"Aku? Menjadi seorang CEO?" Tanya Alan tak percaya ketika Brayden memberitahunya tentang keinginan Anthony untuk menjadikannya pengganti Tristan di Wellington Inc.
"Ya." sahut Brayden singkat sambil mengenakan kemeja abu-abunya. Dia kemudian melirik Chad yang sedang mengaduk-aduk lemari pakaian pribadinya. "Apa yang sebenarnya kau cari, Chad?"
"Aku mencari celana jeans longgar dan tidak terlalu ketat ketika ku pakai." tangan Chad tak henti-hentinya mencari benda yang ia maksud.
"Kau tidak akan menemukan benda yang kau maksud kalau begitu. Ukuran celanamu jelas lebih besar dariku."
"Kenapa Anthony ingin menjadikanku CEO?" Alan memperbaiki posisi duduknya di atas ranjang dengan hati-hati. Kakinya yang di balut perban membuatnya tak bisa bergerak bebas seperti yang ia inginkan.
Brayden merapikan rambut hitamnya di cermin lalu beralih mengenakan jas abu-abu gelap tanpa dasi dan rompi. "Bukankah sudah ku jelaskan tadi?"
"Tapi aku masih tak mengerti." alis tebal Alan saling bertautan. "Jika dia ingin aku menjadi CEO, lalu bagaimana dengan Tristan? Apa dia tidak memikirkan cucunya lagi?"
Brayden melirik Alan lalu menggeleng samar. "Bodoh. Justru karena Tristan pergi, laki-laki tua itu jadi hilang akal. Dia tentu saja masih memikirkan Tristan hingga berkeinginan mengembalikan Wellington Inc seperti sedia kala."
Mengusap dagu, Alan mempertimbangkan jawaban Brayden. "Kau benar. Dia pasti ingin Wellington Inc dalam keadaan baik-baik saja saat Tristan sudah kembali. Apa menurutmu tak ada orang lain lagi yang bisa menggantikan posisi Tristan di perusahaan itu?"
"Jika ada, tentu Anthony tak kan menawarimu pekerjaan itu."
"Lalu kenapa tidak kau saja yang menjadi pengganti Tristan? Kau jelas lebih berpengalaman dalam bidang itu daripada aku."
Sebelum Brayden menjawab, Chad sudah berseloroh. "Mana mungkin Brayden mau membagi waktunya hanya karena jabatan CEO itu, Al?" ia menyeringai lebar ketika menemukan selusin lingerie seksi warna warni lengkap dengan thong, g-string dan segala aksesorisnya. "Jika melihat isi lemari pakaian ini, Brayden jelas ingin mengeksplorasi hubungan seks-nya dengan Ashley hingga ke tingkat akut."
Brayden mendekati Chad dalam tiga langkah lalu merampas bra berenda berwarna hitam yang Chad pegang. "Tidak pantas kau menyentuh benda itu, Chad." ia kembali memasukkan bra tersebut ke dalam lemarinya dengan rapi.
Chad terkekeh pelan. "Aku tak percaya hubunganmu dengan Ashley berkembang sampai sejauh ini, Bray. Apa kau memang sudah menetapkan pilihanmu pada wanita seksi itu?"
Brayden mendengus. "Tidak sama sekali. Aku dan Ashley hanya partner seks saja dan hubungan kami tak akan pernah melebihi batas itu."
"Tapi melihat dari kebiasaanmu yang sering bergonta ganti pasangan, tentu kau memiliki perasaan terhadap Ashley hingga kau jadi sedikit..... Well.." Chad mengedikkan bahunya lalu tersenyum penuh arti. "Setia mungkin." ia kemudian meraih celana jeans yang menurutnya sesuai ukurannya lalu mengenakannya hati-hati, menghindari gesekan seminimal mungkin dengan luka di lututnya.
Mata Brayden terbuka lebar sesaat lalu ia menggeleng tak habis pikir dengan ucapan Chad barusan. "Bulan harus terbit di siang hari dulu kalau begitu."
"That's impossible but... Be careful." timpal Alan menggoda Brayden. "Kau bisa termakan ucapanmu sendiri, Bray."
"Tidak akan. Aku masih berpikir logis untuk tidak jatuh cinta terhadap wanita manapun."
"Kenapa kau begitu tak menyukai gagasan jatuh cinta, Bray?" cetus Chad yang kemudian meringis pelan saat mengaitkan kancing celananya. "Sial... Celana ini sempit sekali." umpatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Target Man
Romance17+ (Cerita sudah diterbitkan secara self publish. Tersedia juga di google playbook) Tristan, pria pendiam yang memiliki masa lalu kelam di hadapkan pada permasalahan sulit ketika di pertemukan dengan Clarisse Peterson, wanita cantik yang tanpa disa...