Dear readers, gambar di mulmed itu contoh tokoh-tokoh pria di cerita ini ya:-) hehehe... Di antara mereka ada cowo favorit kalian ga? *kalo aku tetep sama tristan aj deh*
Ko aku ngerasa sepi banget ya pengunjung di cerita ini, ga kaya di ES yang banyak kasih saran dan kritik ke aku. Jadinya aku agak kurang semangat nih! Ayo dong, kasih vote dan komennya biar aku tambah sreg dan semangat..
Ok, langsung aj.. Happy reading:-)
***
Tristan memacu maybach-nya memasuki halaman luas rumah mewah bergaya Mediterania yang klasik dan elegan. Rumah mewah yang sudah dia tempati saat dia masih berusia lima belas tahun. Usia di mana dia hanyalah seorang bocah yang tidak tahu jati diri dan namanya sendiri. Entah apa yang waktu itu sudah terjadi padanya. Dia hanya ingat kalau nama Tristan yang kini melekat padanya, adalah nama yang di berikan oleh Brayden saat mereka masih tinggal di tempat kumuh, bau dan kotor.
Kenangan masa lalu pahit praktis membuatnya menjadi laki-laki yang menutup diri dari apapun. Dia cenderung menyimpan semua masalahnya sendirian tanpa ada yang tahu tak terkecuali ketiga temannya. Menjadi pencuri dan kriminal di usia belia pun menjadi pemicu semua sifatnya yang semakin menjadi-jadi seiring bertambahnya usia. Mungkin di antara ketiga temannya, hanya dia saja yang selalu stuck di tengah-tengah jalan. Tak mau menyongsong masa depan tapi juga tak mau melihat masa lalu. Dia merasa separuh dirinya menghilang bersama masa lalu, terkubur sang waktu yang entah mengapa membuatnya merasa menyedihkan.
Sekilas masa lampau yang masih bisa dia ingat tanpa harus mengalami sakit kepala berputar-putar di pikirannya seketika. Awal pertemuannya dengan Chad, Brayden dan Alan, dua puluh tahun silam.
-flashback on-
Seorang bocah laki-laki berusia sepuluh tahun berada di tengah-tengah pekatnya malam dan derasnya air hujan. Tubuhnya menggigil dan giginya bergemelutuk di sertai dengan suara isak tangis tertahan. Sebagian wajahnya mengalami memar dan dari keningnya, mengalir darah segar yang bercampur dengan air hujan. Sambil mendekap dirinya sendiri, bocah itu memandangi sekelilingnya dan menyadari kalau dirinya sama sekali tak tahu berada di mana saat itu.
Sebuah gang sempit dengan bak-bak sampah menjadi perhatiannya seketika. Dia tak tahu kenapa dia bisa berada di sana. Berada di tempat asing untuk pertama kalinya membuat tangisnya meledak semakin kencang. Nampaknya tak ada siapa pun di sekelilingnya hingga kemudian terdengar suara langkah perlahan dari arah belakang.
"Hei, bisakah kau diam?"
Desisan tak suka dalam suara itu membuatnya menoleh dan menemukan seorang bocah berambut cokelat terang yang mengenakan pakaian berwarna biru pudar dan celana kain selutut yang sobek. Tangannya memegang payung berwarna hitam dan wajahnya nampak kumal dan kotor, bocah itu seperti tak pernah mandi selama berbulan-bulan. Namun kehadirannya mampu membuat tangisan meraung-raung barusan mereda seketika. Bocah itu kemudian mendekati bocah yang kini memandanginya dengan tatapan penasaran.
"Kau siapa?" tanya bocah yang menangis tadi. Dia meremas sisi jas hitamnya yang kini begitu berat di tubuhnya karena air hujan.
Bocah yang membawa payung terus mendekatinya. "Kau sendiri sedang apa di sini? Menangis sendirian seperti orang gila di tengah malam seperti ini." tanyanya tajam sambil memperhatikan pakaian bocah itu. Mencuri selama dua tahun membuatnya bisa membedakan barang mahal dan barang murah hanya dengan sekali lihat. Dan nampaknya bocah itu memiliki jas mahal yang menegaskan kalau dia bukan berasal dari kalangan rendah sepertinya.
"Aku bukan orang gila!" sergah bocah itu. Matanya nampak berair lagi.
Bocah yang yang satu lagi menaikkan alisnya. "Jika bukan orang gila, lalu kau siapa?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Target Man
Romance17+ (Cerita sudah diterbitkan secara self publish. Tersedia juga di google playbook) Tristan, pria pendiam yang memiliki masa lalu kelam di hadapkan pada permasalahan sulit ketika di pertemukan dengan Clarisse Peterson, wanita cantik yang tanpa disa...