Part 41

29.9K 2.1K 105
                                        

Dear readers, Part ini bagian paling sulit yang pernah aku buat. Jadi, mohon di maafkan kalo ada yang kurang di sana sini ya^_^

Terus, aku mau bilang. Semua adegan action yang tergambar di sini itu hasil imajinasi aku sendiri. So, maafkan sekali lagi ya kalo jelek dan tidak sesuai dengan ekspektasi kalian...

Ok, langsung aja... Happy reading:-)

***

Ruangan pengap dan remang-remang itu tak terdengar sepi lagi ketika suara lecutan cambuk membelah udara, mengoyak kulit seseorang hingga menimbulkan suara erangan panjang yang membuat Clarisse terisak dalam diam, airmatanya pun tak pernah berhenti membasahi pipinya yang kotor. Dirinya sudah tak sanggup melihat lelaki yang di cintainya di lukai hingga begitu dalam.

Entah sudah berapa lama mereka memperlakukan Tristan tanpa belas kasihan, menyakiti punggung telanjang laki-laki itu dengan menambah daftar luka cambukannya di saat Tristan tak mampu melindungi diri karena kedua pergelangan tangannya, di ikat dengan borgol besi dan di kaitkan ke langit-langit atap kapal. Sementara lututnya tak lepas dari perhatian Sergio yang sudah dua kali melepaskan peluru panasnya di tempat yang berbeda. Dan ini ketiga kalinya Clarisse melihat laki-laki itu mengokang senjatanya dan hendak menembak lutut Tristan lagi.

"Ada yang ingin kau sampaikan padaku sebelum aku mengirimmu ke tempat Ayahmu, Tristan?" suara Sergio terdengar sangat tenang, seolah-olah dia tidak melakukan hal yang salah terhadap keponakannya sendiri. Laki-laki itu duduk santai di hadapan Tristan, sedikit berjauhan dengan Clarisse yang tak pernah lepas dari pengawasan Daniel yang turut menyaksikan itu semua dengan senyum terkembang puas. Sedangkan beberapa anak buah laki-laki itu terdiam di tempat masing-masing dengan ekspresi wajah tak jauh berbeda dengan Daniel.

Dengan nafas terengah-engah, Tristan mengamati Sergio dengan tajam dan mengabaikan rasa sakit yang menyebar ke seluruh tubuhnya. Ya. Tubuhnya sudah terasa sakit sekali akibat luka cambuk dan peluru pistol yang menghujam kedua lututnya itu. "Enyahlah kau ke neraka..." desisnya tak mengenal rasa takut.

Usai kata-kata itu terlontar dari mulut Tristan, suara lecutan cambuk kembali terdengar dan kali ini begitu kencang, membuatnya tersentak keras ketika benda itu mengoyak kulit punggungnya hingga mengeluarkan darah segar.

"Hentikan, Jack..." pinta Sergio kepada Jack yang menarik cemeti itu ke belakang, bersiap melecut kulit Tristan lebih keras dari sebelumnya. "Aku tak mengira kau tetap melawanku bahkan di saat kondisimu sudah seperti ini." Sergio bangkit perlahan lalu beranjak mendekati Tristan dalam lima langkah. Ia mengamati wajah rupawan keponakannya itu yang sudah ternodai luka lebam di beberapa bagian akibat pukulan bertubi-tubi yang di lakukan oleh anak buahnya. "Apa kau ingin aku menyakiti wanitamu terlebih dahulu?"

Di tengah pesakitannya, mata Tristan menyipit marah. Peluh mulai membasahi dahinya dan menetes hingga ke leher dan dada telanjangnya. Mereka sengaja melepas pakaiannya karena keberadaan kamera pengintai itu sudah di ketahui oleh Sergio, menyisakan celana jeans hitam yang berlubang di daerah lutut akibat timah panas yang bersarang di sana. "Aku akan membunuhmu jika kau menyentuhnya sedikit saja, berengsek!"

Mendapati dirinya di umpat dengan kasar, Sergio malah tertawa pelan. Ia merasa tertantang menundukkan Tristan yang sedari awal menunjukkan perlawanan tak berarti. "Kau persis sekali seperti Ayahmu, kau tahu? Laki-laki keras kepala yang jatuh cinta kepada seorang wanita lemah lembut seperti... " Di alihkan tatapannya pada Clarisse yang masih menangis. "Dia." ada rasa tak suka yang terdengar dalam suaranya tatkala ia mengatakan hal tersebut. "Wanita bodoh yang tidak bisa melakukan hal apapun selain menangisi nasib pria yang di cintainya." ucapannya seakan merujuk pada seseorang selain Clarisse.

The Target ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang