Intelegensi Artifisial

923 85 36
                                    

Siapa di sini yang berani menyatakan diri sebagai manusia?

Kuanggap kalian sedang mengerutkan dahi dan bertanya, "What've you said? We're human, aren't we?"

Yap, kita memang manusia, tapi apakah yakin memiliki fitur manusiawi seutuhnya? Setidaknya, yakinkah sanggup setiap saat mengaktifkan mode tersebut?

Human ≠ humanity.

Pertama-tama kamu harus mengenal robot dengan Artificial Intelligent (AI) yang sempurna lebih dalam dulu. Karena eksistensi mereka bisa menjadi titik kontrol bagi kita. We think that we're different with them, right?
Mereka diciptakan dengan landasan sains dan teknologi. Kita diciptakan atas dasar ketuhanan (walaupun sebagian memercayai karena probabilitas matematika).

Walaupun pada dasarnya sama-sama bisa merespons persepsi sensoris dan menerjemahkannya menjadi sesuatu yang harus dimunculkan sebagai aksi, batasnya akan jelas ketika sudah menyentuh ranah kesadaran. Itu yang memunculkan adanya kehendak bebas, alternatif tindakan, dan outcome yang secara luar biasa bisa memengaruhi ombak dunia (merujuk pada butterfly effect).

Problemanya adalah ketika konsep transendensi dan religius disinggung. Transenden adalah sifat gaib Tuhan yang berada di atas rasio kita. Agama secara tegas menyatakan bahwa manusia diciptakan untuk menyembah. Nah, sekarang bagaimana kalau generasi AI yang sempurna nantinya benar-benar terjadi? Akankah manusia setara dengan penciptanya? Atau bahkan melampaui, karena AI bisa diciptakan sangat sempurna, bahkan umur bukan menjadi batasan baginya.

Sayangnya kemungkinan itu akan menjadi kecil. Kamu tahu kenapa? Manusia sepertinya diprogram untuk menjadi makhluk paling superior. Mereka tak akan mungkin membiarkan hasil tangannya sendiri membahayakan spesies. Kecuali jika program tersebut diambil alih.

Terinspirasi dari serial TV yang bikin kebawa sampe mimpi: HUMANS

Fragmen DirgahayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang