Follow IG: @rein_angg / FB: Rein Angg / FB Group: Rein Angg And Friends / TikTok:@rein_angg47
Termenung sendiri di atas ranjang besar sambil menatap nanar ke langit kamar. Otak Aragon tak habis pikir kenapa Arwen ingin dilepaskan, ingin bebas darinya.
“Bisa-bisanya dia ingin pergi dari sini? Memangnya aku tidak cukup membuatnya senang di sini, hah? Dia belanja ini itu hingga menghabiskan uangku hampir satu juta dollar.”
“Aku juga tidak pernah lagi menyiksanya di Kamar Bermain. Fucking what, aku bahkan tidak bisa menyiksanya ketika sempat bingung di atau bukan yang meracuniku!”
Menggaruk kepala, mengerutkan kening, “Lalu, kenapa dia sangat marah karena aku tidak segera melepaskannya dari sel bawah tanah? Apa dia pikir semudah itu bagiku untuk mengeluarkannya?”
“Kenapa dia tidak mau mengerti! Aku sudah mengatakan aku mencintainya! Aku sudah membuat malu diriku sendiri dengan menyatakan cinta padanya, fucking shit!”
Aragon terengah dengan wajah merah padam. Mengambil satu bantal, lalu menutupi paras tampannya yang kian diliputi rasa jengkel. “Untuk apa aku menyatakan cinta padanya saat di sel, huh?”
“Sesaat, jika diingat bagiku itu terasa cukup romantis. Tapi, bagi dia … apa itu hanya angin lalu? Fucking shit! Bisa dia minta lepas dariku? Dia pikir siapa dirinya!”
“Enak saja! Dia itu sejak awal tahananku! Dia itu sanderaku supaya Andre Constantine tidak berani kabur atau macam-macam sebelum penyelidikan hilangnya 80 kilogram-ku jelas adanya!”
Aragon mendadak duduk dengan napas mendengkus kasar. Pandang menyapu kamar hingga melihat sisi ranjang yang kosong. Biasanya ada Arwen sedang tertidur di sana pada malam hari hingga pagi.
Tubuh molek yang tak menggunakan pakaian setelah ia ajak bertarung ganas di atas ranjang. Di mana saat pagi akan terlihat sisa adegan pertempuran mereka semalam. Membuat pelayan harus terus mengganti sprei mereka di kala pagi.
Ada yang terasa tak nyaman saat melihat sisi kosong tersebut. Khayalnya berlarian pada momen di mana Arwen biasa ada di situ. Terutama, saat sang gadis memeluknya, tidur di dada bidangnya hingga matahari memasuki jendela kamar.
“Ini yang namanya rindu?” desis Tuan Besar Vincenzo menyimpulkan sebuah rasa pahit menggores kalbu. Perasaan ingin bertemu dan tidak kesampaian. Rindu … memang berat, bukan?
Terutama saat sang wanita sudah mengatakan ingin dilepaskan, ingin pergi darinya. Bagaimana kalau hal itu terus diutarakan? Bagaimana jika tidak ada lagi kemanjaan Arwen di atas ranjangnya?
Kembali merebahkan tubuh gagah dan menatap nanar pada atap bercat putih tulang, Aragon hanya bisa berdesis. “Fuck me ….”
***
Duduk sendiri di meja makan menikmati sarapan pagi bersama secangkir kopi pahit, satu buah surat kabar, dan segelintir kegamangan. Aragon tidak terlihat setenang biasa. Ada gurat kegelisahan tak bisa ditutupi.
“Petugas laundry datang mengantarakan jas Armani Anda, Tuan,” ucap Moreen memberi kabar sambil memperlihatkan jas sang majikan di tangannya. “Saya langsung taruh di kamar?”
“Hmmm,” angguk Aragon.
Tepat saat pelayan itu hendak meninggalkan ruangan, ia memanggil. “Moreen!”
“Ya, Tuan?”
“Besok Arwen akan kembali ke rumah ini. Rumah sakit menyatakan kondisinya sudah stabil dan cukup rawat luka saja.”
“Syukurlah,” angguk Moreen ikut lega dan senang.
Mata Aragon nampak ragu, tetapi sudah dua malam ia tak bisa tidur dengan nyenyak. Berdesis dingin, ia melontarkan satu ancaman. “Tutup pintunya. Aku tidak mau ada siapa pun tahu mengenai pembicaraan kita.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mafia Dark Lust
Romance"Naik ke atas meja dan buka kakimu dengan lebar!" Aragon Vincenzo memerintah seorang gadis yang nampak ketakutan. Adalah Arwen Constantine yang sekarang gemetaran menghadapi mafia paling bengis di seluruh dataran Italia. Ia terpaksa dijadikan budak...