Takut

794 63 5
                                    

Tepat dua minggu yang lalu, tempat kost saya kemalingan. Saya waktu itu sedang pulang kampung. Sidik menyidik, nggak terlalu terkejut dengan kemungkinan pelakunya orang yang saya kenal--orang dalam. Terus terang saja jadi takut jika ternyata saya berada di antara sindikat keji model zaman modern (coret: jahiliyah). Pasalnya, selain kejadiannya menurut saya sangat rapi dan terkesan profesional, tersangka bukan orang biasa, dalam artian dia punya koloni dan senjata, sedangkan saya cuma modal doa. Diproses pun nggak akan bisa bikin hidup saya tenang.

Akhirnya, untuk menghentikan perdebatan orang-orang di sekitar saya yang normalnya menyuruh lapor polisi, saya justru memilih untuk pindah dan menghindar. Hidup saya sedang sangat keruh waktu itu, dan membayangkan untuk berhubungan dengan birokrasi bikin saya pengin terjun ke jurang saja rasanya. Jelas itu berpotensi membuka lembaran hitam yang sepertinya jauh dari kata simpel.

Ini adalah mekanisme pembelaan ego saya--pasti berbeda tiap orang. Ketika terjadi hal semacam itu, saya berusaha biar tidak menyalahkan siapa-siapa, termasuk diri sendiri. Karena memang tidak ada yang benar, buat apa disalah-salahin. Pelaku jelas salah, ngga ada benarnya mengambil amanah orang lain untuk menjaga rezeki. Sedangkan saya sendiri? Sudah jelas, menaruh barang berharga di kosan, tanpa tedeng aling-aling seperti alarm atau kamera cctv, karena terlalu percaya kepada manusia (baca: setan berbentuk manusia) adalah ide terburuk sepanjang sejarah.

Poin yang saya sampaikan adalah, ketika ada orang lain yang datang menyerang, seberapa pun kita marah dan mau membalas dendam, saya ingat-ingat lagi, dunia ini cuma arena ujian. Dalam sudut pandang tertentu, manusia bisa saja melakukan tindak kriminal, hanya karena takut, takut jika dirinya kalah spesifikasi (kalah pintar, kalah kaya, kalah baik, kalah rupawan, dsb.) Sehingga siapa pun yang ia anggap lebih lemah, akan dicaplok, sebelum orang lain semakin kuat dan mengalahkannya. Prinsip inilah yang selalu saya temukan dalam permainan adu tanding, di mana kita harus kuat dan menyerang duluan sebelum musuh tidak terkalahkan. Sistem tertutup. Jelas, sistem yang tercipta dari pikiran yang tidak dibuka.

Semoga ia dingatkan, ketakutannya pada dunia akan melahirkan ketakutan terhadap yang lain. Karena hanya ada satu jenis ketakutan yang justru melahirkan keberanian. Ketakutan kepada Tuhan.

p.s. Sampai sekarang saya masih merasa kasihan karena sepertinya selain sempat mendapatkan karma dunia, tersangka juga senantiasa berusaha menjauh dari saya. Jelas, ketenangan hidupnya akan berkurang. Padahal saya cuma mau menyapa baik-baik. Dan kalau pun ternyata memang benar dia pelakunya, malah saya mau berterima kasih, soalnya sudah mengingatkan pada sesuatu yang sangat penting, selalu berhati-hati di mana pun kita berada. Lebih-lebih kalau barang-barangnya mau dikembalikan, karena yang berat untuk terpisah adalah kenangan, bukan bentuk fisiknya. Tetapi rasanya nggak mungkin empati dia sampai segitu, hahaha. Ya sudah lah. Kasus ditutup

#dokdokdok

Fragmen DirgahayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang