Chapter 22 : Long Way Down

141 20 9
                                    

Aku tidak terlalu memperhatikan berapa lama waktu telah berlalu sejak aku duduk di ruang tunggu. Mataku mengawasi televisi layar datar yang menampilkan iklan-iklan layanan kesehatan dengan tatapan kurang minat— sesekali beralih ke perawat-perawat yang berlalu sambil mendorong pasien di kursi roda atau brankar. Selebihnya, aku hanya menunduk dan mencoba memikirkan hal-hal sepele agar terhindar dari kegundahan sialan itu lagi.

Aku terlambat menyadari bahwa seseorang telah bergabung denganku. Barulah aku mendongak saat kurasakan kursi panjang itu berderit ketika ia duduk.

"Mr. Sykes?" seruku, tidak bisa menyembunyikan keterkejutan.

Pria paruh baya itu tersenyum sedikit, berbanding terbalik dengan putranya yang suka menebar senyum di mana saja dan kapan saja.

"Kau yang bernama Alice, kan?" Ia bertanya.

Aku mengangguk membenarkan, tapi tak menemukan keberanian untuk balas bertanya kenapa ia ada di sini, bukannya di ruangan Oliver.

"Kenapa kau tidak ikut masuk?"

"Saya tidak ingin mengganggu." jawabku apa adanya.

"Sudah lama mengenal Oliver?"Mr. Sykes bertanya lagi dengan nada ringan.

"Belum terlalu lama."

"Kau pacarnya?"

"Bukan begitu, kami hanya—"

"Tidak apa-apa. Siapapun dirimu... aku hanya ingin mengucapkan terima kasih." tuturnya lambat-lambat, sesaat kemudian ia menghela napas lelah. "Kau tahu, meskipun tinggal di bawah satu atap, aku dan Oliver hampir tidak pernah bicara. Kesempatan seperti ini tidak sering terjadi."

Aku masih terdiam, tapi mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Sejak pertengkaran itu, hubunganku dengannya benar-benar terputus total selama lebih dari dua tahun." Mr. Sykes melanjutkan.

"Tidakkah Anda merindukannya?" tanyaku ragu-ragu.

"Suatu kebohongan kalau kubilang aku tidak pernah merindukannya. Tapi egoku menahanku untuk memintanya kembali. Dan aku tak bisa benar-benar menyalahkannya karena dia mengingatkanku pada diriku sendiri saat masih muda— liar dan keras kepala."

Benarkah? Aku tidak bisa membayangkan pria serius ini pernah menjadi seseorang seperti Oliver di masa lalu. Tapi, memangnya siapa aku untuk menghakimi?

"Saat Mia mengatakan bahwa Oliver dalam keadaan kritis, aku kehilangan seluruh kemarahanku padanya." lanjut Mr. Sykes dengan nada muram. "Entah itu salahku atau salahnya, sudah tidak penting lagi. Aku masih bisa menahan tidak bertemu dengannya selama dua tahun, tapi jika sampai aku kehilangannya..."

"Anda sangat menyayangi Oliver." Aku menyimpulkan, seolah fakta itu belum jelas.

"Lebih dari hidupku sendiri."

Aku tersenyum tanpa sadar, tiba-tiba merasakan mataku memanas oleh perasaan emosional yang mendadak menyerang.

"Cinta itu aneh, bukan? Terkadang kau bisa merasa marah, benci, tapi juga merindukan seseorang pada saat yang sama." Mr. Sykes bergumam.

Dan aku mengerti kebenaran dalam perkataannya lebih dari siapapun, karena aku juga merasakannya sendiri... detik ini.

Tak ingin terlalu larut dalam perasaan itu, aku buru-buru menanyakan hal pertama yang terlintas di kepalaku."Oliver bilang Anda ingin dia bekerja di perusahaan?"

"Itu benar."

"Apakah Anda tahu bahwa dia tidak menyukainya?"

Mr. Sykes terdiam sejenak sebelum menjawab, "Ya, aku tahu."

Sweeter than FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang