Part 2

75.5K 4.3K 48
                                    

"Jessica, mau apa kita ke sini?"

Wanita berambut pirang pucat dengan dress ketat berwarna merah menoleh ke arah suara itu lalu menyeringai lebar. "Tentu saja kita mau refreshing, Clare."

Wanita bernama Clarisse Vivien Peterson atau yang biasa di sapa Clare, menatap sahabat karibnya itu dengan tatapan cemas. "Kenapa kau tidak bilang sebelumnya kalau kita akan ke sini?" ucapnya setengah berbisik sembari mengamati lekat-lekat tempat tujuan Jessica itu.

Radford's Club. Club pub terkenal di kota Manchester yang memiliki reputasi baik dalam memanjakan para pelanggannya yang mayoritas kaum adam. Club itu menyajikan berbagai minuman beralkohol dengan cita rasa tinggi dan segala macam hiburan yang tentu saja membuat setiap laki-laki betah menghabiskan waktu di sana.

"Kalau aku bilang padamu lebih dulu, kau pasti tidak akan mau ku ajak kemari kan?" tanya Jessica sambil mematikan mesin mobil Audi-nya yang berwarna merah.

Mata biru Clarisse bergerak gelisah. Wanita itu menggigit bibir merahnya sejenak, tanda kalau dia sedang gugup dan panik. "Bagaimana jika Ayahku tahu?"

Jessica mendesah. "Mau sampai kapan kau seperti ini, Clare?"

"Maksudmu?"

"Kau jelas tahu apa yang saat ini aku tanyakan padamu. Kenapa kau selalu menuruti apa pun kemauan Ayahmu itu? Apa kau tidak ingin sesekali keluar dari rumahmu dan meninggalkan pekerjaan tidak jelas yang kau lakukan di sana?"

"Pekerjaan tidak jelas? Kau bilang pekerjaanku sebagai penulis novel dan penerjemah itu tidak jelas?" tanya Clarisse tak suka.

Dia memang wanita yang jarang keluar rumah dan menghabiskan sepanjang waktunya di kamar sendirian dengan membuat beberapa novel remaja. Selama ini Ayahnya, Paul Peterson, mengajarkan dia dan kakak laki-lakinya, Nicholas, untuk tidak terlalu mengakrabkan diri pada media yang ingin mengekspos kehidupan pribadinya. Pekerjaan Ayahnya yang menjabat sebagai wakil perdana menteri Inggris, David Cameron, dan juga ketua partai konservatif membuatnya tak bisa bebas seperti halnya wanita lain dalam pergaulan. Semua di atur oleh Ayahnya di mulai dari pendidikan hingga dia berhasil mendapatkan gelar sarjana di bidang bahasa. Saat ini Clarisse menguasai tiga bahasa yaitu bahasa Jerman, Spanyol dan Prancis. Lalu aturan Ayahnya merambat hingga ke pergaulannya. Beruntung bagi Jessica karena wanita itu masih boleh berteman dengannya karena status sahabat masa kecil. Jika tidak, mungkin Ayahnya sudah mengusirnya secara halus seperti Jean dan Amber, dua temannya yang memang sedikit 'nakal' karena suka meminum alkohol dan mabuk-mabukan. Dan terakhir, aturan Ayahnya kemudian berlanjut hingga ke rencana perjodohannya dengan seorang pewaris perusahaan terkenal yang membuatnya tak bisa berkutik sedikit pun.

"Pekerjaanmu itu memang tidak jelas, Clare. Coba kau pikir saja, mana ada orang yang seharian mendekam di kamarnya hanya untuk tulisan tak jelas yang kau ciptakan di novelmu itu?" Jessica memang tak suka dengan pekerjaan Clarisse yang malah menjauhkan wanita itu dari pergaulan.

"Biar saja. Aku suka dan aku tidak peduli dengan protesmu itu, Jess."

Jessica menepuk keningnya. "Ya Tuhan, kenapa aku mempunyai teman yang sangat antik sepertimu sih?" ejeknya.

Sudut bibir Clarisse berkedut, dia berusaha menahan tawanya. "Antik? Memangnya aku barang langka yang tertimbun di dalam tanah ratusan tahun?"

"Ya. Kau persis seperti itu, Clare. Dan aku bisa pastikan kalau di Inggris wanita seperti itu hanya ada satu dan itu adalah dirimu." sungut jessica ketus. "Jadi, kau mau ikut masuk ke dalam atau tidak?"

Clarisse memandangi sahabatnya dengan cemas. "Tidak."

"Kenapa tidak? Kau takut?"

"Bukan takut, aku hanya.... Aku hanya tak mau Ayahku tahu kegiatanku di sini, Jess."

The Target ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang