Psikis Seorang Penulis

1.7K 159 133
                                    

Writers aren't people exactly. Or, if they're any good, they're a whole lot of people trying so hard to be one person.

(Para penulis sesungguhnya bukanlah manusia. Jika saja dibendakan, mereka adalah sekumpulan banyak orang yang berusaha untuk menjadi satu persona)

F. Scott Fitzgerald, The Love of the Last Tycoon


<<<>>>

Halo para pembaca dan penulis :)

Pernah membaca quote di atas? Atau justru sedang berpikir bahwa Anda mempunyai masalah kecil terkait dengan kepribadian di sekitar Anda?

Akhir-akhir ini banyak yang PM saya, menanyakan fenomena psikiatri. Saya yang awalnya sedikit menghindari ilmu empati itu karena menganggapnya terlalu sulit dan subjektif jadi tertarik. Oke, kita akan membahas banyak hal di bawah. Jadi siapkan diri untuk menemani saya belajar :)

Perasaan baru seperti absurditas, humor kering, mood labil, ide bizarre, berusaha melompat menjadi orang lain, menghidupi kebiasaan tokoh andalan, bahkan yang terberat adalah gejala psikosis meliputi: ilusi (melihat suatu benda dengan respon yang ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perasaan baru seperti absurditas, humor kering, mood labil, ide bizarre, berusaha melompat menjadi orang lain, menghidupi kebiasaan tokoh andalan, bahkan yang terberat adalah gejala psikosis meliputi: ilusi (melihat suatu benda dengan respon yang salah), halusinasi (menciptakan benda baru yang tidak eksis di dunia nyata), dan delusi/waham (kepercayaan akan suatu pengalaman yang tidak bisa dibantah orang),
adalah salah beberapa dari manifestasi pergeseran mental.

Anda mungkin bisa saja mengalaminya ketika menulis dan/atau membaca cerita fiksi. Karena entitas psikis walaupun tidak bisa dilihat mata, namun tetap bisa diamati dan dipelajari. Pasalnya kemampuan berempati manusia di zaman sekarang masih cukup bagus untuk mengidap suatu Fictofilia--kegandrungan akan tokoh fiksi. Dan Sherlock Holmes menjadi salah satu objek yang paling terkenal :D

Untuk penulis, kemampuan memunculkan sifat persona multipel saya anggap sebagai tuntutan dalam menciptakan variasi tokoh di dalam cerita fiksi. Ini wajar. Kalau tidak, semua tokoh Anda akan menjadi Naruto dengan nama yang berbeda-beda. Ini sama sekali tidak lucu, mengingat Anda akan dituntut akibat pelanggaran hak cipta.

Dengan demikian, saat menulis fiksi Anda telah diforsir untuk mempelajari kepribadian bahkan pengalaman psikis baru yang mungkin saja sangat bertentangan dengan riwayat pribadi Anda. Sebanyak mungkin. Semakin banyak modal, semakin besar keuntungan Anda--setidaknya begitu kata babe saya :D

Boleh, asalkan tidak sampai menimbulkan hendaya/gangguan sosial, sehingga Anda tidak dikatakan mengalami gangguan. Istilahnya, penulis dikatakan bagus jika bisa tetap berperilaku sehat secara mental, walaupun dia berisiko kontak. Mirip sekali dengan tenaga medis. Tetap sehat dan bugar walaupun berkali-kali masuk ke gudang penyakit.

Selanjutnya, selain kepribadian ganda, kita akan membahas waham. Hati-hatilah terhadap suatu konsep dan buah pikir, karena pikiran sadar kita rentan sekali terjebak fantasi. Mengingat alam sadar hanyalah sepucuk gunung es yang tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan area subconsciousness, alias level bawah sadar yang penuh misteri. Sekalinya gunung es retak dari bawah, maka buyar sudah pucuk-pucuknya. Ini sudah barang tentu bisa menjadi sebuah katastrofi.

 Ini sudah barang tentu bisa menjadi sebuah katastrofi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menulis adalah salah satu cabang seni. Wajar bila pekerjaan terkait seperti musisi, pelukis, pemahat, dramawan, bahkan dokter sekali pun, memiliki banyak kecocokan.

Saya pernah dikasih tahu teman saya bahwa penulis favorit saya, Dewi Lestari (musisi juga) sempat dihinggapi rasa kurang semangat hidup akibat terlalu simpatik terhadap tokoh buatannya sendiri di salah satu seri Supernova. Mungkin beliau merasakan apa yang saya rasakan--yang lebih memilih hidup sebagai transducer di Soteria, daripada jadi keset rumah sakit (baca: koas #peace)

Barusan juga saya baca artikel di kompasiana. Ada suatu studi di Swedia, menunjukkan contoh penulis yang bahkan sudah jelas mengalami gangguan kejiwaan:

Virginia Woolf, penulis A Room of One's Own dan To the Lighthouse, mengalami depresi dan menenggelamkan dirinya hingga ajal merenggut.

Penulis dongeng Hans Christian Andersen, yang menulis The Ugly Duckling dan The Little Mermaid, mengalami depresi.

Penulis dan wartawan Ernest Hemingway, yang menulis For Whom the Bell Tolls, mengalami depresi dan bunuh diri dengan senapan.

Penulis dan dramawan Graham Greene, yang menulis novel Brighton Rock, memiliki gangguan bipolar.

Selengkapnya: http://m.kompasiana.com/bennybhai/penulis-berisiko-tinggi-alami-gangguan-kejiwaan_552c86336ea8340e608b45b9

Dari sumber lain,
Ernest Hemingway, seorang penulis fiksi, The Old Man and The Sea hingga menorehkan penghargaan Pulitzer untuk bidang sastra, harus mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.

Dan masih buanyak lagi contohnya. Saya juga baru tahu setelah surfing. Saya tidak tahu pasti, apakah gangguan itu didapat dari lahir atau terjadi sesudah mereka memilih menjadi penulis, ataukah mereka memang punya bakat mengalami penyimpangan mental. Yang jelas ini saya anggap sebagai warning sign.

Fiksi saat ini sudah sangat marak dan cenderung diulang-ulang. Sesuatu yang begitu biasanya berpotensi menjadi fakta daripada opini. Padahal fiksi adalah suatu bentuk kebohongan yang terus dinikmati. Hehehe. Saya bicara begini karena saya sendiri adalah salah satu pembohong yang mengaku sebagai seorang penulis. Dan berharap para pembaca percaya. Percaya bahwa saya adalah pembual, dan cerita saya adalah bohong besar. Dengan begitu mental kita akan tetap terjaga dalam suatu realitas yang benar.

Mampu mencampur dan memisahkan dua hal yang bertentangan adalah kemampuan yang harus kita jaga. Baik sebagai penulis, apalagi sebagai pembaca. Tetapi bila memang ada yang berniat mencampuradukkan dua hal tersebut, saya tidak akan menganggap itu gila atau drama kok :)
Seni, drama, dan kegilaan itu sepaket.
Oke? Selamat menggila semuanya. Tetapi jadilah orang gila yang sehat.
#ManaAda
#PernyataanAbsurdDetected

Fragmen DirgahayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang