Hai, rasanya kangen betul deh nulis di sini, walaupun cuma beberapa penggal kalimat sebentar.
Cuma ingin tahu aja, di tengah adu gelombang dahsyat ini, kamu orang yang seperti apa?
Realistis atau optimis?
Maksudku, dari dulu sampai sekarang, aku merasa dunia ini makin lama makin runyam, hancur, bobrok, dan tak terkendali. Kayanya mau kiamat. Kadang membuatku sedih dan tak punya harapan.
Dulu waktu masih kecil, seingetku masalah dunia ini cuma berkutat pada monster di film kartun, mainan gundu, dan seruan emak buat ngaji. Matahari selalu terik, anginnya segar, air sungai seperti kaca kristal, suara alam begitu nikmat, lembut menabuh kuping.
Ternyata orang dewasa berbahasa lain, pantas saja dulu tak mengerti. Dan remaja itu seperti orang puasa, tetapi harus dijejali mentimun busuk sampai kenyang.
Setengah ranum, barulah cermin di depan mata mulai kelihatan. Ternyata, selama ini aku hanya melihat pantulan. Apa yang kubutuhkan tidak ada di sana, tetapi sudah di sini. Pantas bila tangan kadang salah mengambil. Padahal ombak masih terus menerjang, lalu apa yang harus aku lakukan?
Faktanya adalah, aku hidup di alam cermin. Semua batin yang melintas, akan menjadi realitas. Aku tak pernah memikirkan bagaimana lilin suatu saat akan habis, sebelum apinya terjun menuju dasar. Makanya, semakin tua, semakin banyak yang dihujat. Karena ujian pasti butuh kekuatan--yang dapat dari mana lagi coba?
Intinya, mikir itu susah. Orang kerja saja, lama-lama di luar kepala kok. Sekarang balik lagi, kamu mau merenungkan garis-garis tebal berpotongan melintang bersinggungan, yang sebenarnya udah ada dari dulu, atau beralih ke ruang kosong di dalam lukisan?
Kepikiran sih bikin work tentang antinya antitesis. Dekil ih lama-lama mikir konspirasi terus. Pokoknya jangan sampai lupa, betapa luasnya jengkal yang steril dari muntahan drama.
Cahaya yang dimakan gulita? Nggak papa, yang penting nggak dimakan ubul-ubul.
*apasih*
KAMU SEDANG MEMBACA
Fragmen Dirgahayu
CasualePikiran adalah satu wadah dua arah Hanya jika ia terbuka Pikiran adalah sebilah candrasa Hanya jika ia terasah Pikiran adalah kebulatan tanpa ilusi Hanya jika ia termaknai . . . Diperbaharui setiap mood saya bereaksi