57/57

1.8K 95 1
                                    

Malamnya Jeffrey pulang sembari membawa makanan pesanan Joanna. Namun saat tiba di apartemennya, wanita itu justru tidak ada. Pesan dan panggilan juga tidak terjawab. Membuat pria itu jelas kebingungan. Namun dia tidak bisa bertanya pada siapa-siapa juga. Karena setahunya, Joanna tidak memiliki teman di Surabaya. Kecuali Nolan. 

Namun tidak mungkin jika Joanna sedang bersama Nolan. Sebab dia sendiri yang membungkus pesanan ini untuknya.

"Apa aku hubungi teman-teman Joanna yang di Jakarta, ya? Sepertinya aku punya salah satu kontak mereka."

Jeffrey mulai memainkan ponselnya. Guna mencari kontak salah satu teman baik istrinya. Agar setidaknya, dia tahu keberadaan Joanna sekarang. Jika sedang tidak bisa dihubungi orang.

Sudah hampir jam sepuluh, namun Jeffrey masih setia menunggu. Kali ini dia sengaja duduk di sofa yang ada di ruang tamu. Agar bisa menyambut istrinya saat muncul.

Ceklek...

Seperti sekarang, Jeffrey sedang menatap Joanna yang baru saja pulang. Wanita itu datang tanpa membawa apa-apa. Kecuali ponsel yang baru saja dibelinya. 

"Aku beli Hp baru. Hp lamaku rusak." Joanna melewati Jeffrey begitu saja. Lalu masuk kamar setelah mengangkat ponsel ke udara. Seolah menunjukkan alasan kepergiannya yang tanpa kabar sebelumnya.

"Kamu bertengkar dengan teman-temanmu karena insiden itu?"

Jeffrey mengikuti istrinya masuk kamar. Membuat si wanita berhenti melangkah. Karena hal ini akhirnya tercium juga.

"Bukan urusanmu!"

"Jelas ini urusanku juga, Sayang! Kalian bertengkar karena kamu meminta uang tabungan kalian untuk kebutuhan kita! Gara-gara aku—"

"Aku wanita dewasa. Aku bisa berpikir dengan baik dan benar. Keputusanku untuk meminta uang tabungan dan bertengkar dengan mereka tentu sudah aku perhitungkan. Jadi tidak perlu terbawa perasaan!"

Jeffrey menatap Joanna tidak percaya. Dia merasa wanita itu mulai berlebihan sekarang. Padahal dia sudah meminta maaf dan menyesali perbuatan sebelumnya.

"Apa yang bisa aku lakukan agar kamu bisa kembali seperti sebelumnya? Tidak marah dan bersikap sinis padaku seperti sekarang?"

"Diam. Cukup diam, biarkan aku melakukan apa yang ingin kulakukan."

Joanna masuk kamar mandi dan berniat membersihkan diri. Namun Jeffrey langsung mengikuti. Tidak peduli jika akan kena marah lagi.

Dengan sigap Jeffrey memeluk Joanna dari belakang. Wanita itu sudah telanjang dan dalam keadaan basah. Karena kini, mereka sudah berdiri di bawah guyuran air hangat.

"Maaf, aku tahu sudah menyakitimu begitu dalam. Aku benar-benar menyesal, Sayang. Maaf."

Joanna menyentuh tangan Jeffrey yang sudah melingkari pinggang. Membuat tubuhnya terasa geli tentu saja. Karena pria itu masih memakai pakaian lengkap. Tidak seperti dirinya yang sudah telanjang bulat.

Joanna membalikkan badan. Menatap Jeffrey yang sudah menangis di depannya. Meski air matanya tersamarkan oleh air dari atas mereka.

"Maaf karena belum bisa menjadi istri yang baik untukmu." Joanna mengusap air mata Jeffrey dengan kedua tangan. Membuat si pria menggeleng pelan. Karena tidak membenarkan ucapan yang baru saja didengar.

"Kamu sudah menjadi istri yang lebih dari baik bagiku. Kamu tidak pernah meninggalkan saat aku terpuruk. Kamu juga membantu aku bangkit dan tidak menyerah melewati semua itu. Kamu sempurna, Sayang!"

Jeffrey memeluk istrinya. Joanna juga sama. Mereka berpelukan cukup lama hingga bercinta  setelahnya. Kemudian tidur berpelukan seolah masalah tidak pernah ada sebelumnya.

8. 00 AM

Jeffrey terkejut saat melihat ibunya datang ke kantornya. Mengatakan jika dia ingin menjemput dia dan istrinya. Guna mendatangi dokter kandungan.

"Mama apa-apaan, sih? Tidak perlu seperti ini! Toh, sudah ada Kevin! Mau punya anak atau tidak, Joanna akan tetap menjadi istriku! Dia tidak akan tergantikan oleh siapapun!" Jeffrey panik. Dia tidak mau Joanna marah lagi. Padahal semalam mereka sudah berbaikan kembali. Bahkan tadi, Joanna sengaja bangun pagi dan memasak sarapan untuknya hari ini.

"Mama tidak bermaksud seperti itu. Mama hanya ingin membantu. Selagi kalian masih muda. Keadaan kalian juga sudah membaik sekarang. Apa salahnya mencoba? Siapa tahu Joanna bisa luluh hatinya setelah kalian melakukan pemeriksaan."

"Ma, tolong lah! Jangan seperti ini. Hubunganku dengan istriku baru saja membaik. Tolong jangan diperparah lagi. Mama pulang sekarang! Aku dan istriku tidak akan mendatangi dokter kandungan!"

Jeffrey mengeluarkan Jessica dari ruangan. Karena dia ingin kembali bekerja. Dengan perasaan senang tentu saja. Karena hubungannya dengan Joanna sudah membaik sekarang.

Seharian Jeffrey bekerja dengan tenang. Dia tidak lagi mengkhawatirkan istrinya. Karena permasalahan mereka sudah terselesaikan semalam. Setelah dia memohon maaf untuk yang kesekian kalinya. Karena sudah menyakiti hati si wanita.

"Sayang mau dibawakan apa? Aku mau pulang!"

Jeffrey latihan bicara sebelum panggilan diangkat istrinya. Sebab dia merasa begitu bahagia sekarang. Setelah satu minggu menahan rindu pada Joanna.

"Kok tidak diangkat? Sedang apa dia? Apa tidur, ya?" Jeffrey melirik jam tangan. Masih jam empat. Sehingga dia mulai berpositif thinking saja. Dengan berpikir jika istrinya masih tidur siang.

Namun saat tiba di unit apartemennya, Jeffrey justru harus menelan pil pahit seketika. Saat melihat surat perceraian yang sudah tergeletak di atas ranjang. Lengkap dengan cincin pernikahan di atasnya. Pertanda jika Joanna sedang menginginkan perpisahan.

"Tidak! Tidak mungkin! Kita tidak boleh bercerai!" Jeffrey mengantongi cincin. Lalu meremas kertas ini. Kemudian pergi guna mencari keberadaan si istri. Karena semalam dia sempat mengaktifkan GPS di HP tanpa diketahui oleh si pemilik.

Tidak butuh waktu lama untuk Jeffrey menemukan Joanna. Karena wanita itu sedang berada di restoran Nolan untuk makan malam. Sendirian. Sebab si pemilik sedang ada acara di luar kota. Sehingga hanya ada beberapa pekerja saja di sana.

"Kita perlu bicara!"

Joanna yang baru saja selesai makan jelas terkejut akan kehadiran Jeffrey. Karena dia merasa sudah menyelesaikan urusan ini. Sehingga dia bisa terbebas dari si suami.

"Aku rasa urusan kita sudah selesai Jeffrey. Kita sudah tidak terikat apapun lagi."

Joanna bergegas pergi. Karena dia sudah membayar makanan di awal tadi. Sedangkan Jeffrey terus mengikuti. Sebab merasa jika hubungan ini masih bisa diperbaiki lagi.

"Aku tidak akan menceraikan kamu!" Seru Jeffrey saat mereka keluar restoran. Agak pelan karena tidak ingin orang lain mendengar. Sebab dia jelas menentang perceraian karena masih sangat mencintai istrinya.

"Silahkan bicara dengan pengacaraku. Aku sudah tidak memiliki kepentingan lagi denganmu!" seru Joanna dengan angkuh. Dia bergegas menyeberangi jalan raya. Karena tahu Jeffrey pasti akan sulit mengejarnya. Sebab mobil ada di samping restoran.

Kalau mau baca duluan bisa di karyakarsa.

Tbc…

GET TO KNOW BETTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang