Makasih ya untuk readers yang suka, komen, voted dan selalu nunggu update-an terbaru dari ceritaku:-) dan maaf juga aku ga bisa update cepet kaya ES *alasan utamanya sih karena my hubby cemburu dan bilang kalo aku cuekin dia mulu gara-gara bikin cerita jelek dan ga jelas ini... Hiks* makanya aku mulai bagi waktu, biar semuanya keurusan, ga ada yang marah dan ngerasa aku cuekin lagi:-)
Oke deh, langsung aja. Happy reading^__^
***
Clarisse mengalihkan wajahnya akibat sinar matahari yang mulai masuk melalui jendela di sisi kamar itu. Dengan perlahan dia mengerjapkan mata dan memandangi sekitarnya yang nampak sunyi dan sepi, hanya ada beberapa perabotan sederhana di kamar tempatnya menginap. Clarisse kemudian bangkit ke posisi duduk dan mengernyit, merasa pusing di bagian kepalanya dan rasa sakit itu mulai menjalar ke anggota tubuhnya yang lain.
Tanpa memperdulikan keadaannya, Clarisse beranjak turun dari ranjang dengan hati-hati dan menoleh, terkesiap saat pandangannya menemukan Tristan sedang tidur di sofa yang terdapat di sudut ruangan. Tubuh laki-laki itu begitu mendominasi, kakinya pun menjuntai hingga ke bawah karena panjang sofa tak cukup menampung tinggi tubuhnya yang mungkin lebih dari seratus delapan puluh sentimeter.
Clarisse mendekati sofa itu dengan perlahan, memperhatikan garis wajah Tristan yang terlihat lelah. Laki-laki itu masih mengenakan kemeja hitamnya yang lembab dan begitu pas di tubuh kekarnya. Rambutnya pun nampak berantakan dan entah mengapa Clarisse ingin sekali menyisir helaian-helaian lebat tersebut dengan jari-jarinya.
Clarisse mengulurkan tangan, mencoba menyentuh wajah laki-laki itu yang ketampanannya tetap terlihat meski dalam keadaan tertidur sekalipun. Namun Clarisse segera menghentikan niatnya saat ucapan Tristan semalam membekas di hatinya.
'Aku adalah Tristan. Anak Avery dan Fernando Romario Sanchez. Akulah anak laki-laki yang turut mengalami peristiwa tragis itu bersamamu'
Clarisse menarik tangannya kembali, menahan cairan bening yang hendak bergulir di pipinya saat itu juga. Dia tentu ingat dengan dua nama itu. Nama wanita dan laki-laki yang dulu pernah merawatnya di rumah mereka yang berada di kawasan pedesaan Yorkshire. Wanita lemah lembut dan laki-laki pendiam yang mempunyai seorang putra tampan bernama Tristan. Mereka terlihat keluarga kecil yang bahagia sebelum peristiwa pembunuhan itu terjadi di depan kedua matanya.
Hati Clarisse berbisik di tengah ingatannya akan peristiwa tersebut. Peristiwa yang hampir merenggut nyawanya dan menjadi trauma tersendiri baginya. Dia pun tak mengira kalau Tristan yang dia cintai ternyata Tristan yang dia kira sudah mati.
Kenapa? Kenapa kita harus mengalami peristiwa tragis secara bersamaan? Kenapa takdir mempertemukan kita dalam keadaan seperti itu? Dan kenapa kau menyatakan sesuatu yang menciptakan jurang pemisah di antara kita? Apa kau berniat menjauhiku?
Clarisse mengusap airmatanya yang berhasil lolos lalu menjauh dari Tristan, menahan keinginannya sendiri untuk memeluk laki-laki itu sebelum dia beranjak masuk ke dalam kamar mandi. Clarisse mengabaikan kondisinya dengan memutar keran shower, membiarkan laju air mengguyur seluruh tubuhnya yang masih terbungkus blouse biru pudar dan rok selutut berwarna abu-abu.
'Kau akan membenciku jika mengetahui yang sebenarnya'
Seburuk apapun kenangan yang pernah Clarisse alami, dia tak kan bisa membenci laki-laki yang di cintainya sampai kapanpun. Dia justru ingin mengganti kenangan buruk itu bersama Tristan, merangkai kenangan baru yang lebih indah dan mampu membuat laki-laki itu bahagia. Tapi apa yang bisa dia lakukan jika Tristan selalu menutup hatinya dan tak membiarkan siapapun menyentuhnya? Apa yang harus dia lakukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Target Man
Romance17+ (Cerita sudah diterbitkan secara self publish. Tersedia juga di google playbook) Tristan, pria pendiam yang memiliki masa lalu kelam di hadapkan pada permasalahan sulit ketika di pertemukan dengan Clarisse Peterson, wanita cantik yang tanpa disa...