Chapter 3

1.5K 57 2
                                    

Pagi itu berjalan lancar. Sebagian besar yang dibahas di kelas adalah pengenalan setiap mata kuliah dan beberapa kali perkenalan dari mahasiswa baru. Setelah beberapa kelas, aku mulai bisa mengenali wajah, kalau pun bukan nama.

Aku berkenalan dengan seorang cewek bernama Julie Dannford di kelas sebelumnya dan ia mengajakku ke kafetaria siang ini. Ia bertubuh mungil, dengan rambut hitam bergelombang yang benar-benar indah. Ia juga menambahkan bando untuk membuat penampilannya semakin manis.

Sejujurnya aku agak iri dengan kepercayaan dirinya. Ia banyak bercerita tentang dirinya sendiri dan beberapa kali menanyakan tentang ketertarikanku terhadap musik, buku, atau apapun sampai kami tiba di kafetaria.

Seorang cewek lain bergabung di meja kami beberapa menit kemudian. Cewek berambut cokelat itu memegang nampannya dengan canggung sebelum ia menoleh ke meja kami dan aku melempar senyum ramah padanya. Rachel Greene tampak lebih lega saat sudah duduk bersama kami. Ia berasal dari Fakultas Ilmu Budaya. Ia menanggapi cerita Julie tentang cowok keren yang baru ditemuinya pagi ini dengan sama semangatnya.

"Astaga! Itu dia!" Julie berseru girang beberapa saat kemudian.

Aku mengikuti pandangannya dan kulihat Eric Lawson berjalan memasuki kafetaria bersama tiga temannya. Cewek cantik yang bersamanya pagi tadi tak terlihat. Mereka berempat melenggang santai, seolah menyadari pesona pada diri mereka, dan berniat menyebarkannya ke setiap penjuru kafetaria. Detik berikutnya barulah kusadari bahwa bukan hanya kami yang memperhatikan. Hampir semua pasang mata di setiap meja serempak mengikuti gerakan cowok-cowok itu.

Selama sepersekian detik mata Eric menoleh ke arah kami. Meskipun dari jauh, bisa kurasakan tatapannya membakar wajahku. Kesinisannya merayap di setiap sarafku, menyebarkan aura dingin yang menusuk.

Seberapa besar ia membenciku?

"Oh tidak! Dia menoleh ke sini!" Julie berbisik gugup. Aku mengalihkan pandanganku padanya dan kulihat ia menunduk dengan wajah bersemu merah.

"Mereka junior juga kan?" tanya Rachel.

"Setahuku begitu. Tapi kurasa pamor mereka sudah menyebar luas hari ini." Julie masih mengawasi Eric dan teman-temannya, meskipun kini mereka telah duduk di meja sudut.

"Mereka keren." Rachel menyimpulkan, kemudian menatapku. "Bagaimana menurutmu?"

Aku tersenyum garing. Aku mungkin akan menganggap mereka keren juga seandainya sikap Eric sebaik tampangnya. Dan mencari sensasi di hari pertama kuliah tidaklah sekeren itu.

"Well, entahlah." Aku mengangkat bahu. Kurasa tidak berkomentar adalah langkah paling aman.

Rachel tampaknya tidak ingin mengorek lebih jauh dan itu membuatku lega. Ia mengaduk jusnya sambil bergumam, "Aku penasaran mereka dari fakultas apa."

***

Hari-hari berikutnya tidak terlalu buruk. Marcel masih bersedia mengantarku ke kampus setiap pagi dan ia menawarkan diri untuk membantuku mencari apartemen. Kami membuat janji untuk bertemu Kamis sore setelah aku pulang kuliah. Meskipun itu cuma janji kecil, tapi seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perutku setiap kali aku mengingatnya.

Eric masih bersikap dingin padaku-- bisa dibilang menganggapku tidak ada. Di kampus juga tidak ada hal baru. Julie masih terus-terusan membicarakan Eric seolah cowok itu sempurna. Aku dan Rachel berusaha menanggapinya dengan sopan, tapi entah kenapa aku tidak bisa menemukan satu saja kebaikan dari cowok itu.

Seusai makan malam, aku kembali ke lantai dua untuk mengerjakan tugasku. Marcel mengizinkanku memakai ruang bacanya untuk belajar karena pencahayaan di sana cukup bagus. Aku juga menemukan beberapa buku yang berhasil menarik perhatianku.

Sweeter than FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang