Part 30

34.3K 2.3K 73
                                        

Maaf ya, aku baru update hari ini... Sudah empat hari kondisi aku kurang fit. Pilek, batuk, masuk angin, demam, mual semuanya udah aku rasain.

Alhamdulillah, hari ini badan aku udah enakan, jadi aku paksain buat bikin part ini. Semoga memuaskan dan ga mengecewakan ya:-) mohon di maklumi kalo ada typo atau feelnya kurang, thanks.

Playlist : Sam Smith - writing's on the wall.

***

Mobil range rovers itu terlihat hancur, sudah berada di batas ambang pertahanannya ketika rentetan peluru menghantam kaca belakang dan hampir menembus kepala Chad yang langsung menundukkan tubuh. Pria tua yang duduk di sebelahnya pun langsung mengikuti apa yang Chad lakukan.

Sudah setengah jam mereka terus bergulat dengan peluru dan waktu, menyebabkan sepanjang ruas jalan raya di penuhi suara-suara bising yang tiada habisnya. Suara-suara tersebut rupanya tak hanya berupa ledakan peluru saja, tapi juga di warnai dengan klakson pengguna jalan raya lainnya dan teriakan ngeri yang terdengar samar-samar di kegelapan malam yang turut menjadi saksi bisu pertarungan tersebut.

Tak sanggup menahan diri lagi, Chad pun menggeram kesal. "Ini sudah keterlaluan. Mereka berupaya menembaki kita habis-habisan!" serpihan-serpihan kaca tampak beterbangan di sekitarnya.

Kondisi itu tak berbeda dengan Anthony. Laki-laki tua itu tampak berantakan dengan kondisi jas hitamnya tergores di beberapa bagian karena serpihan material tajam.

"Ini tidak bisa di biarkan, Tristan." seru Alan marah. "Lakukan sesuatu. Kita pasti tamat bahkan sebelum mobil sialan ini sampai di terowongan merseyside!" ia merasa keseimbangan mobilnya sudah terganggu akibat rentetan peluru yang mengenai body mobil tersebut.

Tristan berpikir cepat, ia menembaki mobil di belakangnya tiga kali sebelum otaknya berputar saat melirik kotak penyimpanan amunisi yang terletak di sisinya. Tak mau mengambil resiko, ia pun berujar. "Aku tidak bisa menggunakan granat dalam kondisi seperti ini, Al!"
Ia tak bisa mengabaikan keberadaan mobil-mobil lain yang mungkin turut menjadi korban ledakan besar itu sebelum mereka memasuki kawasan steril di sekitar terowongan merseyside.

Memaksakan diri, Alan menambah kecepatan mobil saat mencapai tikungan tajam ke arah kanan hingga mobilnya menerobos batas jalan dan hampir menabrak mobil yang sedang melaju tinggi dari arah berlawanan. "Lalu kita harus bagaimana sekarang?"

"Cari jalan sepi!" suruh Chad dari belakang.

"Itu tidak bisa. Di sini tak ada jalan sepi serupa gang-gang kecil yang malah semakin memojokkan kita, Chad." tandas Tristan.

"Lalu kita harus melakukan apa?" gumam Alan tak sabar. Tubuhnya mulai merasa letih setelah ia mengendarai mobilnya ugal-ugalan.

Tristan berpikir keras lalu memejamkan matanya di sela hujan peluru yang masih terdengar di sekelilingnya. Napasnya memburu sewaktu ia berkata. "Yang harus kita lakukan hanya menghindar, Al. Aku tidak bisa membahayakan nyawa orang lain dengan menggunakan granat. Aku tak mau mengambil resiko besar itu."

"Tristan benar." sela Anthony. "Kita hanya bisa menghindar tanpa melukai orang-orang yang tidak bersalah. Lagipula sesaat lagi kita akan melintasi terowongan itu."

"Masih jauh." sembur Chad sambil menipiskan bibirnya tak suka. "Aku tahu benar letak terowongan itu. Perlu waktu seperampat jam lagi untuk tiba di sana." mengokang senjatanya, Chad kembali menembaki mobil di belakangnya dengan hati-hati. "Apa kalian ingin mati sia-sia di sini?"

Tristan memikirkan berbagai kemungkinan yang melintas di kepalanya sedetik setelah pertanyaan Chad itu mengalun di udara. Niat awalnya yang tak ingin melibatkan teman-temannya ke dalam masalah pribadinya harus kandas begitu saja saat mereka melakukan satu kecerobohan. Tapi karena ia lah teman-temannya harus mengalami kesusahan seperti ini. Ia merasa bertanggung jawab penuh atas keterlibatan mereka hingga ia pun tak sanggup jika salah satu di antara mereka terluka.

The Target ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang