Anthony duduk bersandar di sofa sambil mengamati cucunya dengan senyuman lebar. Sejak dirinya menjalani perawatan di rumah sakit St. Mary's Hospital lima bulan lalu, kesehatanya pun perlahan-lahan membaik. Dia sudah bisa berjalan kembali walaupun harus menggunakan tongkat di salah satu tangannya.
"Aku senang kau terlihat bahagia, Tristan."
Tristan menatap Anthony lalu tersenyum tipis. Kehidupan pernikahannya dengan Clarisse yang sudah berjalan selama dua bulan penuh terasa menakjubkan. Baik dirinya maupun Clarisse sudah berkomitmen kuat membina rumah tangga mereka dengan limpahan cinta dan kasih sayang, saling melengkapi dan tentu saja mengasihi. "Aku juga senang kondisimu sudah membaik, kakek."
Senyum Anthony kian melebar, terutama sejak Tristan memanggilnya dengan sebutan kakek. Tampaknya apa yang terjadi padanya selama ini membuat laki-laki itu lebih manusiawi. "Lalu bagaimana kabar Clarisse? Apakah dia baik-baik saja?"
Dahi Tristan sedikit mengernyit ketika Anthony menanyakan hal tersebut. "Tidak begitu baik sebenarnya. Sejak kemarin dia selalu mengeluh mual dan sakit kepala."
"Apa kau sudah membawanya ke dokter?"
"Belum. Dia menolak pergi ke dokter dan memilih beristirahat di mansion." atas desakan Paul, Tristan pun memilih mengalah dan tetap tinggal bersama lelaki paruh baya itu dan Eliza. Sementara Allison sesekali datang dan menginap bersama Christopher.
"Lalu kenapa kau tidak pulang saja, Tristan? Apa kau tidak kasihan pada istrimu?" tanya Alan sambil menyesap margarita-nya sedikit demi sedikit.
Saat itu, mereka sedang berkumpul di rumah Anthony untuk merayakan keberhasilan Alan mengembalikan Wellington inc seperti sedia kala. Melalui kerja keras dan tekadnya selama enam bulan belakangan ini, Lelaki itu akhirnya mampu membuktikan kalau dirinya juga bisa memimpin sebuah perusahaan besar sama baiknya seperti Tristan dan Brayden.
"Dia yang menyuruhku ke sini, Al. Bagaimana bisa aku menolaknya?"
"Aneh." sela Chad sambil menyandarkan punggungnya ke sofa. "Bukankah seorang istri lebih menyukai di temani oleh suaminya sendiri?"
Tristan mendesah pelan. "Tidak juga."
Alis tebal Chad bertautan. "Tidak juga? Apa maksud ucapanmu barusan, Tristan? Kau sedang bertengkar dengan Clarisse?"
"Bukan bertengkar tepatnya." Tristan mengerutkan dahinya ketika aroma menyengat margarita menghampiri indra penciumannya. Sedari dulu, hanya dia saja yang tidak menyukai minuman beralkohol tinggi itu. Dia lebih menikmati champagne yang memiliki kadar alkohol rendah. Begitu pun dengan rokok, sebisa mungkin dia pasti menghindarinya jika salah satu temannya sudah menghisap benda tembakau tersebut. Mungkin karena itulah, kondisi fisiknya selalu prima dan tak terlihat lelah sedikitpun. "Terkadang Clarisse tak ingin aku temani. Tapi di lain waktu, dia akan berubah manja dan memintaku untuk ehm... "
Chad terkekeh melihat kecanggungan Tristan yang tidak berubah sedikitpun. "Apa pernikahan tetap tak bisa mengubahmu lebih santai, Tristan?"
"Mana mungkin, Chad." sambut Alan yang memasang seringaian jahilnya. "Sifat itu sudah mendarah daging dengannya, kecuali untuk hal-hal tertentu seperti sex misalnya. Aku benar kan, Tristan?"
Tristan menyipitkan matanya ke arah Alan yang di balas cengiran oleh laki-laki itu.
"Dan berhubung kau sudah menikah sekarang. Ada yang membuatku penasaran setengah mati sebenarnya." Alan menaruh gelasnya di atas meja lalu mengamati Tristan dengan pandangan penuh arti. "Jadi, bagaimana rasanya bercinta dengan seorang wanita? Nikmat kah?
Pertanyaan jebakan... Tristan membatin. Tak bisa menjawab, ia memalingkan wajahnya ke arah lain, tak berniat membuka kehidupan pribadinya dengan Clarisse sedikitpun.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Target Man
Romance17+ (Cerita sudah diterbitkan secara self publish. Tersedia juga di google playbook) Tristan, pria pendiam yang memiliki masa lalu kelam di hadapkan pada permasalahan sulit ketika di pertemukan dengan Clarisse Peterson, wanita cantik yang tanpa disa...