Awan hitam itu bagai menyelimuti bumi. Membuat gelap langit biru, dan akan segera menumpahkan kesedihannya. Andai ia bisa melakukan hal yang serupa, tak akan ada lagi awan hitam yang menutupi, dan tergantikan oleh pelangi dan juga langit biru yang cerah. Memang tak selamanya cerah, badai itu kan selalu datang kapan pun ia mau. Tapi sayangnya, langit cerah itu hanyalah angan-angan.Bau Petrichor menyeruak masuk menusuk hidung. Bau yang dipercayai dapat menenangkan jiwa bagi mereka yang menikmatinya. Hari ini begitu gelap dan sunyi. Terlihat angin yang menerbangkan daun-daun yang telah kekuningan menjauh dari pohon tempatnya berasal. Angin yang berhembus itu membawa apapun yang bisa ia bawa pergi. Gadis itu, menatap nanar ke gundukan tanah dihadapannya.
"Bagaimana kabar mama?" Tanya gadis itu. Bersimbah air mata.
"Tolonglah, jawab aku sekali saja." Ia kembali menangis memegang batu nisan yang terbuat dari batu alam itu. Berharap seorang wanita yang dikubur disana beberapa tahun yang lalu itu akan menjawabnya barang sebentar saja.
"Disini semua orang jahat ma, gak ada yang bisa ngertiin aku. Seluruh dunia serasa terbalik sejak kejadian itu. Aku..." Dia menelan ludahnya. Mencoba menelan segala kepedihan yang ia rasakan. "Aku.. Aku terlalu lemah, ma." Ia yang tadi berdiri terduduk.
"Akankah semuanya kembali indah? Kembali seperti dulu disaat...." Dia kembali terisak, lalu tersenyum pahit. "Aku tau itu gak bakal mungkin."
"Lo ngapain disini?" Tanya suara dingin itu. Diasley menoleh kebelakang, berdiri, dan Menghapus kasar air matanya menggunakan punggung tangannya.
"Ini mama gue," Singkat.
"Tapi lo gak pantes disini." Dia maju hingga berada tepat disamping gundukan tanah itu.
"Kata siapa?"
"Kata gue...dan papa." Jawab Kimmy sarkastik.
"Kenapa?" Tanyanya.
"Karna lo yang menyebabkan mama meninggal," Dia mulai meninggikan suaranya.
"Itu bukan gue."
"Ck! Yes, you did."
-----
"Hai, Val!" Seru mereka bertiga semangat. Hari ini kepulangan Vale dari Australia karna urusan keluarga yang diutarakan gadis itu beberapa waktu yang lalu.
"Whaa, lo pada jemput gue? Cocwit deh lo!" Vale tertawa dengan ekspresi kagetnya melihat ketiga sahabatnya menunggu dipintu kedatangan.
"Lah, kan kita emang cocwit." Leo mengerlingkan nakal matanya pada Vale. "Mulai sekarang lo berdua jadi pacar gue." Cibir Leo sembari mengapit kepala Diasley dan Vale di tangannya.
"Semerdeka lo dah," Andrew tertawa melihat kedua gadis itu sesak diapit oleh Leo.
"Cieee cemburuuuu..." Goda Leo.
"Eh, lo kok sendiri deh?" Tanya Andrew pada Vale.
"Keluarga gue udah dari 3 hari yang lalu pulang."
"Kenapa lo lama?" Tanya Leo.
"Males aja pulang cepet."
"Lo gak kangen sama kegantengan gue?" Leo menaik turunkan alisnya sambil tersenyum penuh maksud.
"PeDe lo!" Vale mencibir.
"Jalan yukkkk," Instrupsi Andrew.
"Capek tapiii," Vale cemberut. Yang benar saja ia baru saja sampai dan langsung diajak jalan-jalan?
"Lah lo gak kangen sama gue? Udah selama itu lo pergi tiba-tiba. Masa gak mau? Ayolah. Please..." Leo memasang puppy eyes—nya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DARK
Подростковая литература[Complete] Laki-laki itu menatapnya dari bawah sambil berbaring dipaha gadis itu. "Jangan bicara seakan-akan lo bakal pergi." "It's real life, i told you for many times, Andrew." Dan kini gadis itu berada dipelukan sahabatnya setelah beberapa bulan...