Bab 25

17K 878 46
                                    

Tidur Rayi terganggu karena tangisan adik kecilnya yang berasal dari kamar sebelah. Meskipun matanya masih sangat lengket, Rayi memilih bangkit untuk pergi mengecek, barangkali sang Bunda kerepotan harus mengurus adik bayinya yang rewel seorang diri.

Rayi sudah mencoba mengetuk pintu kamar Bundanya itu tapi tak segera mendapat sahutan dari dalam. Khawatir terjadi sesuatu dengan Bunda dan adiknya, Rayi memilih langsung masuk saja.

Bisa Rayi lihat Bundanya masih tertidur seolah tak terganggu dengan tangisan keras yang Lea keluarkan. Dengan segera Rayi meraih Lea dalam gandongannya sambil mencoba membangunkan sang Bunda. Tapi, ia dibuat kaget saat menggendong Lea, ia merasakan suhu tubuh adik kecilnya itu sangat tinggi.

"Bun..."

"Bun bangun, Bun!" Rayi sampai berteriak karena Bundanya itu tak kunjung bangun, padahal Rayi tahu sekali jika Bundanya itu bukan tipe orang yang sulit dibangunkan. Barulah saat Rayi coba guncangkan, ia melihat mata Bundanya itu perlahan terbuka.

"Adek" gumam Rena, matanya seketika terbuka menyadari Lea yang ada dalam gendongan Rayi tengah menangis kencang.

"Ayo ke rumah sakit, Bun!"

"Kenapa?" Tanya Rena, yang belum sepenuhnya mengerti.

Rayi tak mengatakan apapun, tapi ia menyerahkan Lea dalam gendongan sang Bunda agar Bundanya itu bisa merasakan secara langsung bagaimana tingginya suhu tubuh Lea saat ini.

"Bunda siapin barang-barang Lea seperlunya, aku yang siapin mobil!" Ujat Rayi, dengan cepat berlari keluar.

Rena yang merasakan suhu tubuh putrinya sangat tinggi langsung dilanda kepanikan, tapi ia tetap mencoba berpikir tenang. Rena mengambil selimut kecil milik Lea untuk membungkus tubuh kecil putrinya itu kemudian dengan segera berlari menyusul Rayi.

****

Rena mengendarai mobilnya menuju rumah yang sempat ia tinggali dengan Revan, sebentar lagi Rena akan keluar dari sana karena keputusannya untuk bercerai dengan Revan semakin bulat.

Rena terpaksa menitipkan bayinya di rumah sakit bersama orangtuanya karena ia tak mau menunda-nunda lagi.

Mungkin karena lelah dengan semua masalah yang ada, semalam Rena sampai tidak mendengar bayinya sendiri menangis. Beruntungnya ada Rayi, putranya itu sangat sigap, bahkan Rayi yang dengan cepat bergerak membawa Lea pergi ke rumah sakit. Jika saja terlambat ditangani, Rena sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi pada putri kecilnya itu.

Suhu tubuh Lea sudah turun, dokter juga masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui apa yang terjadi kepada Lea. Revan sendiri belum Rena beritahu tentang keadaan putrinya itu. Rena sudah benar-benar malas berbicara dengab Revan, lagipula kemungkinan mereka bertemu di rumah sakit sangat besar karena tempat Lea dirawat sama dengan rumah sakit tempat Revan bekerja. Jika nanti bertemu, biarlah nanti Revan tahu dengan sendirinya.

Maksud Rena pergi ke rumah itu juga untuk mengambil barang-barangnya yang belum terbawa terutama berkas-berkas untuk mengurus gugatan cerainya nanti.

Selain itu Rena akan menjemput Baby, hari ini Baby memang membolos kuliah saat tahu jika Lea masuk rumah sakit. Sebenarnya sudah sejak tadi pagi Baby akan menyusul pergi ke rumah sakit tapi Rena menahannya. Rena merasa sudah tak punya kuasa lagi dengan rumah itu, ia harus meminta izin kepada sang pemilik rumah untuk masuk. Karena tak mungkin jika ia meminta izin kepada Revan, dengan adanya Baby juga sudah cukup.

Saat mobilnya melewati gerbang rumah, bisa Rena lihat jika Baby tengah menunggu di teras rumah.

"Papa kamu mana?" Tanya Rena, yang hanya Baby balas gelengan kepala disertai hembusan nafas kasarnya.

Once Upon A Time [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang