56/56

1.8K 110 21
                                    

Jeffrey sudah berada di bandara. Dia menunggu kedatangan istrinya, sebab passport miliknya berada di tas Joanna. Sehingga tidak mungkin dirinya bisa pulang sekarang.

"Apa aku keterlaluan tadi? Sialan Jeffrey! Kenapa kamu tidak bisa menahan diri, sih!?" Jeffrey memakai dirinya sendiri. Dia juga baru saja menepuk bibir. Sebab sudah kelewatan berbicara pada sang istri.

Jeffrey mulai berdiri dari duduknya. Menatap Joanna yang baru saja datang. Karena sebelumnya, dia sempat mengirim pesan jika passport miliknya terbawa.

"Barang-barangmu mana?" tanya Jeffrey saat melihat Joanna mendekat. Wanita itu datang dengan passport di tangan kanan. Tanpa apa-apa di tangan yang lainnya.

"Aku masih mau di sini."

Joanna memberikan passport suaminya. Namun pria itu tampak berat menerima. Karena dia jelas tidak mau pulang sendirian. Sebab tahu jika masalah ini akan berujung panjang jika tidak diselesaikan segera.

"Sampai kapan? Aku ikut kalau begitu."

"Aku mau sendiri, Jeff! Beri aku waktu untuk sendiri, pusing aku kalau lama-lama berdebat seperti ini!"

Joanna menampilkan wajah sangar. Dia marah, karena merasa jika si suami telah begitu keterlaluan sebelumnya. Sehingga dia yang masih marah dan enggan segera berbaikan. Karena rasa sakit hatinya belum hilang.

"Sampai kapan? Aku tidak mau kamu diami lama-lama. Aku sudah menyesali semuanya, aku salah, aku sadar, aku minta maaf. Aku tidak mau masalah ini semakin besar, Sayang." Jeffrey berusaha meraih tangan Joanna. Namun wanita itu justru menjauhkan badan. Karena malas disentuh suaminya.

"Satu minggu. Aku akan pulang. Mau membaik atau tidak perasaanku nantinya."

"Kok lama sekali?" Wajah Jeffrey tampak memelas sekali. Sebab dia tidak bisa berjauhan dengan si istri.

"Daripada satu bulan? Sudah, lah! Kamu pulang saja! Aku mau pergi!"

Joanna membalikkan badan. Berjalan cepat meninggalkan Jeffrey yang kini ingin mengejarnya. Namun segera berhenti saat istrinya hilang dari pandangan.

"Dia benar-benar marah." Jeffrey menarik nafas panjang, sebelum akhirnya dihembuskan perlahan. Sebab dia benar-benar tidak bisa jika berjauhan dengan istrinya. Apalagi setelah keadaan mereka membaik seperti sekarang.

Satu minggu berlalu. Jeffrey benar-benar sulit tidur, hidupnya kacau saat Joanna tidak berada di samping pria itu. Sehingga dia memutuskan untuk ke bandara guna menjemput. Saat si wanita mengatakan sudah ingin pulang di hari itu.

"Kamu tidak bawa barang lain, Sayang? Tidak belanja?" tanya Jeffrey saat mengambil alih koper istrinya. Koper hitam berukuran sedang yang hampir rusak. Karena sering dibawa liburan saat belum menikah. 

Joanna menggeleng saja. Dia masih marah. Namun memutuskan pulang karena kasihan dengan suaminya yang setiap hari selalu mengirim pesan. Karena dilarang menelepon dirinya.

"Kamu sudah makan? Mau makan di luar? Aku belum makan." tanya Jeffrey setelah memasukkan koper ke kursi belakang. Sebab dia sengaja tidak memakai supir yang sudah satu bulan lalu dipekerjakan. Sebab ingin berduaan dengan istrinya yang dirindukan.

Saat ini Jeffrey masih memakai setelan kerja. Meski hanya celana kain dan kemeja polos saja. Sebab kini dia sudah memiliki kantor sendiri di tengah kota. Dekat dengan apartemen barunya.

"Ini sudah jam dua. Kenapa belum makan?"

Jeffrey tersenyum saat mendapat pertanyaan ini dari istrinya. Karena itu pertanda jika Joanna masih peduli padanya. Meski masih belum sepenuhnya memaafkan atas insiden yang sebelumnya.

"Takut kamu lama mencariku. Kamu mau makan apa? Atau mau makan di apartemen saja? Aku minta Mama kirim makanan sekarang."

"Tidak usah. Kita makan di luar saja."

Jeffrey mengangguk singkat. Lalu mencari restoran terdekat yang enak menurutnya. Sebab Joanna pemakan segala dan pasti akan mau-mau saja jika dipilihkan.

Di restoran, Joanna dan Jeffrey makan berhadapan. Si pria terus saja mengisi piring istrinya. Karena melihat pipi Joanna sedikit tirus sekarang.

"Makan yang banyak! Aku tahu kamu kurusan!"

Joanna diam saja. Namun mulutnya terus mengunyah. Karena dia memang mudah lapar belakangan. Namun entah kenapa berat badannya tidak bertambah, tetapi malah sebaliknya.

Selesai makan, Jeffrey membawa Joanna pulang. Dia yang seharusnya kembali kerja juga memutuskan untuk tinggal lebih lama. Membuat Joanna yang tahu setiap jadwal harian suaminya mulai bertanya.

"Bukannya kamu harus kembali kerja? Ada meeting, kan?"

"Sudah aku cancel. Aku mau berduaan denganmu lebih lama." Jeffrey mendekati Joanna yang sudah melepas pakaian. Karena ingin langsung mandi tentu saja. Sebab keringat sudah membasahi badan. Mengingat matahari masih cukup terik di luar.

"Aku sedang tidak mood berhubungan. Jangan dekat-dekat!"

Penolakan Joanna jelas membuat Jeffrey kecewa. Dia yang sebelumnya akan memeluk dari belakang mulai diam di tempat. Lalu memungut pakaian kotor istrinya yang sudah tergeletak di lantai kamar.

"Ya sudah. Aku kembali ke kantor kalau begitu. Nanti malam mau makan malam di luar atau bagaimana? Kamu pasti capek kalau harus masak."

"Pesan saja di restoran Nolan. Aku dengar dia punya menu baru di sana. Aku ingin coba."

Ucapan Joanna membuat Jeffrey mengangguk singkat. Karena dia memang sudah tahu jika mereka masih berhubungan baik hingga sekarang. Sejak Nolan tidak lagi bekerja dengannya dan memutuskan untuk membuka restoran dengan sisa tabungan.

"Nanti aku pesankan."

Joanna menangguk kecil sebelum masuk kamar mandi. Sedangkan Jeffrey mulai keluar kamar dan membawa pakaian kotor si istri. Agar bisa langsung masuk mesin cuci.

Di dalam kamar mandi, Joanna menangis. Karena ingat akan perkataan si suami. Sebab dia mulai sensitif akhir-akhir ini. Apalagi pembahasan soal orang tua dan anak sangat membuatnya merasa terbebani. Karena dia merasa belum bisa menjadi anak yang baik selama ini. Sehingga sampai sekarang, dia belum siap memiliki buah hati.

Ting!

Joanna yang baru saja selesai mandi mendengar notifikasi pesan masuk kali ini. Membuatnya segera mendekati layar ponsel yang sudah menyala otomatis. Sebelum layar kembali mati.

Mama Jessica
Mama sudah buatkan janji dengan dokter obgyn di jam sembilan pagi. Besok Mama jemput dengan Jeffrey.

Joanna yang membaca itu kembali menangis. Lalu membanting ponsel hingga retak dan tidak bisa terpakai lagi. Karena dia terlalu frustasi akan pembahasan ini. Sehingga dia berniat pergi lagi. Atau justru bercerai saja dengan Jeffrey. Karena dia sudah tidak sanggup tertekan lebih lama lagi.

Kalau mau baca duluan ada di karyakarsa.

Tbc…

GET TO KNOW BETTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang