Udara di ruang tamu itu terasa berat, terbebani oleh keheningan yang hanya diiringi suara detak jam dinding. Rafa duduk tegak di hadapan Fadlan, mertuanya, kedua tangannya menggenggam erat, jari-jari putihnya tampak pucat karena gugup.
"Maaf Pah, Rafa baru muncul di hadapan Papa," ucap Rafa, suaranya sedikit gemetar. Ia berusaha menatap mata Fadlan, namun pandangannya justru tertuju pada tangan Fadlan yang menggenggam cangkir teh hangat, seperti sedang menunggu momen yang tepat untuk mengucapkan sesuatu.
"Ya, Papa ngerti," jawab Fadlan, suaranya datar, tanpa cela. "Mungkin kalian butuh waktu masing-masing dulu. Sekarang bawa Zeandra pulang, Papa nggak mau ikut campur urusan kalian. Sekarang kamu boleh bawa Zeandra, dan selesaikan semuanya."
Fadlan meletakkan cangkirnya di atas meja dengan pelan, tatapannya masih tertuju pada Rafa, namun sorot matanya tampak tajam, seolah sedang menguji kesungguhan Rafa.
"Makasih Pah," ucap Rafa, sedikit lega mendengar Fadlan merestui kepergiannya.
"Zeandra ada di kamarnya, tadi katanya mau mandiin Keenan," ucap Fadlan, suaranya kembali tenang.
"Ah iya Pah, aku ke atas dulu," ucap Rafa, segera bangkit dari duduknya.
"Iya silahkan, Papa mau ngobrol sama Rifan," kata Fadlan, pandangannya beralih ke Rifan yang sedari tadi hanya diam, mengamati percakapan mereka dengan tatapan yang sulit diartikan.
Rafa mengangguk cepat dan beranjak menuju tangga, langkahnya terasa ringan, bercampur dengan rasa lega karena akhirnya mendapatkan izin untuk membawa Zeandra pulang. Di sela-sela rasa lega itu, sebuah rasa bersalah terbersit di hatinya. Ia tahu dirinya telah membuat Fadlan kecewa, dan mungkin juga Zeandra.
Namun, ia bertekad untuk memperbaiki semuanya. Ia harus menyelesaikan masalah ini, menjelaskan segalanya pada Zeandra, dan meyakinkannya bahwa ia mencintainya.
Dengan langkah pasti, Rafa menaiki tangga menuju kamar Zeandra. Dalam benaknya, sejuta kata terlintas, sejuta ungkapan cinta yang ingin ia tuangkan pada Zeandra. Ia berharap semuanya akan baik-baik saja.Rafa berdiri di depan kamar Zeandra, jantungnya berdebar kencang. Ia mengetuk pintu dengan pelan, seolah takut akan membuyarkan keheningan yang menyelimuti rumah itu. Tak lama kemudian, pintu terbuka, menampakkan Zeandra yang berdiri di ambang pintu, menatapnya dengan wajah datar. Matanya berbinar, namun di balik binar itu, Rafa melihat seberkas kekecewaan yang mendalam.
"Papa,"
Mata Rafa beralih ke bawah, menatap sosok anak kecil yang berdiri di samping Zeandra. Keenan, anak kecil yang ia cintai lebih dari apapun.
"Keenan, Papa kangen banget," ucapnya dengan lembut, seraya membuka lengannya untuk memeluk Keenan. Tak lama setelah itu, Keenan mematung, wajahnya menunjukkan keterkejutan. Ia menatap Rafa dengan tatapan yang heran, seolah tidak mengenalnya.
"Keenan," ucap Rafa lagi, kali ini dengan nada yang lebih lembut. Ia berusaha menarik Keenan ke pelukannya, namun Keenan menghindar, seolah takut akan sentuhan Rafa."Ini Papa Naan, Naan lupa?" tanya Rafa, suaranya berusaha menenangkan. Ia berjongkok di hadapan Keenan, mencoba menatap mata anak kecil itu dengan lembut.
"Papa inget Naan?" tanya Keenan, suaranya bergetar sedikit. Ia menatap Rafa dengan tatapan yang bingung, seolah tidak yakin dengan apa yang ia lihat.
"Of course boy, Papa selalu inget dan kangen Keenan," jawab Rafa, suaranya penuh ketulusan. Ia mencoba menularkan kehangatan pada Keenan, ingin meyakinkannya bahwa ia benar-benar mencintai anak kecil itu.
"Tapi Papa jahat," ucap Keenan, suaranya terisak, meneteskan air mata. Ia menunduk, seolah ingin menghindari tatapan Rafa.
Dan saat Rafa ingin menghapus air mata Keenan menggunakan tangannya, Zeandra langsung menepisnya."Biarin Keenan tenang dulu, Anda tidak tahu kondisi anak saya," ucap Zeandra, suaranya bergetar ketika mengucapkan kata "Anda". Ia menatap Rafa dengan tatapan yang dingin, seolah ingin mengusir Rafa dari hadapannya.
Rafa menunduk, terkejut dengan reaksi Zeandra. Ia tak menyangka Zeandra akan bereaksi sekeras itu. "Zeandra, aku..." ucapnya, namun Zeandra menghentikan ucapannya dengan gerakan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Journey Of Love
ChickLitSemuanya berawal ketika Zeandra dipindah tugaskan ke Bandung, yang mengubah kehidupannya secara drastis. Hidupnya menjadi sangat epik ketika ia harus berurusan dengan atasannya yang menurutnya annoying. Adu mulut seringkali memecah ketenangan, membu...