Part 34

37K 2.3K 95
                                    

Aku kasih lagu kesukaanku pada kalian semua:-)  putar ya... Ini lagu lama, tapi rasanya ngena banget. Romantisnya juga kaya Tristan dan Clarisse, Bikin diabetes.. Hihihi...

Bacstreetboys-Drowning

Enjoy...

***

Bayden mendengus sebal dalam hati, merutuki matanya yang sesekali mengamati pemandangan di belakangnya melalui kaca spion. Pemandangan yang entah mengapa membuatnya canggung sekaligus risih ketika Tristan dan Clarisse tampak bermesraan tanpa melihat kondisi dan waktu. Kedua sejoli itu bahkan seperti menganggap kehadirannya bak supir pribadi yang bisa mereka acuhkan begitu saja.

Sudah satu jam mereka berada di posisi itu -saling berpelukan- atau lebih tepatnya Tristan yang mendekap tubuh Clarisse dengan lembut. Satu lagi keanehan terjadi pada sahabatnya tersebut. Entah sudah berapa kali Brayden memergoki Tristan tersenyum, sesuatu yang tak pernah lelaki itu lakukan lagi semenjak peristiwa tragis yang mereka alami di penjara kapal delapan belas tahun silam. Tampaknya cinta memang benar-benar bisa membuka mata hati seseorang yang tertutup sekalipun.

Seharusnya ia tidak perlu melihat semua ini jika saja Alan dan Chad tidak mengusulkan dirinya untuk mengantar Tristan pulang meski luka yang derita laki-laki itu termasuk ringan. Mungkin juga karena kehadiran Clarisse lah mereka jadi tak tega membiarkan Tristan pulang seorang diri.

"Bray, bisakah kau menaikkan suhu pendingin udara di mobilmu?"

Tertegun, Brayden mengamati Tristan melalui kaca spion yang berada di hadapannya. "Memangnya kenapa?"

Tristan mengusap lembut punggung Clarisse yang tampak mengantuk. "Clarisse kedinginan." uap napas hangatnya berhembus, mengenai sebagian rambut Clarisse yang panjang dan bergelombang.

Satu lagi keanehan Tristan bertambah. Ucap Brayden dalam hati. Lelaki itu menjadi lebih peka terhadap kondisi Clarisse. Sebegitu dalamkah efek cinta yang di rasakan oleh seorang lelaki? Jika benar, ia bertekad menghindari perasaan konyol itu untuk selama-lamanya.

"Bray....?"

"Ya, aku mendengarmu, Tristan." Brayden segera menuruti keinginan sahabatnya itu.

Sementara Clarisse tampak mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba bertahan dari serangan kantuk sekaligus hawa dingin yang kian merasuk ke dalam pori-pori kulitnya. "Tristan, aku--"

"Sssttt.. Tidurlah." sela Tristan seraya mempererat pelukannya. "Aku tahu kau pasti mengantuk sekarang." dengan seringan bulu, lelaki itu kemudian mengecup pelipis Clarisse dan membuat wajah wanita itu mendongak. "Kenapa? Kau masih kedinginan?"

Clarisse menggeleng. "Tidak terlalu. Apa tidak apa-apa kita meninggalkan kakekmu sendirian?"

"Tenang saja. Aku sudah mengerahkan beberapa anggota MI6 dan pengawal berpengalaman untuk menjaganya. Lagipula ada Chad, dia masih bisa di andalkan daripada Alan."

Clarisse terdiam, memutar kembali ingatannya ketika kedatangan seorang wanita paruh baya membuat Alan tersenyum cerah. Wanita itu datang sebelum ia dan Tristan meninggalkan ruang rawat laki-laki itu untuk pulang bersama Brayden. "Lalu siapa wanita yang tadi datang ke ruang rawat Alan?"

Tristan tersenyum tipis. "Beliau Mrs. Dorothy, Ibu Alan. Wanita yang sudah dua tahun terakhir tinggal di Los Angeles bersama suami barunya."

"Apa hanya Alan saja yang masih memiliki Ibu di antara kalian berempat?"

Pertanyaan Clarisse tampak membuat Tristan terdiam, begitu pun dengan Brayden yang sedari tadi mendengar percakapan mereka.

Merutuki keingintahuannya, Clarisse pun berujar. "Ah, maafkan aku.. Bukan maksudku ingin menyinggung soal itu."

The Target ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang