Kita boleh nggak sih netral aja?
Seperti yang kita tahu, sikap netral adalah menempatkan posisi di tengah-tengah suatu masalah. Di saat yang lain sibuk memilih warna hitam atau putih, kamu malah bergeming, tak ambil tindakan, atau justru memilih abu-abu.
Kesan pertama terhadap orang yang netral adalah apatis, tidak acuh. Atau yang lebih judes lagi dianggap munafik, nggak punya pendirian. Padahal mendiagnosis pikiran manusia itu nggak sesimpel menggoreng tahu. Menjadi netral nggak serta-merta jelek tuh.
Apatis adalah tindakan tak mau tahu, pasif, dan resisten. Ada isu sepanas bintang Rigel pun dia bodo amat, urusan nebelin dompet masih lebih penting daripada tetek bengek masyarakat. Orang memilih netral bukan karena tidak mau tahu, tetapi ingin menjaga hati dan tidak memperkeruh suasana. Karena bagi mereka, tidak setiap masalah tampak seperti apa yang terlihat.
Munafik memang adalah golongan yang hina. Berbohong salah satunya. Di hati B, mulutnya bicara A. Mengaku umat beragama tetapi lalai mencerminkan ajarannya. Atau tidak peduli moral, supaya keren, tetapi takut masuk penjara. Apakah netral selalu begitu? Bagi sebagian orang mugkin iya, sengaja bilang kalau netral deh, nggak bela siapa-siapa, padahal di balik layar getol mendukung kubu Selatan. Kadang, jujur itu juga susah dan serbasalah, terutama kalau kamu orang Jawa yang nggak enakan seperti saya. "Gimana makanannya, enak?" Senyum-senyum sambil mengangguk, padahal pengin mecahin itu piring biar makanannya berceceran dimakan kucing. Andai dia nggak tanya, saya nggak akan kena dosa. Makanya, jangan kebanyakan tanya, wkwk. Jawab jujur nanti nyakitin perasaan, nggak dijawab, disangka budeg, nggak bisa baca, atau suka ngacangin.
Jadi, netral itu bagus dong, Kak?
Ya, tapi nggak selamanya. Memangnya setiap masalah harus dapat satu treatment yang sama? Ada kalanya kamu harus tegas, yaitu ketika menghadapi musuh yang nyata.
Bagaimana menurutmu?
*udah dibilangin jangan nanya, malah nanya*
KAMU SEDANG MEMBACA
Fragmen Dirgahayu
RandomPikiran adalah satu wadah dua arah Hanya jika ia terbuka Pikiran adalah sebilah candrasa Hanya jika ia terasah Pikiran adalah kebulatan tanpa ilusi Hanya jika ia termaknai . . . Diperbaharui setiap mood saya bereaksi