Passion
noun1.strong and barely controllable emotion.<<<>>>
Kurang lebih sejak Hexagon-1 tamat di wattpad, saya enggak pernah menyentuh tombol "ciptakan" lagi. Dan detik ini barulah saya berani melakukannya. Apakah Anda berpikir bahwa saya sedang sangat sibuk, sehingga hanya bisa membalas dan terus memberi harapan akan kelanjutan sekuel Hexagon di kolom komentar?
Apa pun itu, kenyataannya adalah ya dan tidak.
Tidak, karena saya sebetulnya memang tidak sesibuk itu (setidaknya untuk saat ini). Saya tetap masih punya waktu luang (jika mau menyisihkan) untuk menulis lanjutannya, lantas mulai mengupdate Singularitas Hitam Putih, seperti yang--beberapa dari--Anda sekalian harapkan.
Tetapi ada jawaban ya di sini. Kenyataannya memang ada hal yang menyibukkan pikiran saya akhir-akhir ini. Jika Anda membaca judul, mungkin Anda sudah bisa meraba arah pembicaraan kita siang hari ini.
Passion. Akhir-akhir ini mengganggu saya. Saya memang orang yang cenderung kiblat ke quote ini: "Choose a job you love, and you will never have to work a day in your life" (Confucius)
Bayangkan betapa bahagianya seseorang yang merasa sangat klop dengan pekerjaannya sejak awal. Ini terasa seperti menemukan jodoh sehidup-semati. Cinta pertama yang juga akan menjadi penutup. Happily ever after. Pastinya hidup akan terasa sangat sejahtera, bebas dari tekanan.
Tetapi itu terdengar seperti hidup di negeri dongeng. I think I've been grown up and that idea mustn't be realistic anymore. It's too fancy.
Passion sangat terkait dengan hobi. Dan saya sudah menemukan beberapa kemungkinan job yang bisa saya diperjuangkan, bila mengikuti saran Confucius. Saya senang, karena punya banyak pilihan sehingga tidak terikat pada satu pekerjaan saja. Tapi lambat laun saya sadar kalau itu menjadi bumerang.
Yeah, finally I got my confusion. Bingung, karena saya merasa hobi adalah hal yang sangat fleksibel sehingga berubah-ubah. Apa yang kita nikmati di masa lalu belum tentu cocok dengan sekarang. Saya dulu suka sekali dengan musik dan paduan suara. But my current interest are philosophy and writing, so I start to leave the previous job. Dan tidak menutup kemungkinan, nanti saya akan menyukai martial art atau mungkin ilmu penerbangan dan berhenti menulis. Who knows?
So, recently, I searched the others' opinion and I was escaped from my doubtful thought. I think this video is my favorite one:
Kalau Anda tidak sempat menonton videonya, biar saya translasikan dari balik kacamata saya.
"Don't follow your passion, your passion follows you"
Kalimat di akhir itu benar-benar menggugah, bukan? Kontras sekali dengan cara pandang Confucius. Dan saya baru sadar kalau pendapat ayah saya pada suatu ketika, sangat sesuai dengan ini. (Ya, saya sudah pernah curhat tentang ini, tapi entah mengapa tiba-tiba memikirkannya lagi.)
Poinnya, mengapa kita harus mengatasnamakan passion dalam memilih suatu pekerjaan? Jika seperti itu, seharusnya saya tidak perlu mengurus orang-orang sakit sekarang. Jika seperti itu, seharusnya saya melingkari Fisika Murni, Ilmu Komputer, Astronomi, atau Filsafat saja ketika mengisi borang pendaftaran kuliah dulu.
Jujur, saya tidak suka dengan Biologi dan kawan-kawannya yang memaksa saya harus menghafal nama-nama--mungkin sekarang juga masih ada perasaan itu, walaupun sudah banyak terkikis. Dan kalau Anda bertanya-tanya, kenapa saya tetap mengambil risiko ketika saya masih percaya pada Confucius. Anggap saja saya berdiri di sisi sekarang karena Tuhan telah mendikte demikian, serta jangan lupakan kepala saya yang keras, sehingga tetap memilih menjadi seorang anak kecil yang dengan polosnya bilang kalau saya mau jadi "ini" sejak dari bangku Sekolah Dasar tanpa bisa menjelaskan dengan detail alasannya. Hahaha. (Jika Anda sudah rampung membaca Hexagon-1, mungkin Anda bisa menyamakan saya dengan Arvin)
Oke, fokus. Tetapi apakah dengan begitu serta-merta saya memutuskan bahwa selama ini saya salah jurusan?
Iya, tapi juga tidak (oh, saya senang berada di antara jawaban ya dan tidak, haha). Saya tetap berusaha ada di antara kata optimis dan juga pesimis. Jangan kira dosen-dosen saya tidak berusaha membuat mahasiswanya berpikir pesimistis. Hubungan praktik kami dengan para lawyer, media-media yang lampunya menyorot-nyorot, gaji tipis karena asuransi kesehatan, pabrik obat yang melakukan ini itu. But hey ... this is life! Dengan diberikan itu saya harus berpikir realistis. Hidup itu ya begini. Walaupun saya memutuskan untuk berhenti sekarang, saya pasti akan menghadapi "monster-monster" lain di luar sana. Saya pikir tiap pekerjaan punya sisi gelap masing-masing. So, I should relax.
Kembali ke pikiran utama. Saya rasa sekarang saya setuju jika passion tidak selalu harus menjadi sopir kita. Karena dia bisa berubah kapan saja. Justru kitalah yang harus menyetirnya. Kita yang punya daya untuk menumbuhkan passion alias kecintaan terhadap pekerjaan yang telah kita pilih. Dengan begitu kita akan jauh dari kata stress saat menghadapi pekerjaan yang tingkat ketidaknyamanannya hanya berlaku relatif--semua hal di dunia tidak ada yang absolut. So, try to stay cool in your current job. Cari bagian yang menarik. Entah itu rutinitasnya, entah itu ilmunya, entah gajinya, atau bahkan mungkin rekan kerjanya, atau hal-hal ekstra yang tidak bisa Anda dapatkan dari pekerjaan lain. Jika ada satu lembar halaman putih, kenapa harus fokus pada setitik noda tinta di dalamnya?
Dan jika boleh saya tambahkan, mungkin manusia memang perlu "berselingkuh" soal pekerjaan--ini adalah titik tengah dari pemahaman saya yang lama dan yang baru. Satu pekerjaan adalah pekerjaan utama, dan satu pekerjaan lain adalah sampingan alias pekerjaan tidak tetap, yang bisa Anda sesuaikan dengan hobi pada saat ini. Dengan begitu, fokus akan tetap terjaga, dan rasa penat juga akan sirna. Hanya berusahalah untuk memproporsikan keduanya menjadi bagian yang tidak saling melakukan kontroversi.
Enjoy your holy-day, even it's not a holiday. :D
p.s. saya tetap melanjutkan Hexagon kok :) Tapi enggak bisa menentukan itu kapan. Jadi jawaban saya masih tetap sama seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fragmen Dirgahayu
RandomPikiran adalah satu wadah dua arah Hanya jika ia terbuka Pikiran adalah sebilah candrasa Hanya jika ia terasah Pikiran adalah kebulatan tanpa ilusi Hanya jika ia termaknai . . . Diperbaharui setiap mood saya bereaksi