Part 17

39.8K 2.7K 55
                                    

Dear readers, aku minta kalian sabar ya nunggu cerita ini. Pasalnya, butuh konsentrasi tinggi buat bikin cerita complicated begini. Aku juga harus mendalami setiap karakter yang ada. Kalian tentu tahu sendiri kan kalo cast di cerita ini kebanyakan laki-laki. Jadi, aku bener2 harus menyesuaikan dialog dan beragam sifat-sifatnya ke dalam diri aku sendiri. Dan itu ga mudah karena aku wanita tulen^_^ ga mungkin kan cast-cast cowok di cerita aku punya sifat cengeng dan childish kaya aku? Bisa-bisa kharisma lima laki-laki itu langsung down dan hilang kalo sifatnya mirip aku.... Hehehe...

Segitu aja ya, aku hanya minta kalian sabar. Aku pasti update cerita ini seminggu sekali kok. Justru aku pengen buru-buru selesaiin cerita Tristan dan lanjut ke cerita Brayden.

Check this out and happy reading:-)

***

Sudah tiga puluh menit berlalu sejak Tristan mengetahui kebenaran itu dari Anthony. Laki-laki tua yang ternyata menyandang status kakek kandungnya. Laki-laki yang juga membuatnya terlihat bodoh karena sudah menyembunyikan statusnya rapat-rapat.

Tristan menghembuskan nafas dan mengepalkan tangan, mencoba mengumpulkan sisa-sisa kesabarannya terhadap Anthony yang kini memandanginya dengan tatapan sendu. Sementara Alan nampak terdiam, tak tahu harus berbuat apa dalam situasi menegangkan tersebut setelah sebelumnya Tristan mengeluarkan seluruh amarahnya dalam bentuk paling menyeramkan.

Ruang kerja pribadi milik Anthony yang awalnya rapi dan bersih, kini terlihat sangat berantakan. Hampir semua barang-barang keramik dan kristal di ruangan tersebut pecah, berserakan di lantai. Begitu pun dengan dinding-dinding putih dan beberapa kaca yang hancur di terjang peluru pistol springfield armory loaded 1911 yang di luncurkan tangan kiri Tristan. Rupanya tindakan tersebut mampu membuat siapapun bergidik takut dan ngeri tak terkecuali para pelayan yang mendengarnya.

"Apa masih ada yang kau sembunyikan lagi?" tanya Tristan dengan nada rendah berbahaya yang membuat suasana semakin mencekam.

"Tidak." sahut Anthony cepat. Matanya pun nampak berkaca-kaca setelah dia terpaksa membongkar rahasia yang selama ini dia simpan seorang diri. Rahasia yang mampu membuat luka hatinya kembali menganga dan tentu saja menyakitkan untuk Tristan.

'Tidak? Lalu benarkah itu semua ulah Sergio? Benarkah laki-laki keparat itulah yang menghancurkan keluargaku?!" tanya Tristan keras.

Anthony terdiam sejenak lalu mengangguk lemah, tak bisa berkata-kata saat pikirannya kembali mengingat Avery. Putrinya yang sudah tiada menyusul kepergian istri tercintanya, Patricia, ke sisi Tuhan. "Tristan, percayalah padaku, aku menyembunyikan semua itu untuk menjagamu. Untuk menghindarimu dari Sergio dan segala keganasan mereka." ungkap Anthony.

Rahang Tristan mengeras. "Aku tidak membutuhkan perlindunganmu sedikitpun! Aku bahkan ingin sekali menghancurkan kepala mereka setelah apa yang mereka lakukan terhadap orang tuaku dua puluh tahun lalu! Dan aku yakin, semua perbuatan tadi malam pun pasti ulah mereka!" geramnya. Hilang sudah lapisan pertahanan emosi yang selama ini mengelilingi hatinya. Kepalanya begitu di penuhi amarah dan dia pun memilih melampiaskan semuanya dengan menembak barang-barang apa saja yang terlihat di sekitarnya.

"Tristan, ku mohon, hentikan niat balas dendammu itu. Kau hanya akan menyakiti dirimu sendiri." lirih Anthony.

"Aku tidak peduli!"

"Pikirkanlah teman-temanmu."

"Aku tidak akan memikirkan mereka lagi!" Tristan beranjak mendekati Anthony perlahan-lahan, menatap langsung kedua bola mata laki-laki tua itu dengan sendu. "Kenapa kau tidak pernah mengakui statusku selama ini? Apa menurutmu status gelapku begitu menjijikkan? Kau memilih tidak mengakuiku karena dalam darahku mengalir darah laki-laki mafia itu?!"

The Target ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang