3 years later...
"Kau yakin tidak ingin pergi sendirian saja?" tanyaku, entah sudah yang ke berapa kalinya hari ini.
Eric menghentikan mobilnya dan mematikan mesin. Tatapan kesalnya beralih padaku. "Sudah kubilang, lebih baik aku tidak datang daripada kau tidak mau ikut denganku."
"Tapi ini kan acaramu. Aku bukan anak Fakultas Teknik. Aku pasti tidak bisa membaur." keluhku.
"Tidak ada yang memintamu membaur. Kau hanya perlu dekat-dekat denganku."
"Tapi-"
"Shhhttt! Berhenti merengek atau kau akan merusak make up-mu. Lagipula, kau sudah terlanjur berdandan sangat sempurna malam ini- meskipun aku lebih suka kau berpenampilan seperti ini hanya di depanku saja." ujarnya sambil menatap long dress-ku yang memiliki potongan bahu terbuka.
Aku melotot. "Dasar mesum!"
Eric tertawa santai. "Bisa kita masuk sekarang?"
Aku menghela napas panjang, kemudian mengangguk setengah hati.
Eric nyengir dan keluar dari mobil. Ia mengitarinya untuk membukakan pintuku, kemudian mengulurkan tangan.
Ballroom hotel itu tampak sangat mewah dan dipenuhi orang-orang berpakaian formal. Anak-anak Teknik Arsitektur yang sebagian hanya kukenali wajahnya saja berdandan dengan kemampuan terbaik mereka, seolah tempat ini memang dirancang untuk memamerkan fashion mahal orang-orang kaya ini.
Saat melangkah lebih jauh ke ballroom, aku melihat Pascal. Ia menggandeng seorang junior bergaun hijau zaitun yang sangat manis. Well, Pascal putus dari Julie enam bulan setelah mereka jadian. Sangat disayangkan memang, tapi mereka putus dengan cara baik-baik dan aku ikut senang baik Pascal maupun Julie sudah menemukan kebahagiaan masing-masing.
Pascal menoleh ke arah kami dan melemparkan senyum ramah. Aku balas tersenyum padanya dan tepat saat itu juga Leo mendekati kami. Cowok yang selalu ceria itu tampak cukup tampan dalam balutan tuxedo-nya. Ia sudah tersenyum lebar, bahkan sebelum benar-benar sampai di hadapan kami.
"Damn, kau kelihatan sangat cantik, Alice!" pujinya. Kemudian menoleh sedikit kepada Eric. "Hai, Eric!"
"Terima kasih." balasku. "Kau datang dengan siapa, Leo?"
"Teman kencanku sedang mengobrol dengan segerombolan cewek di sana, jadi aku menyingkir. Kebetulan sekali kalian datang." Leo merangkulku dengan akrab dan aku sedikit berjengit kaget, tapi cepat-cepat mengubah ekspresiku. Seingatku memang begitulah sifat Leo. "Dan kau masih berkencan dengan cowok menyebalkan itu?"
Eric memukul tangan Leo yang melingkari bahuku dan memberinya tatapan super tajam. "Singkirkan tanganmu!"
"Ayolah, Eric, aku kan hanya-" Pembelaan Leo terpotong oleh ekspresi Eric yang mulai kehilangan kesabarannya. "Oke, oke!" Leo melepaskan rangkulannya.
Aku tersenyum bersalah padanya, tapi sepertinya Leo merasa baik-baik saja dengan sikap Eric yang seperti itu.
"Kalau begitu izinkan aku berdansa denganmu, Alice." pinta Leo sambil mengulurkan tangannya dengan sopan.
Ekspresi Eric jelas-jelas tidak setuju, tapi aku memperingatkannya dengan tatapanku sehingga akhirnya ia menyerah.
"Jangan lama-lama." kata Eric pada Leo, sebelum ia melepaskan tangannya dariku.
"Tentu." balas Leo semangat, kemudian membimbingku ke lantai dansa.
Aku memang masih payah dalam hal berdansa, tapi Eric membuatku sering datang ke acara-acara berkelas seperti ini yang mau tak mau membuatku lebih sering berdansa. Paling tidak sekarang gerakanku sudah lebih terkoordinasi dibanding dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweeter than Fiction
Romance"Kau mungkin menyayangi mereka berdua, tapi kau hanya mencintai salah satu. Dan siapa pun dia, hanya hatimu yang tahu." Dongeng tak selamanya indah. Begitu juga hidup. Seperti roller coaster, naik, turun, penuh kejutan. Tak perlu risau, karena saa...