Masyarakat senang sekali menaruh harga terhadap sesuatu. Lalu menilainya berdasarkan tinggi rendahnya kategori tersebut. Maka dari itu, siapa pun akan berlomba-lomba untuk menduduki tempat tertinggi.
Mari kita ingat tentang filosofi jari tangan. Semakin seseorang naik ke ujung, semakin sedikit ilmu dan ruang gerak yang dia ketahui. Jarang sekali orang yang ahli dalam banyak hal. Kalaupun begitu, biasanya dia tidak sedang berada di ujung jari--bisa di tengah-tengah ruas jari, atau mungkin di bawah, dekat dengan telapak tangan. Kemampuan manusia itu bukan tanpa batas, Mbak Sist. Jadi selalu ada konsekuensi, memilih di dasar atau di ujung?
Setelah seseorang sukses naik ke puncak jari, biasanya akan berpikir bahwa dia sudah sampai di zona aman, "I am on top of the world! Tidak akan ada lagi yang mampu menyaingi saya, huwahuwahuwa!" Padahal tidak juga. Semakin tinggi pohon, anginnya kan semakin kencang.
Angin topan itu tidak harus berasal dari luar, tetapi bisa juga berasal dari dalam. Contoh simpelnya: harga diri. Setiap orang memiliki kadar harga diri yang berbeda. Orang dengan harga diri sangat tinggi disebut narsisistik. Orang narsisistik memang sangat cocok bekerja di depan kamera. Aktor, aktris, musisi, penari, tukang atraksi, pembawa acara, dsb. Namun, bukan berarti semua yang bekerja di depan layar orangnya narsis, ya. Hanya saja jika kamu narsis dan bekerja di depan kamera, biasanya lebih gampang meroket. Sebab orang narsis senantiasa menonjolkan kelebihannya. Yang cantik masih perawatan, yang pintar masih ambil sekolah. Itu kalau dia pakai cara sehat--menaikkan harga jual dengan menambah prestasi. Kalau malas menambah prestasi bagaimana? Ya itu salah satu cara yang kurang sehat, merendahkan orang lain.
Dan beginilah drama perang-perangan dimulai pemirsa. Dalam sebuah drama, minimal penonton bakal selalu mengidentifikasi, mana pihak protagonis, mana antagonis. Kadang ada yang langsung jelas, ada yang harus melewati beberapa tinjauan studi (halah). Drama yang terbaru ini jelas sekali, pemirsa. Intinya, saya tidak sependapat dengan pernyataan seorang narsisistik yang memakai mekanisme coping atau pembelaan ego yang kurang benar. Sudah jelas, ada yang salah dari pihak A, tetapi ada yang salah juga di pihak B. Yang benar adalah siapa yang meminta maaf, dan yang tidak benar adalah yang merasa tidak perlu diperbaiki. Terkadang lucu juga pada akhirnya mengetahui flaw seorang bintang, terlepas dari semua hasil karya dia yang menurut saya bagus.
Pesannya adalah, stay kalem saja. Harga diri itu seperti air. Dia akan jatuh bercucuran ketika kamu pegang terlalu erat.
Ini ada yang paham 'kan ya, saya omongin siapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fragmen Dirgahayu
RandomPikiran adalah satu wadah dua arah Hanya jika ia terbuka Pikiran adalah sebilah candrasa Hanya jika ia terasah Pikiran adalah kebulatan tanpa ilusi Hanya jika ia termaknai . . . Diperbaharui setiap mood saya bereaksi