10. Teh

4.4K 274 4
                                    

Pic: Reiji-san

***

"Tunggu sebentar, ya. Aku mau buat teh. " Reiji berjalan ke arah meja

Setelah teh jadi, Reiji meminumnya

"Eumm, aku... " Yui membuka suara


"Aku samapai lalai untuk menjelaskan posisimu saat ini. "

"Eh? "


"Tapi, seharusnya kamu tidak perlu sampai dijelaskan terus, kan? " Reiji membenarkan posisi duduknya, "Apa kamu pikir aku mau membuatkan teh untukmu? Tolong jangan besar kepala. Lancang sekali pikiranmu. " Reiji membuang nafas kasar, "Kamu bebas menikmati aromanya saja. "



"Jadi, ini semacam tempat penelitianmu ya, Reiji-san? Apa orang lain juga sering memakainya? Misalnya, seperti Shu-san? " Yui mengalihkan pembicaraan


"Dengar namanya saja, telingaku langsung terasa kotor. "


"Kenapa kamu sangat benci padanya? "


"Kamu tidak perlu tahu soal itu"
Reiji mengingat masa kecilnya, saat itu ia memandang keluar jendela, disana seorang anak kecil sedang diperhatikan dan diberi arahan oleh ibunya, ya anak kecil itu Shu. Ia memandang Shu dengan pandang bencinya sambil mengepalkan tangan.

"Khusus kali ini, aku akan mengalah... dan membagi tehku denganmu. "

Reiji meminta Yui untuk duduk sementara ia membuatkan teh untuk Yui. Teh jadi, Reiji menuangkan teh itu pada cangkir dan memberikannya pada Yui,
"Silahkan"


"Terima kasih banyak"
Yui meminum teh itu, kemudian Yui menjatuhkan gelasnya ke lantai membuat pecahannya diaman mana
"A-apa ini?! " tanya Yui memegangi lehernya


"Jangan khawatir. Itu tidak akan membahayakan jiwamu. " Reiji membolak balikan buku resep penelitiannya, "Tapi, harusnya ini tidak membuatmu mati rasa... Aku jadi harus membuat ramuan lain lagi. " Reiji kemudia membuat ramuan lagi

Reiji membuka paksa mulut Yui,
"Minum ini. "

Yui meminumnya setelah itu ia terbatuk dan jatuh tersungkur ke lantai. Telapak tangannya sobek terkena pecahan gelas dan berdarah.

"Tidak sopan, batuk keras keras begitu. " Reiji memicingkan matanya, "Kamu ini kenapa? Benda yang sudah rusak harus segera dibereskan " omel Reiji

Yui memandangi telapak tangan nya yang sobek karena pecahan gelas, ia meringis kesakitan. Reiji menarik tangan Yui dan melihat lukanya.


"Tolong jangan salah paham. Sama seperti cangkir ini, aku tidak tertarik dengan segala hal yang tidak sempurna. Itulah aku" jelas Reiji, Yui hanya memandangi Reiji dengan ekspresi tidak terbaca

"Tapi, kamu sudah memenuhi udara disini dengan aroma yang manis. " lanjutnya lalu menjilat luka Yui

"Ini... " Reiji terlihat berpikir, lalu ia meletakkan tangan Yui dan berjalan untuk keluar, tapi ia berhenti dan melepas sarung tangan yang selama ini selalu ia gunakan

"Aku jadi mencemari diriku dengan darahmu. "


"Tapi, itu.. " Yui membantah


"Aku tidak mau dengar alasan... berdiri. "


Yui segera berdiri sambil memegangi lukanya, ia memandangi punggung Reiji. Reiji berbalik dan menatap Yui tajam membuat Yui ketakutan dan melangkah mundur. Reiji langsung menerkam Yui hingga punggung Yui menabrak rak buku


"Reiji-san, tolong hentikan! " teriak Yui


"Memangnya akan ada orang yang bisa dengar teriakanmu? " Reiji merentangkan taringnya


"Jangan! " pekik Yui


"Manusia tidak lebih dari sekedar pemasok darah. Meskipun kamu hanya bank darah yang tidak berharga, aku masih berbaik hati memberikanmu kepuasan dibanding yang lainnya. Sini"

Reiji langsung menancapkan taringnya di leher Yui. Yui kesakitan dan mendorong paksa Reiji. Reiji memukul rak buku yang ada dibelakang Yui membuat Yui semakin ketakutan

"Tahu diri sedkkit, manusia! Kalau membangkang, tidak akan kumaafkan! Kamu harus takut padaku, lebih takut lagi! " bentak Reiji membuat Yui mau menangis

"Apa perlu luka ini kuperban? " Reiji menatap Yui tajam, "Akan kuperban sekeras mungkin sampai urat nadimu putus, lalu tanganmu akan membusuk sampai copot sendiri. " ucap Reiji dengan nada menyeramkan membuat Yui semakin gemetar

"Kira kira kamu akan teriak seperti apa, ya? Membayangkannya saja, aku jadi bergairah... " Yui pingsan dan tangan kirinya yang terluka dipegangi oleh Reiji sehingga tubuh yui menggantung

"Wajahmu akan berubah jadi penuh penyesalan. Kamu akan menderita, lalu menangis dan menjerit... dan akirnya mati! "

Jeremy kembali membayangkan masalalunya,

"Akhirnya aku...

bisa menyaksikan kemampuanmu dengan mataku sendiri.

Aku... selama ini, selalu berharap... kalau orang yang membunuhku kelak... adalah kamu.

Rasanya puas.... " setelah mengatakan kalimat itu, Beatrix mati dengan tersenyum

"Sampai matipun, kamu masih tetap tersenyum?! Tidak boleh!

Tidak bisa begini!

Tidak bisa kubiarkan!

Aku sama sekali tidak berniat membiarkan Mama mati dengan tenang! Kenapa aku bisa membiarkan hal ini terjadi?! " Reiji berteriak kesetanan

Reiji sadar dari lamunanya,
"Tidak akan kubiarkan. "

********************

Mr. Sadistic NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang