebih berharga dari pada dua lembar foto yang telah usang itu.

***

Once Upon A Time [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang